26 Nov 2016

Penyuluh Perikanan PNS Daerah (Luhkanda) Riwayatmu Kini; Luhkanda Sayang Luhkanda Melayang

Kalimat penyuluh adalah ujung tombak pembangunan masyarakat kelautan perikanan merupakan kalimat sederhana yang mengandung arti luas. Ibarat pasukan yang akan menuju medan perang, penyuluh adalah prajurit yang selalu berada di garis terdepan. Kesuksesan dari suatu program kegiatan tidak lepas dari pengawalan dan kerja keras seorang penyuluh, tapi sayang dalam kenyataannya kerja keras penyuluh terutama yang diberi embel-embel penyuluh perikanan daerah terus dipertanyakan. Luhkandaku sayang luhkanda melayang kata yang cocok disematkan di pundak penyuluh perikanan daerah saat ini diantara ketidak jelasan status yang dialami.
luhkanda sayang luhkanda melayang
Kegiatan penyuluhan perikanan yang dilakukan penyuluh perikanan PNS daerah
Sebagai penyuluh perikanan yang memegang wilayah kerja satu hingga beberapa kecamatan, kami sangat mengenal kondisi dan keadaan di wilayah tersebut, baik potensinya maupun karakter pelaku utama perikanan dan kelautan yang ada. Kami memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berkomunikasi dengan pelaku utama dan pelaku usaha binaan kami. Kami dituntut untuk mengikuti perkembangan dinamika pembangunan perikanan karena dianggap memiliki kompetensi dan kemampuan di bidang perikanan dan kelautan.

Tapi, diantara berbagai kelebihan kami itu tidak sedikit penyuluh perikanan yang bekerja dengan segala keterbatasan. Biaya Operasional Penyuluh (BOP) yang tidak sebanding untuk penyuluh yang berada jauh di pelosok daerah, yang harus menempuh perjalanan bermil-mil bahkan sampai menyeberangi pulau tidak pernah menyurutkan langkah untuk bertemu dengan pelaku utama dan usaha binaannya. Waktu kerja kami yang tidak menentu bahkan di waktu malam dan hari libur tetap membuat kami selalu tersenyum. Harus dipertemukan dengan berbagai kebijakan daerah yang membuat posisi kami kadang terjepit dalam mengambil keputusan. Belum lagi, ketika diperhadapkan dengan pelaku utama atau pelaku usaha yang orientasinya hanya pada bantuan, kedatangan kami tidak membawa arti apa-apa karena tidak membawa sebuah program. Seperti sebuah senapan tanpa peluru.

Sejalan dengan arah pembangunan yang berkembang, salah satu visi dan misi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai induk dari penyuluh perikanan adalah mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Percepatan pembangunan perikanan dan kelautan memerlukan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) kelautan dan perikanan yang berkualitas, kompeten, dan profesional. Di sini disebutkan salah satu unsur pendamping dan mitra sejati pelaku utama dan pelaku usaha adalah penyuluh perikanan.

Namun, yang terjadi di lapangan tidak seperti yang tertuang dalam cerita tersebut. Penyuluh perikanan sebagai ujung tombak percepatan pembangunan perikanan dan kelautan ibarat ujung tombak yang tumpul, jika sampai pada sasarannya pun tidak mampu melumpuhkan lawan. Penyuluh perikanan dianggap tidak bisa mendatangkan keuntungan bagi pemegang kebijakan di pusat hingga kinerjanya selalu mendatangkan pertanyaan.

Tidak hanya sampai disitu, BPSDMKP bagian dari KKP sebagai lembaga yang seharusnya memperhatikan kesejahteraan penyuluh malah semakin membuat penyuluh perikanan daerah terpuruk dengan menghadirkan Penyuluh Perikanan Bantu (PPB) sebagai pelaksana setiap program kegiatan perikanan kelautan di lapangan. Namun, tidak seperti saudara tertua kami, yaitu penyuluh pertanian yang hidup rukun dan damai dengan THL-TBPP, dalam setiap pelaksanaan program selalu seiring sejalan karena tupoksinya tidak pernah dibedakan oleh Kementan.

Kehadiran Undang-Undang no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang salah satu isinya yaitu penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi urusan pemerintah pusat, memberi angin segar yang selama ini ditunggu-tunggu luhkanda. Dengan sebuah harapan bisa merubah nasib penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang lebih baik dan mandiri, bisa ikut berpartisipasi dalam setiap program kegiatan KKP, bisa mewujudkan masyarakat perikanan dan kelautan yang cerdas, dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat perikanan dan kelautan dan juga kesejahteraan penyuluh perikanan itu sendiri.

Tapi apa lacur, hingga 2 tahun UU 23 dikeluarkan nasib luhkanda justru semakin tidak jelas. Keberadaan kami di daerah jadi pertanyaan karena instansi badan penyuluh yang selama ini menjadi tempat bernaung sebentar lagi dilebur. Menjadi semakin lucu, ketika ada beberapa daerah yang mengharuskan penyuluh perikanan berada di dinas pertanian. Hingga tulisan ini selesai kami pun tidak tau nasib kami di masa mendatang. Luhkanda riwayatmu kini……

Penulis:
Susan Rachmawati Katili, S.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
BP4K Kota Kotamobagu
Baca Selengkapnya...

25 Nov 2016

Penyuluh Perikanan Kabuapten Biak Numfor Kawal Bantuan Benih Nila dari Pemerintah Pusat

FKP3D, Korwil Timur - Penyuluh perikanan kabupaten Biak Numfor hari ini, 24 November 2016 telah melakukan pengawalan dan distribusi bantuan benih ikan Nila kepada 10 Kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) yang tersebuat di distrik Andey.
Proses pengangkutan bantuan benih nila di Bandara Sentani, Jayapura
Bantuan bibit Nila tersebut merupakan salah satu bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah pusat. Eko Saputro Yuantono, salah satu penyuluh perikanan yang melakukan pengawalan dan distribusi benih mengatakan bahwa benih ikan didatangkan dari Koya Timur, Jayapura dan dikirim via pesawat sriwijaya.

"Dari rencana 450 ribu yang datang baru 216 ribu ekor dan diklaim bahwa 1 coolbox berjumlah 3000 ekor, tetapi setelah disampling dan dilakukan perhitungan, ternyata isinya tidak sampai 1000 ekor" ujar Eko. Kendala lain yang disampaikan oleh Eko adalah bahwa ternyata mortalitas benih yang ada dikantong termasuk tinggi yaitu mencapai sekitar 5000 ekor.
Benih ikan nila yang mati di dalam coolbox, sebelum di distribusikan ke Pokdakan
Pengawalan dan pendistribusian benih ikan kepada pokdakan disertai dengan penandatanganan berita acara serah terima oleh ketua pokdakan dan penyuluh perikanan setempat sebagai saksi.

Seperti diketahui bahwa bantuan benih merupakan salah satu program prioritas KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Bantuan benih ditargetkan mencapai 100 juta benih pada tahun ini. Program bantuan 100 juta ekor benih kepada masyarakat ini dgulirkan dengan maksud untuk meningkatkan semangat para pembudidaya dalam melakukan usahanya serta membantu Pokdakan yang kesulitan dalam memperoleh benih ikan.

Diberitakan pula bahwa target target 100 juta benih pada 2016, sampai Oktober ini ternyata sudah melampaui target, DJPB telah menyalurkan krang lebih 153 juta ekor benih ikan.

Kontributor:
Eko Saputro Yuantono
Penyuluh Perikanan Kabupaten Biak Numfor, Papua
Baca Selengkapnya...

Pointer Paparan Pusluhdaya KP Tentang Penyuluhan Perikanan Nasional pada Pertemuan Komisi Penyuluhan Se-Provinsi Riau

Berikut merupakan paparan Kapusluhdaya KP pada pertemuan Komisi Penyuluhan Se Provinsi Riau di Pekan baru pada tanggal 24 November 2016:



















Versi pdf dapat diunduh secara lengkap disini
Baca Selengkapnya...

Mengelola Kualitas Perairan di Lingkungan Karamba Jaring Apung (KJA)

Dalam budidaya ikan, kita bisa melakukannya dalam beberapa media, salah satunya adalah sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Budidaya ikan keramba jaring apung bisa dilakukan baik di sungai yang dalam, danau, di atas kolam terpal, hingga laut. Budidaya ikan keramba jaring apung merupakan salah satu cara budidaya pembesaran ikan yang efisien dan efektif.
Kegiatan budidaya KJA di Danau Batur, Bali
Teknologi budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Budidaya dengan sistem keramba jaring apung mulai dikembangkan di perairan pesisir dan perairan danau. Beberapa keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan dalam keramba yaitu: 1). Menambah efisiensi penggunaan sumberdaya; 2). Prinsip kerja usaha keramba dengan melakukan pengurungan pada suatu badan perairan dan memberi makan dapat meningkatkan produksi ikan; 3). Memberikan pendapatan yang lebih teratur kepada nelayan dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan.

Pada saat jumlah KJA melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/ waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara.

Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau. Maka perlu dilakukan langkah-langkah kegiatan budidaya yang aman dan ramah lingkungan, salah satunya dengan manajemen kualitas perairan di lingkungan karamba jaring apung.

