7 Apr 2017

Menegaskan Eksistensi Penyuluhan Perikanan dalam Peraturan Perundang-Undangan RI

Undang-undang No. 7 Tahun 2016
Tujuan pembangunan perikanan dan kelautan sesungguhnya diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besarnya kesejahteraan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Selama ini komunitas tersebut telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan perdesaan. Namun demikian, keberadaan mereka sangat bergantung pada sumber daya Ikan, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, kepastian usaha, akses permodalan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sehingga membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah payung hukum yang menjamin eksistensi komunitas nelayan,pembudidaya ikan serta petambak garam dalam melakukan usaha perikanan dan kelautan.

Medio April 2016, Pemerintah mengesahkan Undang-undang nomor 7 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak garam . Setelah sebelumnya pada pada tahun 2013 Pemerintah telah terlebih dahulu menetapkan Undang-undang No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Perlindungan adalah segala upaya untuk membantu Nelayan, Pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam menghadapi permasalahan kesulitan melakukan usaha Perikanan atau usaha pergaraman. Sedangkan pemberdayaan adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam untuk melaksanakan usaha secara lebih baik

Undang-undang no 7/2016 ini bertujuan untuk: 1) menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; 2) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan; 3) meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam; 4) menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan; 5) menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; 6) melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan 7) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum.

Keberadaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai entitas penting dalam struktur masyarakat Indonesia menjadi alasan kuat adanya perlindungan dan pemberdayaan terhadap komunitas tersebut. Peran Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat signifikan untuk mengimplementasikan peraturan yang telah ditetapkan. Setidaknya terdapat 8 (delapan) strategi yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk urusan perlindungan yaitu : 1) penyediaan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 2) kemudahan memperoleh sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 3) adanya jaminan kepastian usaha; 4) adanya jaminan resiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan dan pergaraman; 5) menghapuskan praktik ekonomi biaya tinggi; 6) pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman; 7) adanya jaminan keamanan dan keselamatan; dan 8) tersedianya fasilitasi dan bantuan hukum. Adapun strategi pemberdayaan dilakukan melalui : pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan pendampingan; kemitraan usaha; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi; serta penguatan kelembagaan.

Pembahasan mengenai pemberdayaan, tidak dapat dilepaskan dari penyuluhan. Sebab penyuluhan merupakan proses pemberdayaan masyarakat. Inti dari kegiatan penyuluhan adalah memberdayakan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan tersebut terkandung pemahaman bahwa proses tersebut diarahkan pada terwujudnya masyarakat yang beradab dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan terbaik untuk kesejahteraannya sendiri. Amanah menyatakan bahwa komunitas petani, nelayan, dan peternak sangat bergantung pada eksistensi penyuluh dan keberlanjutan program penyuluhan. Kesulitan yang dihadapi komunitas tersebut di lapangan, bukan semata karena faktor teknis, tetapi persoalan yang lebih kompleks, seperti penanganan aspek resiko dan ketidakpastian, pengembangan jaringan pemasaran atau kerjasama dengan sektor swasta, pengorganisasian sumber daya manusia, dan peningkatan mutu produk.

Eksistensi Penyuluhan Perikanan dalam Peraturan Perundang-undangan RI
UU No. 7 tahun 2016 secara spesifik menyebutkan tentang strategi pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan yaitu Pasal 12 ayat 3. Adapun pada pasal 49, Undang-undang tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pemilik kewenangan untuk menyediakan fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan serta petambak garam. Di antara fasilitas yang dimaksud adalah pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh. Penyediaan tenaga penyuluh paling sedikit terdiri atas 3 (tiga) orang penyuluh dalam 1 (satu) kawasan potensi kelautan dan perikanan. Penyuluh perikanan harus memiliki kompetensi di bidang usaha perikanan dan atau usaha pergaraman.

