5 Mei 2017

Eksistensi Peran Penyuluh Perikanan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016

Eksistensi Peran Penyuluh Perikanan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016
(Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam)
Sukma Budi Prasetyati *) **)

Pada April 2016, Pemerintah menetapkan Undang-undang No. 7 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Adanya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam bertujuan untuk: 1) menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; 2) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan; 3) meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam; 4) menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan; 5) menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; 6) melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan 7) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum.
Penyuluhan: Salah satu peran penyuluh perikanan dalam rangka pembedayaan masyarakan pesisir melalui penyuluhan
Keberadaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai entitas penting dalam struktur masyarakat Indonesia menjadi alasan kuat adanya perlindungan dan pemberdayaan terhadap komunitas tersebut. Peran Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat signifikan untuk mengimplementasikan peraturan yang telah ditetapkan. Setidaknya terdapat 8 (delapan) strategi yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk urusan perlindungan yaitu : 1) penyediaan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 2) kemudahan memperoleh sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 3) adanya jaminan kepastian usaha; 4) adanya jaminan resiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan dan pergaraman; 5) menghapuskan praktik ekonomi biaya tinggi; 6) pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman; 7) adanya jaminan keamanan dan keselamatan; dan 8) tersedianya fasilitasi dan bantuan hukum. Adapun strategi pemberdayaan dilakukan melalui : pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan pendampingan; kemitraan usaha; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi; serta penguatan kelembagaan.

Di antara pasal-pasal yang tercantum, UU no 7 tahun 2016 secara spesifik menyebutkan tentang strategi pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan yaitu Pasal 12 ayat 3. Kemudian pada pasal 49, Undang-undang tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pemilik kewenangan untuk menyediakan fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan serta petambak garam. Di antara fasilitas yang dimaksud adalah pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh. Hal ini berbanding lurus dengan amanat Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada lampiran Y yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional merupakan kewenangan pemerintah pusat. Penyediaan tenaga penyuluh oleh Pemerintah Pusat diharapkan dapat memenuhi perintah Undang-undang yakni 3 (tiga) orang penyuluh perikanan dalam 1 (satu) kawasan potensi kelautan dan perikanan. Tenaga penyuluh tersebut harus memiliki kompetensi di bidang usaha perikanan dan atau usaha pergaraman.

Khusus mengenai pemberdayaan melalui penyuluhan, kelembagaan dan status ketenagaan penyuluh perikanan sedang dalam proses peralihan dari daerah ke pusat sesuai perintah UU No. 23 tahun 2014. Proses peralihan yang seharusnya selesai dilakukan per oktober 2016, tertunda karena berbagai alasan. Lahirnya UU No. 7 tahun 2016 yang sejatinya mengatur perlindungan dan pemberdayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, adalah memperkuat fungsi penyuluhan sebagai salah satu bagian dari pemberdayaan terhadap masyarakat perikanan dan kelautan. Pemerintah memahami bahwa nelayan, pembudidaya Ikan, dan petambak garam telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan perdesaan. Sehingga menjadi hal yang sangat wajar jika Pemerintah menyiapkan anggaran baik yang bersumber dari APBN, APBD maupun dana lain yang sah menurut aturan perundang-undangan untuk menjamin perlindungan dan pemberdayaan terhadap komunitas tersebut. Bahkan pada pasal 24 Undang-undang No. 7 tahun 2016, terbuka peluang bagi Pemerintah untuk memberikan subsidi yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Presiden.

Mari terus ingatkan Pemerintah agar taat dalam menjalankan setiap produk aturan yang telah dibuatnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Undang-undang No. 7/2016 telah berlaku sejak tanggal ditetapkannya. Akan tetapi pelaksanaannya mungkin masih memerlukan dorongan dan dukungan dari stake holder yang terlibat di dalamnya, termasuk salah satunya adalah Penyuluh Perikanan Indonesia. Amanah (2007) menyatakan bahwa komunitas petani, nelayan, dan peternak sangat bergantung pada eksistensi penyuluh dan keberlanjutan program penyuluhan. Kesulitan yang dihadapi komunitas tersebut di lapangan, bukan semata karena faktor teknis, tetapi persoalan yang lebih kompleks, seperti penanganan aspek resiko dan ketidakpastian, pengembangan jaringan pemasaran atau kerjasama dengan sektor swasta, pengorganisasian sumber daya manusia, dan peningkatan mutu produk. (Soe’17)

*) Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta
**) Penyuluh Perikanan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Referensi :
Amanah, Siti. 2007. Makna Penyuluhan dan Transformasi Perilaku Manusia. Jurnal Penyuluhan. Vol. 3 No. 1. Institut Pertanian Bogor.

Link Download Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 dapat dilihat di: http://www.penyuluhperikanan.id/p/download-undang-undang.html
Baca Selengkapnya...