Jenis-jenis wadah yang dapat digunakan dalam membudidayakan ikan antara lain karamba jaring terapung, karamba bambu tradisional dengan berbagai bentuk bergantung pada kebiasaan masyarakat sekitar. Teknologi yang digunakan dalam membudidayakan ikan dengan karamba ini relatif tidak mahal dan sederhana, tidak memerlukan lahan daratan menjadi badan air yang baru serta dapat meningkatkan produksi perikanan budi daya (Wibawa, 2010).

Menurut Effendi (2002), “Keramba Jaring Apung adalah system budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung (floating net cage) dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti waduk, laguna, selat dan teluk”

Pemilihan Lokasi KJA
Danau/ waduk yang dipilih sebagai kawasan untuk pengembangan budidaya ikan sistem KJA dengan minimal danau/ waduk 100 ha dengan memperhatikan daya dukungnya. Pemanfaatan danau/ waduk untuk kegiatan budidaya ikan sistem KJA harus dilakukan secara rasional dan tetap mengacu pada tata ruang yang telah ditentukan serta kondisi sumber daya dan daya dukung perairannya dengan maksud untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan fungsi utama waduk. Pembagian zonazi untuk perairan waduk secara umum dilakukan dengan mengacu pada kondisi lingkungan fisik, sifat kehidupan dan penyebaran populasi ikan dalam usahanya mengelola perikanan yang terpadu dan lestari (Ilyas et al, 1989).

Daya Dukung Danau/ waduk, Desain, Tata Letak dan Konstruksi KJA
Menurut Soemarwoto (1991), bahwa luas areal perairan waduk yang aman untuk kegiatan budidaya ikan di KJA adalah 1% dari luas seluruh perairan waduk dengan pertimbangan bahwa angka 1% tersebut non significant untuk luasan suatu waduk serbaguna sehingga dianggap tidak akan mengganggu kepentingan fungsi utama waduk. Memperbaiki konstruksi KJA yang ramah lingkungan dengan pelampung olystyrene foam. KJA yang terbuat dari bambu dengan pelampung polystyrene foam merupakan KJA yang paling  ramah lingkungan dibandingkan dengan KJA lainnya (Prihadi dkk, 2008).

Menurut Rochdianto (2000), letak antara jaring apung sebaiknya berjarak 10–30 m agar arus air leluasa membawa air segar ke dalam jaring-jaring tersebut, sedangkan menurut Schmittou (1991), jarak antar unit KJA yang baik adalah 50 m. Pengendalian/ pengurangan jumlah KJA yang beroperasi. Pemindahan lokasi KJA pada saat akan terjadi umbalan yang terjadi secara menyeluruh (holomictic) ke lokasi perairan yang lebih dalam (Enan dkk, 2009).

Kualitas Air
Menurut Diersing (2009), Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Karakter kualitas air yang perlu diperhatikan dalam budidaya ikan, antara lain: (a) Karakter kimia air: Salinitas, DO (Dissolved Oxygen), BOD, COD, logam berat, Nitrat, Derajat Keasaman (pH), dan Akalinitas; (b) Karakter fisika air: kecerahan (transparansi) air, suhu, padatan terlarut, padatan tersuspensi, bau, warna, rasa dan kedalaman air. dan (c) Karakter biologi air: kepadatan dan kelimpahan plankton, Ephemeroptera, Plecoptera,Trichoptera, Mollusca, Escherichia coli dan Bakteri koliform.

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990
Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pasal 1).

Salah satu penyebab kematian massal ikan budidaya adalah penurunan tinggi muka air. Apabila tinggi muka air menurun maka jarak karamba jaring apung dengan dasar menjadi lebih dekat, akibatnya ikan budidaya semakin mendekati lapisan hipolimnion yang reduktif. Sementara kedalaman perairan dangkal, sehingga jarak KJA dan dasar menjadi semakin dekat. Akibatnya kolom air yang reduktif semakin mendekati KJA. Kolom air menjadi anoksik atau lapisan anoksik telah mencapai permukaan sehingga dapat disebutkan bahwa penyebab kematian massal karena kekurangan oksigen dan tingginya konsentrasi zat toksik (H2S) (Simarmata, 2007). Sebaiknya pada saat tinggi muka air minimum, padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah. Menurut Krismono (1999), kegiatan budaya ikan sistem KJA di danau/waduk, kedalaman air disyaratkan minimal 5 m pada jalur yang berarus horizontal. Kedalaman tersebut dimaksudakan untuk menghindari pengaruh langsung kualitas air yang jelek dari dasar perairan.

Manajemen Pakan
Pemberian pakan dengan sistem pompa akan mengakibatkan banyak pakan yang terbuang di dasar perairan danau/waduk. Untuk mengurangi pakan yang terbuang ke dasar danau/waduk, efisiensi pakan dapat dilakukan dengan cara pemberian pakan berselang-seling dalam hal ini ikan tidak setiap hari diberi makan namun diberikan berselang-seling yakni satu hari diberi makan, hari berikutnya tidak diberi makan (dipuasakan) ternyata pertumbuhan tidak terganggu dan efisiensi pakan 20–30% (Krismono, 1999).

Efisiensi pakan juga dapat dilakukan dengan menggunakan benih unggul yang efektif memanfaatkan pakan sedangkan untuk kondisi kualitas air yang jelek menggunakan benih ikan patin (Pangasius sp) yang tahan kualitas air jelek (Prihadi, 2005). Selain itu, perlu melakukan upaya pemberian pakan dengan kadar fosfor yang rendah atau pemberian enzim fitase terhadap ketersediaan fosfor dari sumber bahan nabati pakan ikan. Penerapan pemberian pakan yang efektif dengan rasio 3% dengan pakan yang rendah kandungan fosfornya dengan pemberian tepung ikan seyogyanya dikurangi, sehingga dapat mengurangi limbah (sisa pakan) yang masuk ke perairan danau. Oleh karena itu, perlu alternatif lain sebagai substitusi tepung ikan yaitu antara lain protein sel tunggal (PST), tepung rumput laut. Kualitas pakan, selain ditentukan oleh nilai nutrisinya, dalam Suhenda et al. (2003) juga disebutkan bahwa pakan yang baik untuk pembesaran ikan dalam KJA adalah berbentuk pelet yang tidak mudah hancur, tidak cepat tenggelam serta mempunyai aroma yang merangsang nafsu makan ikan.

Manajemen Kualitas Air
Salah satu wadah budidaya perikanan yang berbasiskan air adalah karamba jaring apung (KJA/ floating net cage). KJA merupakan salah satu teknik budidaya ikan di perairan umum seperti sungai, waduk, danau, dan laut. Setiap perairan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Budidaya ikan dengan KJA di waduk dan danau merupakan budidaya berbasis pelet (budidaya intensif), dengan kata lain kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah keramba yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien.

Menurut Peraturan Pemerintah 82 Tahun 2001 Pasal 1: Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.

Upaya pengendalian pencemaran air merupakan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, adapun wewenang dalam pengendalian pencemaran air adalah; (a) menetapkan daya tampung beban pencemaran;(b) melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar; (c) menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah; (d) menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air; (e) memantau kualitas air pada sumber air; dan (f) memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup yaitu; masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang dapat pula tercemar karena masuknya atau dimasukannya mahluk hidup atau zat yang membahayakan bagi kesehatan. Air dikatakan tercemar apabila kualitasnya turun sampai ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya.

Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada di sumber air (Sumber: Peraturan Pemerintan Nomor 42 Tahun 2008).

Manajemen Kualitas Air Terhadap Limbah Pakan dan Kotoran Ikan
Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes),upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

Kotoran ikan dapat menimbulkan deposisi yang meningkat di dasar perairan, selanjutnya mengakibatkan penurunan kadar oksigen di bagian dasar. Menurut Lukman (2002), pasokan oksigen dalam pengelolaan KJA adalah untuk respirasi biota, pembusukan feses ikan dan pembusukan sisa pakan ikan. Menurutnya untuk setiap gram organik (limbah budidaya ikan) diperlukan 1,42 gram oksigen. Konsentrasi oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengelolaan limbah pakan dan kotoran ikan dari KJA adalah: (1) pengaturan musim tanam, pengendalian jumlah KJA dan padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah seperti ikan patin, lele, dan betutu; (2) perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan yaitu 3% dari berat badan ikan yang dibudidayakan dan diberikan tiga kali sehari yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk perairan; dan (3) perlu disosialisasikan KJA yang ramah lingkungan yaitu KJA ganda dan konstruksi KJA dengan pelampung polystyrene foam.