Selain Undang-undang No. 7 tahun 2016, sebelumnya telah ada UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan; UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah, yang kesemuanya mengatur tentang penyuluhan perikanan. Diaturnya penyuluhan dalam beberapa Undang-undang tersebut menunjukkan peran pentingnya dalam pembangunan masyarakat perikanan dan kelautan. Penyuluhan merupakan bagian dari pendidikan yakni pendidikan non formal dimana daya jangkau pelayanannya kepada masyarakat lebih luas dibandingkan pendidikan formal. Pendidikan formal hanya menjangkau kelas-kelas masyarakat dalam rentang usia tertentu serta dibatasi ruang belajar. Adapun sasaran penyuluhan, tidak dibatasi oleh usia maupun profesi tertentu dan dapat dilakukan dimanapun serta kapanpun.

Menatap Era Baru Penyuluhan Perikanan
Dalam perspektif peraturan, penyuluhan sangat dibutuhkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM utamanya pada masyarakat kelautan dan perikanan. Sebab kualitas SDM adalah salah satu prasyarat yang menentukan nasib sebuah Negara dan eksistensinya di masa yang akan datang. Di masa lalu penyuluhan dianggap sebagai aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi keuangan daerah, tidak bisa dilihat secara cepat hasilnya, dan hanya dilihat kepentingannya di saat genting seperti saat mitigasi bencana atau ketika ada wabah penyakit melanda. Berbagai persoalan menjadi kendala dalam kegiatan penyuluhan, diantaranya: 1) adanya kesalahan persepsi pada para penyelenggara penyuluhan di daerah; 2) citra penyuluhan dianggap masih kurang baik; 3) apriori di kalangan masyarakat tertentu terhadap penyuluhan; 4) di masa lalu penyuluhan terwarnai oleh muatan politik organisasi politik tertentu; dan 5) di era otonomi penyuluhan ditinggalkan oleh sebagian penguasa di daerah karena tidak jelas dan tidak tampak secara langsung.

Sejak diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka urusan penyelenggaraan penyuluhan perikanan selanjutnya menjadi urusan Pemerintah Pusat yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan. Setelah melalui serangkaian proses identifikasi dan verifikasi P3D (Personel, Pendanaan, Prasarana dan Dokumen), maka sejak Oktober 2016, seharusnya seluruh penyuluh perikanan pengangkatan daerah secara status akan berubah menjadi penyuluh pusat. Namun sayangnya, Kementrian Kelautan dan Perikanan termasuk salah satu Kementrian yang terlambat dalam mengimplementasikan Undang-undang tersebut. Periode dua tahun sebagaimana yang diamanatkan undang-undang, belum terealisasi hingga saai ini. Menjelang akhir 2016, beredar kabar bahwa KKP belum menganggarkan untuk penyuluhan perikanan. Hal tersebut menjadikan Kemendagri selaku Kementrian yang bertanggungjawab atas pelaksanaan UU No. 23/2014 membuat Surat Edaran kepada Pemda agar Pemda tetap mengalokasikan APBD nya untuk kegiatan penyuluhan pada tahun 2017, sedangkan gaji para penyuluh dialokasikan melalui DAU.

Berkaca dari pengalaman di masa lalu dimana penyuluhan lebih banyak dimanfaatkan sebagai alat pencapaian target kuantitatif semacam produksi komoditas, sehingga kurang difokuskan kepada perbaikan mutu hidup petani dan keluarganya, maka seyogyanya kini peran penyuluh dikembalikan ke asalnya. Penyuluh berperan dalam membantu manusia agar dapat menolong dirinya sendiri. Artinya penyuluhan diarahkan untuk menyelesaikan akar permasalahan, tidak semata pada gejala yang muncul di permukaan. Contohnya adalah, persoalan klasik kekurangan modal tentu bukan membagi-bagikan dana sebagai solusinya. Lebih jauh, penyuluhan hendaknya tidak terkotak-kotak pada sektor atau komoditas, tapi lebih ditujukan pada pengembangan mutu hidup manusia dan lingkungannya. Hal ini mempertegas bahwa output penyuluhan tidak berada dalam ranah peningkatan produksi atau peningkatan kesejahteraan. Penyuluhan adalah salah satu komponen (hanya salah satu) dari beberapa komponen yang menunjang peningkatan produksi dan pendapatan. Komponen lain yaitu modal, iklim usaha, kebijakan pemerintah dan pasar.
Penyuluh sebagai motivator dan konsultan perikanan bagi pelaku utama
Tantangan yang dihadapi sektor kelautan dan perikanan sangatlah kompleks, baik pada sub sektor budidaya, penangkapan, pengembangan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, pun pada sub sektor pengolahan dan pemasaran hasil perikanan serta usaha pergaraman. Kondisi sumber daya alam saat ini berubah dengan drastis, diantaranya sebagai efek perubahan iklim. Belum lagi adanya perilaku eksploitatif yang cenderung destruktif dalam memanfaatkan potensi pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Hal ini telah mempersulit kehidupan rumah tangga masyarakat perikanan. Penyuluhan perikanan harus mampu menjawab tantangan ini dengan berperan sebagai motivator, partner, konsultan, fasilitator perubahan, dan penasehat bagi masyarakat. Tugas sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator bahkan sebagai agent of change tidak dapat digantikan oleh profesi-profesi yang lain. Karena penyuluh memiliki kompleksitas dalam pelaksanaan tugasnya.