Manajemen KJA Menghadapi Fenomena Upwelling
Umbalan atau upwelling merupakan peristiwa alam yang terjadi pengadukan atau pembalikan air dari lapisan bawah naik ke permukaan dan sebaliknya. Proses ini berakibat pada kematian ikan dan hewan air lainnya secara masal.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mencegah kematian ikan akibat “up-welling” adalah: (1) mensosialisasikan kepada pembudidaya ikan perihal tanda-tanda akan terjadinya kematian missal ikan. Tanda-tanda itu antara lain berupa: cuaca mendung dan atau hujan yang terus-menerus selama 2-3 hari berturut-turut (tidak ada cahaya matahari masuk ke badan air), dan kualitas air waduk mulai menunjukkan penurunan; (2) mengurangi jumlah KJA yang beroperasi atau mengurangi kepadatan ikan yang dipelihara. Jumlah ikan yang dipelihara harus berada di bawah daya dukung perairan; (3) segera memanen ikan yang ukurannya mendekati ukuran konsumsi, untuk menekan kerugian yang dapat timbul; (4) memilih jenis ikan yang lebih toleran terhadap kadar oksigen yang rendah; 5) memindahkan KJA secara regular, missal 1 tahun sekali ke posisi dengan kondisi air yang lebih baik. Serta melakukan aerasi di KJA yang merupakan kegiatan tanggap darurat dan dapat dilakukan hanya sementara waktu; dan (6) untuk mengurangi resiko kematian ikan, juga bisa dilakukan penebaran ikan pemakan planton guna pengendalian blooming alga.

Pola Perijinan Usaha
Kegiatan usaha budidaya ikan sistem KJA dapat dilakukan melalui Pola Swadaya dan Pola Kemitraan Usaha. Dalam pengelolaan danau/waduk, hendaknya tidak memikirkan keuntungan dari aspek ekonomi saja tetapi juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengelolaan zonasi danau/waduk yang sesuai. Selain itu, sisi perizinan pendirian KJA diprioritaskan pada masyarakat sekitar danau/waduk. Tetapi masalah yang muncul dari masyarakat sekitar waduk waduk yaitu ketiadaan modal.

Pengembangan budidaya ikan sistem KJA harus dibangun pada suatu sistem produksi yang secara ekologi, ekonomi dan sosial mampu memberikan manfaat yang berkelanjutan yang didukung dengan inforamsi ilmiah dan peraturan. Stratergi yang dilakukan pada budidaya ikan sistem KJA yang berkelanjutan yaitu meningkatkan kemampuan daya dukung lingkungan danau/waduk. Manajemen budidaya ikan sistem KJA dapat dilakukan dengan pemilihan lokasi, penentuan daya dukung, desain, tata letak, konstruksi KJA, manajemen pakan, pemilihan jenis ikan dan penebaran benih, pola dan perizinan usaha.

Berikut ini adalah saran yang perlu dilakukan dalam mendukung manajemen budidaya ikan sistem KJA yang berkelanjutan di Danau/ Waduk, yaitu: (1) Perlu menerapkan budidaya ikan berbasis trophic level (aquaculture based trophic level) agar roduktivitas perairan tetap optimal; (2) Perlu pendekatan sosial budaya dan sosialisasi peraturan yang tepat pada strategi pengurangan jumlah KJA dan penataan kembali lokasi budidaya ikan sistem KJA; (3) Perlu koordinasi antara pembudidaya, pengelola waduk, pemerintah, masyarakat sekitar waduk dalam memanfaatkan danau/ waduk dan menjaga kelestariannya; (4) Perlu dukungan sarana dan prasarana yang terkait budidaya KJA dalam upaya manajemen budidaya ikan sistem KJA yang lestari dan berkelanjutan.

Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau/ waduk secara intensif yang terus meningkat akan menghasilkan sejumlah limbah organik (terutama yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien sehingga terjadi sisa pakan yang menumpuk di dasar perairan. Limbah organik pada budidaya ikan sistem KJA menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau (eutrofikasi, upwelling dan lain-lain) yang yang dapat mengakibatkan kematian pada organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

Pengelolaan kualitas air pada lingkungan kawasan budidaya ikan termasuk KJA merupakan kewajiban bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, pelaku utama perikanan, dan masyarakat perikanan sebagai upaya mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada di sumber air. Pemanfaatan sumber daya ikan dapat memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan melalui pengelolaan perikanan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum yang optimal.

Penulis:
Maria Niken Tri Ubaya Sakti, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda
Baca Selengkapnya...

Ferawati, S.Pi; Penyuluh Perikanan yang Concern Terhadap Konsevasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

Ferawati, S.Pi adalah penyuluh perikanan yang bertugas di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Wilayah binaannya meliputi Kelurahan Labuhanbajo dan Desa Seraya Marannu. Secara Geografis, wilayah tersebut terletak dan berbatasan dengan Tanam Nasional Komodo, dan mempunyai garis pantai yang panjang serta pulau-pulau kecil.
Ferawati dengan berbagai kegiatan pembinaan dan konservasi
Tidak salah sepertinya jika perempuan enerjik ini, ditempatkan diwilayah yang mempunyai garis pantai dan banyak pulau-pulau kecilnya. Selain karena memang telah mengantongi sertifikat menyelam, dirinya juga sangat concern terhadap pelestarian dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan yang ada.

Saat Fera mengetahui bahwa kegiatan penangkapan yang dilakukan masyarakat pulau disekitar wilayah binaannya dilakukan dengan cara-cara yang salah, yaitu dengan menggunakan bom dan potasium, dirinya tergerak untuk selalu melakukan pembinaan agar masyarakat sadar bahwa kegiatan penangkapan dengan cara yang tidak arif tersebut dapat merusak sumberdaya yang ada.

Penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan potasium yang dilakukan masyarakat pulau sekitar 5-7 tahun yang lalu itu telah banyak merusak terumbu karang dan ekosistem yang ada dipantai. Sekarang, berkat pembinaan yang dilakukan oleh Fera, sedikit demi sedikit masyarakat mulai sadar akan arti pentingnya terumbu karang dan ekosistem yang baik bagi keberlangsungan hidup anak cucu mereka.

Masyarakat pulau bahkan mulai digandeng untuk melakukan konservasi dengan melakukan kegiatan transplantasi terumbu karang. Melalui kerjasama dengan LSM Coral Garden sejak awal tahun 2016, Fera secara swadaya mulai mengedukasi masyarakat sekitar pulau dengan mengajak mereka melakukan konservasi dan transplantasi terumbu karang.

Fasilitasi kegiatan transplantasi terumbu karang yang diprakarsai oleh Fera ini, murni dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat. Hal ini karena kegiatan semacam itu belum mendapat perhatian dan anggaran dari pemerintah daerah.

Pada kesempatan yang lain, Fera juga selalu ikut ambil bagian dalam usaha melakukan perlindungan terhadap sumberdaya laut yang dilindungi. Sesuai dengan instruksi dari Bupati Manggarai Barat tentang perlindungan hiu, pari manta dan biota laut lainnya termasuk duyung, Fera terlibat secara aktif dalam kegiatan penyelaman guna melakukan identifikasi dan pemetaan biota laut yang dilindungi tersebut.

Kegiatan identifikasi dan pemetaan biota laut yang dilindungi tersebut juga mengandeng peneliti dari WWF yang sudah mulai berjalan dan dijadwalkan berlangsung selama 5 bulan kedepan. "Bangga menjadi penyuluh perikanan, yang dengan keterbatasan, mampu berperan secara maksimal dalam pelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan", cerita Fera.
Baca Selengkapnya...

24 Nov 2016

Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK); Bekal Penyuluh Masa Depan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini merupakan bagian dari kebutuhan pokok yang harus dan wajib dirasakan serta dinikmati manfaatnya oleh masyarakat, selain kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan. Perkembangan TIK di bidang kelautan dan perikanan telah melecutkan gairah untuk menyalurkan energi positif penyuluh perikanan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai pendamping sekaligus mitra pelaku utama/usaha perikanan. Perubahan pola budaya masyarakat seperti ini mengharuskan penyuluh perikanan untuk beradaptasi demi efektifitas penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat KP. Angin perubahan ini harus direspon secara cepat, tepat dan terarah oleh penyuluh perikanan dalam berbagai bentuk penggunaan aplikasi dan web berbasis IT sebagai media untuk mengakomodir segala keragaan data, berita, dan informasi lainnya terkait bidang perikanan.
Ilustrasi: Penyuluhan tidak harus bertatap muka secara langsung
Berbagai macam kegiatan penyuluh perikanan yang sebelumnya jarang terpublikasi, kini bisa leluasa menyebarkannya. bahkan ada fenomena yang menarik, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut bisa meningkatkan rasa percaya diri penyuluh perikanan. Dengan meningkatnya trend publikasi kegiatan penyuluh perikanan, mereka tidak lagi mudah dijatuhkan citranya oleh publik karena dianggap menganggur/tidak ada kegiatan. Lebih jauh lagi, iklim kompetisi yang positif antar penyuluh akan terbangun secara alamiah sebagai konsekuensi pemanfaatan TIK.

Pola Interaksi Antar Manusia yang Berubah
Metode penyuluhan dengan sasaran tidak harus melalui tatap muka. Teknologi internet telah merubah cara orang berkomunikasi. Metode penyuluhan berbasis TIK terus mengalami perkembangan seiring perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan bisa kita kombinasi teknologi audio/data, video/data, audio/video, dan internet. Internet merupakan alat komunikasi yang murah dimana memungkinkan terjadinya interaksi antara penyuluh dengan sasarannya baik perorangan maupun kelompok secara jarak jauh (E-Learning). Jika dilakukan efektif dan efisien, harapannya dapat diperoleh hasil yang lebih baik.

Pendekatan metode penyuluhan berbasis TIK bisa menjadi sebuah pelecut atau faktor penyemangat agar penyuluh  harus lebih update informasi tentang berbagai hal dibidang yang menjadi kompetensinya dibanding sasaran penyuluhannya, sekaligus sebagai opsi untuk meningkatkan kepercayaan dan posisi tawar, bahwa keberadaan kita ditengah mereka sangat dibutuhkan.

Sudahkah Penyuluh Perikanan Punya  e-mail Pribadi?
Email, merupakan kunci utama perubahan cara berkomunikasi. Dengan hanya mempunyai satu alamat email (Ymail, Gmail, dsb), kita dapat mengikuti berbagai model komunikasi yang ada di Internet. Beberapa model komunikasi yang bisa digunakan untuk kegiatan penyuluhan diantaranya: Forum (Kaskus, Tapatalk, dsb); Chatting ( Whatsapp, Line, dsb); Situs jejaring sosial (Facebook, Instagram Twitter, Line, dsb); Blog Penyuluhan (Blogspot, Wordpress, dsb); Situs sharing file (Dropbox, Mediafire, Zippyshare, dsb); E-learning menggunakan Video/ Teleconference (via Skype).

Fenomena Unik Pemanfaatan TIK oleh Masyarakat KP
Masyarakat memang harus cermat juga dalam menyikapi berita dari media massa. Karena berita itu terkadang merupakan hasil kombinasi dari ilmiah, subjektif, dan dramatisir hasil ramuan penulisnya. Padahal kalau dikonfirmasikan kembali kepada sumbernya tidaklah seperti itu. Malah mungkin saja mereka dibuat terkerut dahinya ketika mengetahui dan membacanya.

Sebagai Contoh, di suatu acara televisi lokal menyiarkan sebuah kegiatan tebar bibit ikan nilem (restocking) yang dilakukan oleh penyuluh perikanan bersama dinas terkait sebagai upaya menjaga populasi ikan tersebut dari kepunahan, Dalam waktu seketika ada media sosial (facebook/twitter) meneruskan dan mempublikasikan berita tersebut dengan bias persepsi sehingga sampai ke suatu  daerah yang penduduknya tinggal disepanjang sungai yang telah ditebari ikan, Saking senangnya mengetahui hal tersebut, mereka beramai-ramai memasang jaring untuk menangkapnya. Alhasil, cita-cita mulia penyuluh  untuk menjaga populasi ikan dari kepunahan kandas di tengah jalan akibat publikasi media sosial oleh oknum yang kurang bertanggung jawab.

Harapan Pemanfaatan TIK secara bijak dan manusiawi
Ada bagian menarik dari buku Sherry Turkle berjudul  “Reclaiming Conversation: The Power of Talk in a Digital Age” yang mencoba menggambarkan bagaimana smartphone telah merusak hubungan antarmanusia. Menurut Turkle, masyarakat hari ini berkomunikasi melalui teks, media sosial dan email, tetapi kemampuan mereka untuk berhubungan dengan orang lain telah menurun secara substansial. Mereka gagal untuk mengembangkan empati, kecerdasan emosional atau ikatan sosial.

Melalui  kegiatan penyuluhan bisa kita sisipi suatu materi untuk menggugah kesadaran sasaran penyuluhan kita agar selalu waspada terhadap dampak-dampak negatif pemanfaatan TIK, setidaknya secara tidak langsung, minimal kita sudah berkontribusi menjaga entitas budaya bangsa ini dari pengaruh globalisasi. Semoga Bermanfaat ...!


Mina Rifqi, S,Pi
Penyuluh Perikanan pada Bapeluh Temanggung-Jawa Tengah
Baca Selengkapnya...

Penyuluh Perikanan Kota Payakumbuh Adakan Sekolah Lapangan Pembenihan Lele Bagi Pelaku Utama

Sekolah Lapang merupakan suatu metode penyuluhan kepada pelaku utama yang dilaksanakan secara terencana dengan metode ceramah, diskusi, dan praktek yang dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan. Tujuan dari sekolah lapang adalah untuk memperkenalkan teknologi baru yang telah terekomendasi kepada pelaku utama. Sekaligus, hal ini merupakan metode pembinaan oleh penyuluh perikanan dalam rangka melakukan pengawalan terhadap penerapan teknologi yang sedang diintroduksi kepada pelaku utama.
Kegiatan praktek seleksi induk lele sangkuriang untuk dipijahkan
Tujuan dari diadakannya SL adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pelaku utama perikanan tentang metode pembenihan Lele Sangkuriang secara alamai. SL yang dilakukan oleh Penyuluh Perikanan di Kota Payakumbuh ini, dilaksanakan di Pokdakan Berkah, Kelurahan Sungai Durian, Kecamatan Latina.

Kegiatan SL yang dilakukan selama kurang lebih 1 (satu) bulan yaitu dari tanggal 24 Oktober 2016 - 21 November 2016 ini, dibagi menjadi 5 kali pertemuan tatap muka dimana masing-masing pertemuan diisi dengan pemberian materi dan praktek oleh narasumber dari penyuluh perikanan.

Pertemuan SL Teknik Pembenihan Lele Sangkuriang secara alami dilaksanakan satu (1) minggu sekali. Adapun secara rinci, materi SL yang diberikan adalah sebagai berikut: (1) Pengenalan Lele Sangkuriang; (2) Persiapan kolam dan pakan alami; (3) Seleksi induk dan pemijahan lele; (4) Perawatan larva dan penangulangan Hama Penyakit Ikan: dan (5) Penebaran dan perawatan benih.
Kegiatan pembuatan kakaban sebagai tempat menempel telur hasil pemijahan
SL yang dilaksanakan selama satu siklus pemijahan lele tersebut terlaksana dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan. Hasil evaluasi dampak pelaksanaan sekolah langang terhadap tingkat pengetahuan para pelaku utama yang mengikuti SL cukup baik, hampir rata-rata peserta SL menyatakan bahwa kegiatan SL yang diikuti ini dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan mereka dalam melakukan pembenihan lele yang baik.

Perlu diketahui bahwa sebelum dilaksanakan SL, para pelaku utama pembenihan lele masih sangat minim pengetahuannya terutama terkait dengan persiapan kolam pemijahan dan pembentukan pakan alami. Mereka juga masih mengandalkan induk lele lokal yang tidak diketahui secara jelas asal-usulnya sehingga sangat mempengaruhi kualitas benih yang dihasilkan.

Setelah adanya SL, para pelaku utama telah melihat serta mempraktekkan secara langsung cara pembenihan lele sangkuriang. Pada akhirnya, mereka rata-rata sangat tertarik untuk mendapatkan induk lele sangkuriang yang merupakan induk lele bersertifikat. Hal ini dikarenakan benih lele yang dihasilkan dari induk lele sangkuriang rata-rata sebanyak kurang lebih 50000 (limapuluh ribu) ekor per 1 Kg berat induk.
Baca Selengkapnya...

Analisis Potensi Kegiatan Penangkapan Ikan di Kabupaten Buleleng Bali

Kabupaten Buleleng memiliki potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan yang cukup besar, tetapi belum termanfaatkan secara optimal. Melihat potensi yang ada, peluang untuk mengembangkan usaha perikanan di kabupaten Buleleng masih cukup luas. Disamping itu, dari segi regulasi, pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng juga mempunyai komitment yang tinggi untuk membuka pintu investasi yang selebar-lebarnya kepada para investor yang berminat mengembangkan usaha perikanan dan kelautan.

Secara geografis, kabupaten Buleleng berada di belahan utara Pulau Bali  pada titik koordinat  80 03’ 40” LS  dan 1140 25’ 55” BT  sampai dengan  80 23’ 00” LS  dan  1150 27’ 28” BT. Panjang garis pantainya 157,05 Km, dengan luas wilayah daratan 136.588 Ha   atau  24,25 % dari luas wilayah Propinsi Bali. Secara topografi, kabupaten Buleleng memiliki bentangan alam dengan elevasi yang beragam, yaitu terdiri dari satuan morfologi pegunungan dan perbukitan yang membujur disepanjang batas selatan wilayah Kabupaten Buleleng, dan selanjutnya kearah utara semakin melandai dengan elevasi semakin halus sampai dengan landai di sepanjang pesisir dan pantai.
 
Pesisir pantai Buleleng secara umum landai dan ada beberapa tempat yang curam dengan ketinggian 0 s/d 40 meter dari permukaan laut.  Fisik dasar sedimen pantai terdiri dari pantai berpasir kelabu bercampur bebatuan kerikil, pantai berpasir putih, pantai berbatuan, pantai berhutan mangrove dan pantai bertebing.

Perairan laut Buleleng yang potensial untuk pengembangan budidaya laut kurang lebih 1.050 Ha, terdiri dari kawasan yang potensial untuk budidaya ikan dengan Karamba Jaring Apung seluas 500 Ha, yang potensial untuk budidaya Rumput laut 250 Ha, yang potensial untuk budidaya kerang Mutiara 250 Ha, dan kakap 50 Ha.