Dari sisi ketenagaan, dengan menyadari pentingnya keberadaan penyuluh, pemerintah harus segera mencabut kebijakan moratorium PNS. Jika alasannya adalah karena keterbatasan anggaran, Pemerintah wajib melakukan evaluasi terhadap alokasi pos pemasukan dan pengeluaran APBN. Biaya-biaya bunga atas hutang LN hendaknya dipangkas dan dialihkan untuk pembangunan SDM Indonesia melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah juga harus memiliki pemetaan kawasan-kawasan potensial perikanan yang mendukung tercapainya program prioritas, sehingga memiliki landasan dalam penempatan SDM dan jumlah penyuluh perikanan di sebuah wilayah. Peningkatan kompetensi penyuluh perikanan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Kelautan dan Perikanan.

Penyuluh Perikanan harus didekatkan kepada sumber-sumber pengembangan teknologi yakni Perguruan Tinggi maupun Lembaga-lembaga Penelitian. Sehingga dalam proses diseminasi teknologi secara partisipatif kepada pelaku utama binaannya, penyuluh perikanan memiliki modal yang memadai. Aksesnya harus dipermudah dan didukung dengan anggaran yang cukup. Sehingga penyuluh perikanan betul-betul mampu menjadi role model bagi masyarakat. Secara spesifik, penyuluh perikanan dapat mengembangkan kekhususan kompetensinya sesuai bakat, minat, dan konsistensi bidang yang dimilikinya, bisa di bidang budidaya perairan, teknologi penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan pengembangan kelembagaan sosial-ekonomi perikanan. Pada level kepakaran, penyuluh perikanan memilih spesialisasi yang ditekuninya.

Pengembangan metode dan media dan kemampuan komunikasi, menjadi aspek penting dalam mewujudkan keberhasilan kegiatan penyuluhan. Faktor utama yang perlu diperhatikan adalah karakteristik sasaran. Metode partisipatif dengan melibatkan pelaku utama sejak proses perencanaan,pelaksanaan sampai evaluasi penyuluhan, sejauh ini yang paling efektif untuk mempercepat perubahan perilaku pada diri pelaku utama dan pelaku usaha.

Menyikapi perubahan kewenangan penyelenggaraan penyuluhan, maka kelembagaan penyuluhan perikanan yang dinilai efektif dan efisien serta mudah dalam pengelolaan kinerja penyuluh ke depannya meliputi :

  1. Di tingkat pusat, berupa badan yang menangani penyuluhan pada Kementrian Kelautan dan Perikanan;
  2. Di tingkat regional, berupa Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup KKP;
  3. Di tingkat provinsi, berupa sekretariat penyuluhan di bawah UPT yang dipimpin oleh Koordinator Penyuluh Provinsi; dan
  4. Di tingkat kabupaten/kota, berupa sekretariat penyuluhan di bawah UPT yang dipimpin oleh Koordinator Penyuluh Kabupaten/Kota.