Potensi lestari penangkapan ikan di perairan laut Buleleng sebesar 17.809,2 ton/tahun, terdiri dari ikan pelagis besar dan kecil, ikan demersal, serta ikan karang.  Dan Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah; Tuna, Cakalang, Tongkol, Lemuru, Layang dan bebagai jenis ikan demersal serta ikan karang.
Kegiatan penangkapan dan kapal yang dimiliki oleh nelayan di Buleleng, Bali
Kegiatan Penangkapan di Kecamatan Gerokgak
Penangkapan ikan dilakukan oleh para nelayan yang berjumlah 36 kelompok nelayan dengan anggota 1.293 (Seribu dua ratus sembilan puluh tiga) orang dan tersebar di 10 (sepuluh) desa pesisir. Jumlah produksi untuk tahun 2014 adalah 1.633.6 ton. Untuk penjualan hasil penangkapan ikan konsumsi disamping dilakukan oleh para istri nelayan juga diambil langsung oleh pengapul/ juragan.

Selanjutnya, untuk penangkapan ikan hias juga kebanyakan dilakukan oleh para kelompok nelayan dan sebagian oleh perorangan. Mereka, baik Kelompok nelayan maupun perorangan dalam melakukan penangkapan ikan hias harus mempunyai ijin khusus dan telah berkomitment untuk melakukan pengangkapan dengan sistim ramah lingkungan dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat merusak populasi ikan hias.

Ikan Hias akan dibeli oleh pengepul lalu pengepul yang akan memasarkannya secara langsung ke Denpasar, ke luar Bali bahkan sudah sampai di eksport ke luar negeri. Ikan hias yang ada sangat beraneka ragam dan menurut penelitian LSM MAC dan LSM REEF CHECK berjumlah sekitar 612 jenis ikan hias.

Kegiatan Penangkapan di Kecamatan Seririt
Penagkapan Ikan di Kecamatan Seririt dilakukan oleh kelompok nelayan yang tersebar di 10 (sepuluh) desa Pesisir dengan jumlah kelompok nelayan 13 kelompok dengan jumlah anggota 582 (lima ratus delapan puluh dua) orang. Dengan jumlah produksi penagkapan tahun 2014 adalah sebesar 768,8 ton. Sedangkan potensi lestari penangkapan ikan di perairan kabupaten buleleng adalah 17.809,2 ton.

Kegiatan Penangkapan di Kecamatan Banjar
Penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh para nelayan di Kecamatan Banjar yang berdiam di desa pesisir biasanya dilakukan oleh kelompok nelayan. Kelompok nelayan yang ada sampai tahun 2014 berjumlah 7 (tujuh) kelompok dengan anggota sebanyak 317 orang. Hasil tangkapannya adalah 982,5 ton.

Kegiatan Penangkapan di Kecamatan Sawan
Kelompok nelayan yang ada di Kecamatan Sawan adalah 13 Kelompok dengan anggota sebanyak 345 orang. Penangkapan ikan di laut pada tahun 2014 sudah mencapai 326,6 ton. Pemasaran hasil tangkapan ada yang dijual ke Denpasar dan ada yang dijual di pasar tradisional di Kabupaten Buleleng dan ada yang diolah oleh ibu-ibu nelayan yakni pindang, abon, sate, dan lain lain.

Kegiatan Penangkapan di Kecamatan Kubutambahan 
Usaha penagkapan ikan di laut di Kecamatan Kubutamban masih dilakukan oleh para nelayan yang tinggal di daerah pesisir seperti desa bungkulan, desa Kubutambahan dan Bukti. Jumlah kelompok nelayan yang ada mencapai 24 kelompok dengan anggota 611 orang. Sedangkan hasil tangkapan rata-rata setiap setiap tahunnya mencapai sekitar 8,688,3 ton.

Kegiatan Penangkapan di Kecamatan Tejakula
Penangkapan ikan di laut dilakukan oleh para nelayan yang berada di daerah pesisir antara lain desa Pesisir Sambirenteng, Tejakula, Penuktukan, Bondalem, Tembok, yang tergabung dalam wadah Kelompok Nelayan sebanyak 50 kelompok, dengan jumlah anggota sebanyak 1.639 orang. Produksi penangkapan sebesar 4,903,0 ton. Hasil tangkapan selain dipasarkan basah di Singaraja juga ke Denpasar, Bangli dan Karangasem.

Alat Tangkap 
Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Buleleng adalah pancing dan mini purseine. Nelayan di Kabupaten Buleleng umumnya melakukan melakukan kegiatan penangkapan one day trip dengan menggunakan armada tangkap (jukung/perahu) kapasitas kecil (maksimum 5 GT). Dan sering disebut dengan nelayan kecil atau pinggiran. Keterbatasan modal, biaya, kurangnya motivasi untuk melakukan penangkapan skala besar, keterbatasan pengetahuan tentang perkembangan alat tangkap menyebabkan nelayan di kabupaten Buleleng umumnya masih melakukan kegiatan penangkapan one day trip.

Berikut adalah analisa usaha penangkapan dengan menggunakan mini purseine:


Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Buleleng masih dalam skala kecil. Diperlukan pembinaan khusus dalam peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, bekerjasama dengan pihak permodalan untuk suntikan modal, memotivasi nelayan untuk memacu pengembangan kegiatan penangkapan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan melalui peningkatan pendapatan.

Sumber :
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buleleng. 2015. Profil Investasi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Buleleng 2015. Buleleng. Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Buleleng.

Kontributor :
Maria Niken Tri Ubaya Sakti, S.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Buleleng
Baca Selengkapnya...

23 Nov 2016

Distorsi Tugas dan Wewenang Penyuluh Perikanan; Telaah Tupoksi Penyuluh Perikanan Sebelum Pemberlakuan UU 23 Tahun 2014

Hakikatnya, kata penyuluh merujuk pada subyek yang bertanggungjawab terhadap kegiatan penyuluhan. Penyuluhan itu sendiri, menilik dari berbagai sumber, mengandung makna sebuah kegiatan pembelajaran non-formal yang dilakukan kepada sekumpulan masyarakat tertentu yang bertujuan mengangkat harkat hidupnya agar menjadi lebih baik dengan mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya sendiri.
Ilustrasi: Penyuluh perikanan bahu membahu bersama pelaku utama dalam membuat kolam ikan
Secara awam, masyarakat luas sering mengasosiasikan penyuluhan sebagai suatu kegiatan pemberdayaan dalam kelompok masyarakat yang 'terbelakang', jauh dari peradaban, dan dilakukan secara sukarela. Seringkali, untuk melakukan kegiatan pemberdayaan tersebut, diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik waktu, tenaga, maupun dana.

Penyuluh dan Penyuluhan Perikanan
Penyuluh perikanan (baca: Penyuluh Perikanan PNS) merupakan PNS yang secara khusus diberi tugas, tangungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pajabat yang berwenang pada satuan organinasi lingkup perikanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Jika dilihat, sangat jelas bahwa kegiatan penyuluhan terhadap masyarakat kelautan perikanan menjadi satu-satuan domain kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang penyuluh perikanan.

Saat ini, pada era reformasi dan otonomi daerah, penyuluh perikanan bekerja dan bertangungjawab langsung kepada Bupati atau Gubernur melalui pejabat yang diberi wewenang dalam hal ini biasanya kepada badan pelaksana penyuluhan (sesuai amanat UU No 16 Tahun 2006) dan bila disuatu daerah tidak ada badan pelaksana penyuluhan maka wewenang tersebut diberikan kepada kepala dinas yang menangani kegiatan perikanan.

Pengertian penyuluh dan penyuluhan diatas, setidaknya bisa memberikan sedikit gambaran, yang menurut hemat kami, penyuluhan adalah salah satu kegiatan yang sangat strategis. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan dan rata-rata mereka merupakan golongan dengan pendidikan rendah. Sentuhan kegiatan penyuluhan dirasa sangat cocok guna membantu mereka untuk terlepas dari ketidakberdayaan dan meningkatkan taraf hidupnya.

Secara khusus, dibidang perikanan, kegiatan penyuluhan menjadi sangat penting manakala kita melihat bahwa pelaku utama kegiatan kelautan dan perikanan sebagian besar adalah masyarakat menengah kebawah yang sangat minim pengetahuan. Mereka hidup dibawah garis kemiskinan dan bekerja dengan mengandalkan pengetahuan yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Tuntutan jaman dan perkembangan teknologi seakan menjadi hal yang asing dan dianggap menyalahi tradisi nenek moyang yang telah lama mereka yakini kebenarannya. Jika introduksi teknologi dilakukan dengan cara yang salah, maka teknologi yang diperkenalkan kepada masyarakat kelautan dan perikanan hanya akan menjadi barang rongsokan yang tidak berguna. Penolakan akan terjadi manakala introduksi teknologi dipaksakan penerapannya tanpa dilakukan upaya-upaya persuasif sebelumnya.

Pada kasus ini, penyuluh perikanan, sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai peran yang penting dalam melakukan upaya-upaya persuasif. Penyuluh perikanan akan mengambil peran dengan melakukan pendekatan andragogi dalam upaya pemerapan teknologi baru agar bisa diterima dan tidak menimbulkan gejolak yang berlebihan di masyarakat. Penyuluh perikanan yang pekerjaannya memang menyatu dan selalu bersama pelaku utama akan tahu persis kondisi sosial budaya yang ada sehingga dapat dengan tepat menentukan stategi dan upaya persuasif dalam rangka penerapan teknologi baru.

Pendekatan Korporasi vs Pendekatan Humanis
Pada kasus yang lain, pelaku utama kelautan dan perikanan seringkali hanya menjadi obyek dari berbagai program dan kebijakan pemerintah daerah yang ternyata seringkali tidak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Pelaku utama kelautan dan perikanan selalu menjadi kelinci percobaan bagi program-progam pemerintah daerah yang menghabiskan banyak anggaran. Tetapi ternyata, hasilnya tidak mampu memberikan jawaban solutif bagi kebutuhan dan kemauan pelaku utama kelautan dan perikanan.

Pendekatan korporasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan programnya ternyata tidak pernah mampu mengangkat pelaku utama kelautan dan perikanan dari kelas masyarakat yang paling bawah. Program-program pemerintah daerah yang menghabiskan anggaran tidak sedikit itu seakan hanya bisa menjadi justifikasi bahwa instansi terkait mempunyai serapan anggaran yang tinggi dan mejadi indikator penting bagi kinerja birokrasi.

Pada kenyataannya, banyak daerah yang menghabiskan anggarannya dengan tanpa perencanaan yang matang. Jika ditelisik, penyerapan anggaran seringkali dipaksakan dengan tanpa bisa diukur. Perencanaan yang amburadul dan tidak terukur tentu menyebabkan program tidak berjalan sesuai dengan tujuannya.

Dalam hal ini, sekali lagi, peran penyuluh perikanan menjadi sangat diperlukan! Pendekatan humanis yang selalu menjadi pegangan bagi penyuluh perikanan dalam menjalankan tugasnya sangat cocok untuk diterapkan. Perencanaan program yang matang, jelas dan terukur merupakan salah satu domain penyuluh perikanan.

Penyuluh perikanan, dengan penguasaan wilayah binaan yang mumpuni akan mampu melakukan penggalian potensi wilayah, keadaan, dan permasalahan yang ada pada masyarakat dan para pelaku utama kelautan perikanan dengan tepat dan presisi. Dengan penguasaan wilayah binaan akan menghindarkan eror yang berlebihan dalam melakukan analisa kebutuhan. Analisa kebutuhan dan permasalahan yang ada pada masyarakat kelautan perikanan inilah yang nantinya bisa dipergunakan oleh birokrat dalam merencanakan program dan kebijakannya secara jelas dan terukur sehingga tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Distorsi Tupoksi Penyuluh Perikanan
Sesuai dengan amanah UU Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Keberadaan penyuluh ditingkat kabupaten/ kota secara ideal berada pada badan pelaksana penyuluhan (bapeluh) sedangkan di tingkat provinsi penyuluh berada pada badan koordinasi penyuluhan (bakorluh).

Tetapi, selama UU Nomor 16 tahun 2006 diberlakukan, masih banyak kabupaten/ kota dan provinsi yang tidak mau membentuk bakorlu atau bepeluh. Daerah dengan dalih otonomi, merasa tidak wajib untuk membentuk bapeluh ataupun bakorluh. Efek dari ego otonomi yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegiatan penyuluhan perikanan tidak berjalan dengan optimal.

Ketika suatu daerah kabupaten/ kota tidak mempunyai bapeluh, biasanya penyuluh perikanan berkantor (baca:satminkal) pada dinas teknis yang menangani kegiatan perikanan. Pemasalahan yang kemudian muncul adalah bahwa penyuluh perikanan yang berkantor di dinas teknis, tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh perikanan dikarenakan dibebani tugas-tugas pengadministrasian (peng-SPJ-an).

Lucunya lagi, seringkali, kepala dinas lebih percaya diri menggunakan staff-nya untuk melakukan tugas-tugas penyuluhan, alih-alih berkoordinasi dengan penyuluh perikanan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Penyuluh ditukar posisinya menjadi staff dengan dalih minim pengalaman tetapi lebih menguasai komputer! (tugas peng-SPJ-an).

Distorsi tugas dan wewenang penyuluh perikanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan perikanan ini dilakukan dengan dalih bahwa mereka mendapat tugas dari pimpinan unit kerja/ kepada dinas yang tentunya harus dilaksanakan. Jika ditelisik, sebenarnya, secara struktur tidak pernah ada hubungan/ garis komando antara seorang pejabat struktural dengan penyuluh perikanan yang notabene adalah seorang pejabat fungsional.

Hubungan antar penyuluh dan pimpinan unit kerja/ kepada dinas adalah sebenarnya hubungan koordinasi. Keduanya setara, duduk sama tinggi dan berdiri sama rendah. Tidak bisa yang satu memerintah yang lain dan juga sebaliknya. Akan tetapi, kenyataan dilapangan tidaklah demikian. Kepala dinas seringkali mempekerjakan penyuluh perikanan untuk melaksanakan kegiatan yang bukan menjadi tupoksinya.

Bisa dipastikan bahwa mereka, para penyuluh perikanan, tidak berdaya untuk menolak perintah kepala dinas. Padahal sudah jelas bahwa tugas tersebut sama sekali bukan menjadi tupoksinya. Hal ini bisa terjadi karena selama ini, mekanisme pelaporan yang dilakukan oleh seorang penyuluh perikanan dalam menjalankan pekerjaannya harus melalui penandatanganan dan pengesahan oleh kepala dinas. Hubungan semacam ini menjadi rancu, sekaligus menjadi sejata bagi seorang pejabat struktural untuk memberikan tugas kepada penyuluh perikanan walaupun tidak sesuai tupoksinya.

Bagaimana mungkin penyuluh menolak perintah seorang kepala dinas jika 'nasib mereka' yang menentukan adalah kepala dinas? Bisa jadi, mereka yang 'maaf' pandai mengambil hati seorang kepala dinas akan lebih mudah memperoleh tandatangan dan pengesahan pelaporannya walaupun dia tidak cakap dilapangan dibandingkan dengan penyuluh lain yang cakap dalam menjalankan tupoksinya, akan tetapi sering menolak perintah kepala dinas yang tidak berhubungan dengan tupoksinya.

Lalu bagaimana penyuluh perikanan yang berkantor di badan penyuluhan? Apakah bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik? Idealnya, sesuai dengan amanah Undang-undang, penyuluh memang bernaung pada badan penyuluhan. Penyuluh yang berada dibadan penyuluhan secara umum, relatif telah dapat melaksanakan tugas dan fungsi penyuluh dalam melaksanakan tupoksinya.

Akan tetapi, tidak berarti penyuluh perikanan yang berada pada badan penyuluhan tanpa masalah. Biasanya, masalah yang terjadi adalah ketika seorang penyuluh perikanan tidak terlalu difungsikan sebagai penyuluh perikanan, tetapi justru diperbantukan (baca: dipaksa) untuk mendampingi dan melakukan penyuluhan pada sektor lain. (baca: pertanian).

Permasalahan lain yang timbul adalah terkait pendanaan. Jika diibaratkan, penyuluh perikanan yang berada di badan bagaikan sebuah senapan AK-47 tapi tanpa amunisi. Minimnya pendanaan membuat penyuluh perikanan terlihat mandul. Dilapangan, penyuluh perikanan tak mampu berbuat banyak untuk berakselerasi, mereka kalah pamor dengan staff bidang perikanan yang 'difungsikan sebagai penyuluh'yang dibekali dengan senjata lengkap dan amunisi penuh!

Sadar ataupun tidak, mereka yang 'berkantor' di dinas tidak pernah bisa sepenuh hati menjadi penyuluh sejati! Aktivitas pembinaan terhadap pelaku utama yang terkadang mengharuskan penyuluh mendampinginya selama 24 jam akan sulit terjadi jika penyuluh lebih sering duduk dibelakang meja untuk menyelesaikan tugas peng-SPJ-an dari atasan (Baca: kepala dinas). Sedangkan mereka yang berkantor di bapeluh seringkali disepelekan karena hanya bisa bermodalkan 'omdo' tanpa didukung pendanaan yang ideal.

Uraian diatas menunjukkan bahwa betapa besarnya tugas dan kewajiban yang harus diemban oleh seorang penyuluh perikanan, dan akan sangat sulit untuk terwujud, sekiranya totalitas pekerjaannya sebagai penyuluh terdistorsi oleh tugas lain yang bukan tupoksinya (baca: peng-SPJ-an dan pemaksaan). Satu-satunya cara untuk menjaga totalitas penyuluh perikanan dalam menjalankan tupoksinya adalah dengan menempatkan penyuluh perikanan pada lembaga penyuluhan yang merupakan representasi langsung dari pusat (baca:KKP) yang tidak terdistorsi di masing-masing daerah.
Sumber utama: kompasiana.com/myna

Marbowo Leksono, S.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama pada Bapeluh Purbalingga, yang sebentar lagi akan dibubarkan :)
Baca Selengkapnya...