Akhirnya, jika pemangku kebijakan menyadari pentingnya penyuluhan dalam pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas, semua upaya akan dikerahkan untuk mendukung keberhasilan penyuluhan. Tetapi jika pembangunan SDM tetap tidak mendapat prioritas sebagaimana pembangunan infrastruktur, maka sampai kapan pun penyuluhan akan tetap dianggap tidak berhasil sebab outcome-nya bukan berupa materi fisik. Penyuluhan adalah sebuah system yang terdiri dari sub-sistem sub-sistem penunjangnya. Sub-sistem tersebut antara lain adalah : 1) input yakni masyarakat sasaran; 2) proses yakni kegiatan penyuluhan. Dimana kegiatan tersebut ditentukan oleh komponen tenaga penyuluh yang kompeten, metode penyuluhan yang efektif, media penyuluhan yang komunikatif, serta ketersediaan anggaran penyuluhan yang memadai; 3) output yakni perubahan perilaku masyarakat yang terlayani oleh kegiatan penyuluhan; serta 4) outcome yakni pengaruh perubahan perilaku terhadap produksi dan kesejahteraan.

Dalam konteks sistem, komponen proses yakni penyuluh, metode, media dan anggaran penyuluhan akan sangat mempengaruhi kualitas output dan outcome yang dihasilkan oleh kegiatan penyuluhan. Oleh karenanya menjadi wajib bagi penyelenggara penyuluhan agar memastikan komponen-komponen tersebut berperan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan Undang-undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu UU No. 23 tahun 2014 diharapkan menjadi katalisator bagi percepatan perubahan arah penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi lebih baik dan mampu memenuhi target pembangunan SDM Indonesia.

Oleh:
Sukma Budi Prasetyati, S.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Sukabumi

Referensi:
Undang-undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. LPP UNS. Surakarta.

Amanah, Siti. 2007. Makna Penyuluhan dan Transformasi Perilaku Manusia. Jurnal Penyuluhan. Vol. 3 No. 1. Institut Pertanian Bogor.

Anwas, Oos M. 2013. Pengaruh Pendidikan Formal, Pelatihan dan Intensitas Pertemuan terhadap Kompetensi Penyuluh Pertanian. Jurnal. Pustekkom kemdikbud. Banten.



Baca Selengkapnya...

4 Apr 2017

Budidaya Kepiting Soka Polikultur dengan Rumput Laut

Bibit Kepiting Soka yang telah diseleksi dan siap ditebar di tambak
Pemilihan Lokasi
Menentukan lokasi Budidaya yang baik sangat membantu dalam keberhasilan budidaya, dalam  hal ini budidaya kepiting lunak (soka) polykultur dengan rumput laut akan dilaksanakan di tambak percontohan dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo di desa Inrello, Kecamatan Keera. Tambak ini mempunyai tekstur tanah liat yang berpasir, sumber air tambak dari sungai yang bermuara ke laut dengan salinitas 21-32 ppt, untuk pH berkisar 5-6, dengan suhu 27 -35 C, hal ini sangat cocok dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty (1992), tambak yang dialihfungsikan dari budidaya udang ke budidaya kepiting lunak tersebut memiliki daya dukung lahan yang sangat sesuai untuk kepiting lunak.

Desain Tambak
Bentuk tambak untuk budidaya kepiting bakau yang ada di Tambak percontohan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo persegi panjang terdiri dari beberaapa petak dengan luas yang bervariasi namun pada kegiatan ini hanya menggunakan satu petak saja dengan ukuran 50m X 50 m.dengan luas 2500 m2 dengan pintu air dari beton konstruksi pematang terbuat dari tanah di tengah areal tambak dibuat saluran pembuangan yang terintegrasi dengan pipa untuk mempermudah disaat pengeringan lahan 

Persiapan lahan
- Pengeringan
Pengeringan dasar tambak bertujuan mempercepat proses oksidasi gas-gas beracun dalam tanah serta memberantas hewan-hewan liar. Proses pengeringan ditambak dilakukan selama 1 minggu, pengeringan dilakukan pada waktu air laut surut sampai pada titik terendah dibawah dasar pintu dan saluran pembuangan air. Ciri – ciri dasar tambak yang sudah kering ditandai oleh tekstur tanah yang tampak retak-retak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kanna (2002) yang menyatakan bahwa pengeringan tanah dasar tambak sebaiknya dilakukan hingga tanah retak - retak dengan tujuan untuk membunuh mikro-organisme patogen yang berkembang di tambak.