Lia Yulianti, S.Pi; Penyuluh Teladan yang Tidak Mengenal Waktu dalam Mendampingi Pelaku Utama

FKP3D, Korwil Barat - Lia Yulianti,S.Pi, merupakan perempuan kelahiran Bogor, 45 tahun yang lalu. Lia, adalah salah seorang punyuluh perikanan yang bertugas di Kecamatan Kalianda, Kab. Lampung Selatan. Mulai bekerja dan menjadi PNS pada tahun 2006 hingga melakukan Impassing dan bekerja sebagai penyuluh perikanan sejak tahun 2010.
Lia Yulianti, S.Pi dan berbagai kegiatan pembinaan di Wilayah Binaannya
Lia Yulianti, seperti juga kebanyakan penyuluh perikanan yang lainnya. Dia bekerja dan menyatu dengan pelaku utama perikanan, pekerjaannya sebagai penyuluh perikanan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Tidak mengenal waktu, dia bekerja siang dan malam dalam membantu dan membimbing pelaku utama yang membutuhkannya.

Hal yang membuat kita terkagum pada sosok Lia Yulianti, S.Pi ini adalah bahwa dia, memiliki 72 kelompok binaan yang terdiri dari 37 Pokdakan, 22 Poklahsar, 13 KUB dan 1 Pokmaswas. Sungguh luar biasa potensi sumberdaya yang ada diwilayah binaannya, semua subsektor ada, baik budidaya, pengolahan maupun penangkapan dan kelompok pengawas. Seorang penyuluh yang benar-benar multitalent karena harus membina kelompok dari berbagai sub-disiplin ilmu!

Membina 72 kelompok sungguh merupakan pekerjaan yang sungguh berat, bisa dibayangkan jika hari kerja efektif seorang PNS adalah 5 hari dalam 1 minggu, maka dalam satu bulan akan ada 20 hari kerja. Jadi, jika dalam satu bulan harus mengunjungi dan melakukan pembinaan kepada 72 kelompok, maka dalam satu hari dia harus melakukan kunjungan pembinaan kepada 3-4 kelompok! Itu baru kegiatan pembinaan kelompok, belum lagi kegiatan-kegiatan lainnya seperti demonstasi cara, temu lapang, temu wicara, dan temu teknis yang tentunya akan menyita banyak waktu.

Mungkinkah seorang penyuluh perikanan pertama mampu melakukan kunjungan pembinaan kepada 3-4 kelompok dalam satu hari? Tentu kebanyaka dari kita akan menjawab sangat susah! Akan tetapi, itulah kenyataan yang dihadapi oleh Lia di lapangan. Waktunya benar-benar tercurah untuk melakukan pembinaan kepada pelaku utama di wilayah binaannya. Bahkan, dengan keterbatasan yang ada, dia juga sering melakukan kegiatan-kegiatan insidental yang cukup menguras tenaga dan waktunya.

Kegiatan insidental tersebut biasanya merupakan kegiatan pendampingan dan pengawalan kegiatan-kegiatan dari dinas teknis seperti pengawalan pemberian bantuan induk ikan, bibit ikan, serta batuan sarpras lainnya. Kesemuanya itu, harus dikawal dan berita acara serahterima bantuannya harus ditandatangani oleh penyuluh perikanan sebagai saksinya. Artinya, penyuluh perikanan juga harus bertanggungjawab agar bantuan yang diberikan termanfaatkan dan tepat sasaran.

Selama menjadi penyuluh perikanan, Lia Yulianti, S.Pi bisa dikatakan telah menorehkan prestasi yang gemilang. Dia mampu membawa kelompok binaannya yaitu Pokdakan Mina Rahayu sebagai HSRT berprestasi I Tingkat Nasional ditahun 2011, KUB Putra Bahari 1 sebagai juara 1 tingkat Provinsi pada tahun 2011. Sedangkan di tahun 2012, Dia juga mampu menghantarkan KUB Putra Ogie Juara 1 Tingkat Kabupaten.

Tidak hanya kelompok binaannya yang berprestasi, Lia juga bisa berbangga hati karena mampu menjadi penyuluh terbaik di tingkat provinsi dan mewakili provinsi Lampung menjadi penyuluh perikanan terbaik peringkat 4 Tingkat Nasional pada tahun 2012. Keterbatasan, tidak membuat penyuluh perikanan di daerah sepi prestasi, mereka ternyata mampu menunjukkan bahwa mereka bekerja dengan baik dan melebihi apa yang terkadang tidak kita sangka!
Baca Selengkapnya...

21 Nov 2016

Penyuluh Perikanan Kab.Banyuasin Identifikasi Pokdakan Calon Penerima Bantuan Tahun 2017

FKP3D, Korwil Barat - Penyuluh perikanan dan Tim Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin pada hari ini, 21 November 2016 telah berhasil melakukan identifikasi pada 6 (enam) Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) calon penerima bantuan sarana prasarana perikanan budidaya tahun 2017. Identifikasi dilakukan di dua kecamatan, yaitu kecamatan Sembawa dan Kecamatan Talang Kelapa.
Proses Identifikasi dan Verifikasi oleh Penyuluh Perikanan dan Dinas Perikanan Kab. Banyuasin
Dari Kecamatan Sembawa terdapat 2 (dua) pokdakan yang berhasil diitentifikasi yaitu Pokdakan Rumah Lele dari Desa Lalang Sembawa dan pokdakan Mina Mandiri di desa Rejodadi. Sedangkan dari Kecamatan talang tengah berhasil diidentifikasi sebanyak 4 kelompok yaitu pokdakan Sugih Waras dan pokdakan Marga Mulya dari Kelurahan Sukamoro, pokdakan Maju Sejahtera dan pokdakan Puncak Mandiri dari desa Talang Buluh.

Lokasi pertama yang kami datangi yaitu pokdakan Rumah Lele yang diketuai oleh Yudianto. kelompok pembesaran dengan komoditas utama lele ini ternyata baru saja mendapat musibah. Karena hujan yang sangat deras menyebabkan kolam kebanjiran dan diperkirakan mengalami kerugian sekitar 200 kg ikan lele yang terbawa banjir. Namun musibah yang dialami kelompok tidak menyurutkan semangat mereka untuk memulai swadaya lagi, dengan sisa modal yang mereka punyai, mereka mulai bangkit untuk berbudidaya ikan lele kembali.

Kelompok kedua yang kami kunjungi untuk identifikasi adalah pokdakan Mina Mandiri yang berlokasi di desa Rejodadi. Pokdakan mina mandiri merupakan kelompok yang telah maju dan sudah dua kali memenangkan lomba kelompok teladan tingkat provinsi Sumatera Selatan. kelompok ini sangat maju karena mampu mengandeng beberapa kelompok di kecamatan lain untuk diajak bermitra.

Dari hasil idenifikasi dan monitoring ternyata pokdakan Mina Mandiri pernah mendapatkan bantuan berupa Bak Fiber untuk budidaya ikan lele dengan sistem bioflok. Akan tetapi, karena hasilnya kurang memuaskan dan biaya operasional yang cukup tinggi, maka kelompok lebih memilih untuk budidaya di kolam terpal dan kolam tanah secara intensif dengan sistem konvensional daripada menggunakan sistem bioflok.

Kelompok ketiga yang kami kunjungi adalah pokdakan Sugih Waras di Kelurahan Sukamoro Kecamatan Talang Kelapa. Kelompok ini merupakan kelompok yang memanfaatkan lahan bekas galian tanah yang dipergunakan untuk membuat batu bata/ genteng. Galian tanah tersebut dimanfaatkan untuk membudidayakan ikan gurami,lele, dan nila. Kelompok yang diketuai oleh Mustopa ini mengeluhkan mata pencaharian mereka selama ini sebagai pembuat batu bata yang semakin lama penghasilannya semakin menurun karena harga jual batu bata yang semakin rendah. Maka dari, mereka ingin sekali mendapatkan penghasilan yang lebih baik dari berbudidaya ikan yang sudah mereka jalani. Kelompok sangat mengharapkan untuk mendapatkan bimbingan yang lebih intensif dari penyuluh.

Selanjutnya, identifikasi dilanjutkan ke pokdakan Maju Sejahtera di Desa Talang Buluh. Kelompok ini sudah beberapa kali dikunjungi baik dari dinas perikanan kabupaten Banyuasin, tim GERPARI, dan beberapa wartawan. Mereka sangat berharap dengan sentuhan tangan penyuluh perikanan usaha budidaya yang selama ini sudah berjalan lima tahun mendapatkan perhatiaan khusus dari pemerintah daerah maupun pusat.

Kelompok kelima yang berhasil kami identifikasi adalah pokdakan Puncak Mandiri yang diketuai Agus. Di Kelompok ini, masih banyak lahan yang belum sepenuhnya di manfaatkan karena keterbatasan permodalan. Segmentasi usaha dari Pokdakan Puncak Mandiri adalah usaha pebesaran dengan komoditas utama ikan lele dan patin. Kendala yang sadang dihadap oleh kelompok ini adalah harga jual ikan patin yang sangat rendah. Panen ikan patin pada bulan November ini hanya dihargai Rp 9000/kg oleh pengepul ikan.

Kemudian, kelompok terakhir yang kami kunjungi adalah Pokdakan Marga Mulya. Kelompok yang berdiri sejak tahun 2012 ini mengusahakan semua segmen usaha budidaya baik pembenihan, pembesaran, maupun pembuatan pakan mandiri. Adanya bantuan mesin pelet dari dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi pada tahun 2015 telah mampu mengangkat pendapatan kelompok ini. Dengan mesin pelet tersebut, kelompok mampu memproduksi pakan ikan maksimal sebanyak 1 ton/ hari.