- Pengapuran
Pengapuran mengunakan Kapur CaCo3 atau kapur pertanian. Pegapuran sangat berpengaruh terhadap nilai pH tanah dasar tambak. Pengapuran yang dilakukan dilokasi praktek ini bertujuan untuk menaikan pH tanah dan memberantas organisme pengganggu yang dapat merugikan kepiting yang dibudidayakan. Pengapuran dengan menaburkan kapur dipermukaan pelataran tambak secara merata dan dibiarkan selama 2 – 4 hari. Dosis kapur yang digunakan sebanyak 50 kg dengan luas tambak 4000 m2.

- Pemasukan Air
Pengisian air yang dilakukan pada pada saat air pasang, dengan cara menbuka pintu pemasukan, kemudian air dimasukan kedalam petak tambak setinggi 1.5 m dengan kadar salinitas 28 ‰ yang mana pada kondisi perairan ini sangat baik untuk kepiting. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kanna (2002) yang menyatakan pengisian air sebaiknya dilakukan pada saat pagi atau sore/malam hari sehingga saat ditebar kepiting tidak mengalami stress.

Penebaran Rumput laut (Gracilaria sp)
Pada dasarnya dalam pemeliharaan kepiting lunak (soka) hanya memanfaatkan permukaan air sehingga pada program ini kami juga memelihara rumput laut dalam hal ini dengan menebar rumput laut sebanyak 2 ton yang ditebar merata di dasar tambak.

Persiapan Wadah/ Keranjang Pemeliharaan
Wadah yang digunakan dalam pemoultingan kepiting cangkang lunak yaitu berupa keranjang/ sangkak ukuran 175 cm X 175 cm, yang dibuat dari bambu yang dibelah kecil-kecil yang diikat dengan tali PE dan diberi sekat sebanyak 100 sekat dengan ukuran tiap sekat 15 x 15 cm dan kemudian diberi pelampung dari sterofoam serta dasar dan penutup dari jaring. Pada gambar 4 dapat dilihat keranjang yang digunakan sebanyak 50 keranjang. tujuan dari pemberian sekat agar kepiting tidak keluar dan saling menyerang/ kanibal.

Dari bambu yang dibelah: Wadah kepiting bakau yang telah siap
Teknik Produksi Kepiting cangkang Lunak

- Bibit
Dalam pemeliharaan kepiting lunak kondisi dan kualitas bibit sangat menentukan dalam keberhasilan budidaya. Kepiting berasal dari tempat terdekat dalam ini Kecamatan Keera yang merupakan sentra kepiting bakau di Sulawesi selatan, yang didapatkan dari tangkapan dari para “parakkang” (penangkap kepiting) dengan harga 20.000,- per/kg.

- Seleksi Bibit
Untuk mencegah tingkat kematian dalam pemeliharaan maka terlebih dahulu dilakukan seleksi kepiting. Kepiting yang sudah tua atau sudah pernah bertelur tidak baik untuk dimoultingkan, ukuran kepiting yang dipeliharan berukuran cangkang >15 cm, dengan berat >150 gram. Ukuran tersebut sangat baik dan sangat cepat dalam proses moulting, kondisi organ tubuh lengkap tidak ada yang cacat dan terluka. Pemilihan jenis kelamin dan bentuk elamin juga harus diperhatikan Kepiting dengan bentuk kelamin bulat dan berwarna coklat tua tidak bisa mengalami moulting. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kanna (2002).

Ciri-ciri Kepiting soka yang baik adalah:
  • Jantan Betina.
  • Berukuran cangkang 15 cm.
  • Berat 150 gram.
  • Organ tubuh lengkap

Pematahan Capit dan kaki Kepiting soka
Pematahan/ pemotongan kaki jalan dan capit kepiting, yang mana kaki jalan dan capit di patahkan bertujuan untuk menghindari kepiting keluar dari keranjang, saling memangsa dan merangsang pertumbuhan organ yang baru. Kondisi ini sesuai pendapat Syarifuddin dkk.,(2004) dalam husni (2006) yang menyatakan bahwa teknik pemeliharaan kepiting soka dengan cara pematahan capit dan kaki jalan kecuali kaki renang bertujuan untuk menghindari kepiting saling memangsa dan keluar dari keranjang dan secara biologis dengan pematahan capit dan kaki jalan tersebut dapat merangsang kepiting lebih cepat untuk proses pertumbuhan atau ganti kulit.

Sebelum dilakukan pemotongan kaki terlebih dahulu kepiting disiram dengan air asin untuk mempermudah pelepasan pangkal capit dan pangkal kaki secara utuh dan sempurna tanpa merusak morfologi tubuh kepiting. Proses pematahan dilakukan secara manual menggunakan jarum dan gunting. Pemotongan kaki dilakakukan pada ujung kaki jalan yang mana secara otomatis pangkal kaki jalan patah sendiri.

Lama masa pemeliharaan kepiting cangkang lunak dengan metode pematahan capit 15-20 hari Pada hari ke 6 kaki kepiting terbentuk terus tumbuh mengikuti perkembangan tubuhnya sehingga pada hari ke 15-25 sudah keluar individu baru yang berukuran besar tetapi kulitnya masih dalam keadaan lunak. Kepiting yang berukuran kecil dengan berat 70-80 gram sangat cepat mengalami moulting masa ganti kulit 15 hari. Untuk ukuran 80-50 masa pemeliharaan 20-30 hari Hal ini sesuai dengan pendapat Syaripuddin, dkk (2004) dalam Husni (2006) yang menyatakan bahwa secara biologis pematahan capit dan kaki jalan dapat merangsang organ tubuh kepiting untuk tumbuh kembali. Hal ini disebabkan setelah capit dan kaki jalan kepiting lepas, kepiting akan terangsang untuk memperbaiki fungsi morfologi tubuhnya dengan cara melakukan pergantian kulit sehingga akan menjadi kepiting cangkang lunak.

Penebaran
Setelah dilakukan pemotongan kaki dan capit kepiting disiram kembali dengan air asin untuk mencegah stress, penebaran dilakukan pada pagi hari, setiap sekat dimasukan satu kepiting dengan jumlah sekat yang ada dikeranjang 100 sekat.

Pemberian pakan dan jenis pakan
Jadwal Pemberian pakan kepiting dilakukan pada sore hari, pakan yang diberikan yaitu berupa ikan rucah, sebelum diberikan pakan tersebut di cincang kecil-kecil lalu baru diberikan ke kepiting satu persatu untuk satu bagian. Berdasarkan literature, diketahui bahwa dosis pemberian pakan kepiting cangkang lunak berkisar 4-6 % dari biomasa dengan frekuensi pemberian satu kali dalam sehari yang diberikan pada sore hari atau menjelang malam karena kepiting bakau aktif mencari makan pada saat matahari terbenam.

Kontrolan kualitas air
Dalam pemeriharan kepiting bakau penggantian air sangat diperlukan karena memegang peran cukuppenting dalam keberhasilan budidaya kepiting. Pengelolaan kualitas air sehingga tetap terjaga dan stabil selama masa pemeliharaan dilakukan pergantian air sebanyak 50-70 %  pada saat terjadi pasang surut. Dalam kondisi air yang jelek, yang ditandai dengan keruh dan terjadi banyak kematian, mka pergantian air segera harus dilakukan.

Pengamatan pertumbuhan kepiting soka
Dari hasil penelitian bahwa kepiting yang berukuran kecil dengan berat antara 70-80 gram sangat cepat melakukan pengantian kulit. Selama masa pemeliharaan berlangsung, dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan. Pengamatan pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling berat, panjang karapas, lebar karapas pada awal tebar dan pada akhir pemeliharaan. Hasil uji coba dilapangan untuk pengamatan satu keranjang hasil sampel 9 kg dengan jumlah 140 ekor, bahwa pertumbuhan masing-masing kepiting meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syaripuddin dkk, (2004) dalam husni (2006) yang mengatakan bahwa pertambahan berat yang dicapai setelah moulting 20-25% dari berat awal.