Pada dasarnya, tujuan utama dari identifikasi adalah untuk memastikan bahwa kelompok calon penerima bantuan merupakan kelompok yang legal, telah diakui oleh dinas terkait dan dibina oleh penyuluh perikanan, anggota kelompok berasal dari satu desa yang sama, serta kelompok calon penerima bantuan juga harus mampu membuat RUB serta melaksanakannya secara baik.

Kontributor: Triana Mareta, S.Pi - Banyuasin, Sumsel.
Baca Selengkapnya...

20 Nov 2016

Kinerja Penyuluh Perikanan: Masih Perlukah dipertanyakan?

Sebagai penyuluh perikanan, saya merasakan masih sangat junior, mulai mengabdi dan menjadi CPNS pada tahun 2012 dan baru resmi diangkat dalam jabatan fungsional penyuluh perikanan pada tahun 2015. Badan  Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Banyuasin adalah instansi dimana saya bertugas.
Panen Ikan Pantin Penyuluh Perikanan Bersama Kelompok Binaannya
Saya mulai bekerja dan di tempatkan di Kecamatan Air Kumbang yang berjarak sekitar 60 km dari tempat tinggal saya. Bisa dikatakan bahwa wilayah binaan saya ini merupakan daerah yang kurang berpotensi dikarenakan air di daerah ini sangat asam yaitu berkisar antara 4-5. Namun demikian, ternyata antusiasme masyarakat di wilayah binaan saya untuk berbudidaya sangat tinggi, dengan keadaan sumberdaya alam yang ekstrim ternyata mereka besemangat setiap mendapatkan pembinaan dari saya sebagai penyuluh perikanan.

Antusiasme yang begitu tinggi telah menjadi penyemangat bagi saya, ditahun pertama saya ditugaskan, saya telah berhasil menumbuhkan sebanyak 6 (enam) kelompok pelaku utama perikanan. Hingga saat ini, ternyata kelompok binaan saya tersebut masih aktif walau belum pernah di sentuh bantuan dari pemerintah pusat. Tahun 2013, saya mendapatkan tugas tambahan dari Kepala BP4K untuk menjadi petugas operator simluh. Ditengah pembinaan kepada pelaku utama yang berat, saya masih harus bertangungjawab untuk menjadi admin simluh dengan tugas utama entry dan update data simluh seluruh kabupaten Banyuasin.

Walaupun secara pribadi, saya merasa menikmati tugas tambahan menjadi operator simluh. Tetapi, pekerjaan ini tetap merupakan pekerjaan yang berat. Dan faktanya, penghargaan yang saya dapatkan, sering kali tidak linier dengan beban tugas yang tinggi tersebut.

Karena adanya kebijakan dari Bupati Banyuasin, pada tahun 2014, sebanyak 12 orang penyuluh perikanan yang semula berada di BP4K, 9 diantaranya dipindahkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan. Saya merupakan bagian dari penyuluh yang dipindahkan ke Dinas Perikanan dan Kelautan dan menempati wilayah kerja yang baru di Kecamatan Talang Kelapa.

Kecamatan Talang Kelapa merupakan kawasan Minapolitan dengan potensi sumberdaya alam yang bagus. Sebelum saya ditempatkan di Kecamatan Talang Kelapa, jumlah kelompok pelaku utama perikanan hanya ada 3 (tiga) saja. Namun setelah penempatan saya hingga sekarang jumlah kelompok telah berkembang menjadi 36 (tiga puluh enam) kelompok.

Kebanggan tersendiri bagi saya karena pada saat saya bertugas di Kecamatan Talang Kelapa, kelompok binaan saya berhasil meraih juara 2 (dua) lomba GEMPITA yang diadakan di Padang pada tahun 2014.

Terakhir, yang juga paling membanggakan bagi saya adalah ketika saya didaulat menjadi narasumber nasional pada acara penyebarluasan IPTEK melalui Video Conference (Vicon). Walaupun sebagai narasumber saya harus swadaya dalam menyiapkan segala sesuatu, termasuk menyiapkan materi dan bahan praktek, tetapi saya sangat bangga karena dapat menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan wawasan baru kepada masyarakat di seluruh Indonesia melalui fasilitas vicon. Bagi saya, menjadi narasumber nasional dalam acara Vicon merupakan suatu prestasi dan benar-benar menjadi ladang amal bagi saya.

Kekecewaan terkadang menggelanyut, ketika ada suara-suara sumbang yang mempertanyakan kinerja penyuluh perikanan. Ingin sekali saya menantang kepada mereka yang mempertanyakan kinerja penyuluh perikanan untuk menggantikan posisi saya sebagai penyuluh perikanan, agar mereka merasakan bagaimana beratnya menjadi penyuluh.

Jika mau diukur, dengan keterbatasan yang ada, kinerja penyuluh perikanan tidak akan dapat diukur dengan materi sekalipun. Penyuluh perikanan bekerja dan pergi ke wilayah binaan dengan tanpa SPPD, yang ada justru menyisihkan gaji/ hak kami untuk transportasi. Bersyukurlah jika di wilayah Kabupaten/ Kota/ Provinsi yang telah memberikan biaya operasional, tunjangan lain-lain, dan biaya makan.

Banyak permasalahan yang kami hadapi, kendala keamanan wilayah yang harus mempertaruhkan nyawa, jalan yang sangat ekstrim ke lokasi kerja sampai susah membedakan mana daratan dan perairan, jauhnya lokasi kerja dari rumah dengan biaya operasional yang kurang memadai kami terima.

Selama saya bekerja sebagai penyuluh perikanan, saya tidak pernah mengalami mendapatkan biaya transport, ataupun tunjangan lain-lain, tetapi hal ini tidak memadamkan semangat kami dalam berkarya dan membina pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebagai penyuluh perikanan, kami selalu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat yang membutuhkan dengan tidak pernah mengharapkan imbalan dan balas jasa.

Pernahkah pemerintah pusat memperhatikan penyuluh perikanan didaerah, yang dengan keterbatasannya, mereka mampu menjadi seorang yang multitalent dalam melakukan pembinaan kepada pelaku utama? Kami tidak pernah menuntut apapun baik pemerintah daerah atau pusat, kami hanya ingin bahwa profesi penyuluh perikanan dihargai dan tidak dipandang sebelah mata. Kami merupakan agen perubahan, ujung tombak dan ujung tombok, namun ternyata penghargaan kepada kami sebagai penyuluh perikanan masih sangat kurang.

Semoga cerita dari saya membuka mata dan telinga bahwa kami ini penyuluh perikanan ini adalah yang turut sumbangsih suksesnya program kerja daerah maupun pusat. Tanpa adanya kami kedepan jangan harap kelompok akan terus bertambah dan berkembang. Karena hanya penyuluh yang bisa mempertahankan keberadaan kelompok. Bukan pemerintah pusat atau daerah.

Ditulis oleh Triana Mareta, S.Pi - Banyuasin, Sumsel.
Baca Selengkapnya...

Penyuluh Perikanan PNS Daerah Pertanyakan Kejelasan Statusnya di Tahun 2017

FKP3D, Lampung - Penyuluh perikanan di Lampung mempertanyakan status kepegawaian mereka.  Rostuti Lusiwati Sitanggang, salah seorang penyuluh perikanan Provinsi Lampung, mengatakan, seharusnya per 1 Oktober 2016,  seluruh penyuluh perikanan se-Indonesia menjadi pegawai pusat.
“Ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2016. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Menteri Keuangan sepertinya tak peduli dengan ini sehingga sekarang status kami tidak jelas,” ujar penyandang gelar sarjana perikanan ini kepada jejamo.com via ponsel, Sabtu malam, 19/11/2016.
Pemda di Provinsi Lampung yang di daerahnya terdapat penyuluh perikanan, telah menandatangani  Berita Acara Serah Terima (BAST) personel dan sarana prasarana (P2D)  sebagai tindak lanjut ketaatan kepada UU Nomor 23 Tahun 2014.
“Seyogianya ini diberlakukan 2 tahun setelah diundangkan.  BAST tersebut telah diserahkn kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, sampai saat ini, BAST tersebut tidak diketahui tindak lanjutnya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ujar Bendahara DPD Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia (Ipkani) Lampung itu.
Tuti, sapaan akrabnya, mengatakan, pihaknya sudah melakukan banyak upaya, dari mengirimkan surat resmi ke Komisi IV DPR, surat ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Kepagawaian Nasional, dan Kementerian Dalam Negeri.
“Namun sampai sekarang belum ada titik terang. Bahkan,  tahun 2017 mendatang banyak penyuluh perikanan terancam tak bergaji,” ujarnya.
Pihaknya menuntut agar pemerintah melaksanakan amanah UU Nomor 23 Tahun 2016.
“Jika tidak, Menteri Keuangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan berpotensi melanggar undang-undang,” katanya.
Tuti menambahkan, langkah yang akan dilakukan selanjutnya ialah menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo.(*)
Sumber: Laporan Adian Saputra, Wartawan Jejamo.com
Baca Selengkapnya...