Pada tahap awal pemeliharan yang mana kepiting terlebih dahulu diseleksi berat dan ukuran karapas, untuk ukuran berat 70-80 gram paling baik untuk dimoultingkan dikarenankan kepiting ini sangat cepat mengalami ganti kulit (moulting) dan harga dipasaran sangat mahal karena ukurannya yang sedang dan menarik. Masa pemeliharan untuk kepiting ini antara 15-25 hari pemeliharaan yang mana ditandai munculnya organ baru Diperlukan pengamatan tiap hari terhadap organ yang sedang mengalami pertumbuhan untuk mencegah mengeras kembali yang sudah ganti kulit. Setelah pemeliharaan 15-25 hari, kepiting dilakukan pemanenan secara bertahap dan penanganan pertama dilakukan perendaman dengan air tawar untuk mencegah mengerasnya kembali.

Hama dan penyakit
Hama dan penyakit biasanya jarang terjadi dan apabila terjadi kematian pada beberapa kepiting dapat diantisipasi dengan pergantian air

Pengapuran susulan serta pemberian pupuk
Pengapuran susulan dilakukan pada kondisi cuaca hujan. Pada kondisi ini kualitas air, khususnya pH, salinitas dan suhu menurun jadi perlu dilakukan pengapuran. Pengapuran dapat dilakukan dengan menggunakan kapur pertanian atau kapur dolomit. Fungsi pengapuran adalah untuk menaikan pH tanah. Hal ini diperkuat oleh Haliman dan Adijaya (2003) yang menyatakan bahwa jenis-jenis kapur yang digunakan untuk tambak pemeliharaan yaitu kapur pertanian (CaCO3), Kapur mati (Ca(OH)2 ), dan dolomit (CaMg(CO)3) yang berfungsi meningkatkan kapasitas penyangga dan air dan menaikan pH tanah, pengapuran dilakukan dengan cara ditebarkan secara merata kedalam tambak.
Selain pengapuran susulan, pemberian pupuk juga perlu dilakukan yang berfungsi untuk meningkatkan produktivitas rumput laut yang dipelihara.

Panen dan pasca panen
Panen dilakukan secara bertahap pada umur pemeliharaan kepiting sudah mencapai 15-20 hari kepiting sudah mengalami moulting satu persatu .untuk kepiting dengan metoda pematahan capit dan kaki jalan sangat cepat dalam proses pemoultingan. Pemanenan dilakukan setelah kepiting ganti kulit (moulting) proses pemanenan diawali dengan pengukuran berat akhir dan pengukuran lebar dan panjang karapas. Setelah kepiting ganti kulit harus segera diambil dan direndam air tawar selama 25 menit hal ini dilakukan untuk menghindari kepiting akan keras kembali dan setelah itu kepiting harus segera dibekukan atau dibungkus kedalam plastik pembungkus untuk dipasarkan.

Teknik pemanenan dilakukan dengan cara selektif dimana kepiting yang telah melepaskan kulit harus segera diambil dan dimasukkan kedalam ember yang telah diisi air. Waktu pengontrolan pada saat panen dilakukan setiap saat tapi biasanya rutin pada tengah malam sampai pagi hari. Kepiting akan segera ganti kulit apabila suhu dan salinitas berubah dari tinggi kerendah atau sebaliknya dan juga dipengaruhi oleh faktor makanan yang mencukupi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Iriani (1989) dalam Mardjono dkk (1992) yang menyatakan bahwa pada saat kepiting melakukan pergantian kulit (moulting) dipengaruhi oleh faktor luar yaitu suhu, salinitas dan makanan. Selain itu faktor dar luar, faktor dari dalam juga ikut mempengaruhi pergantian kulit pada kepiting.

Pada saat proses ganti kulit (moulting), kepiting tidak boleh dipegang atau diangkat terlebih dahulu. Hal ini karena pada saat itu kepiting membutuhkan tenaga dan gerakan yang cukup kuat sehingga kondisi kepiting masih dalam keadaan lemah. Pengontrolan harus segera ditingkatkan saat kepiting sudah mulai melakukan proses moulting. Kepiting yang telah melepaskan cangkangnya harus segera diangkat karena apabila terlambat mengangkatnya dalam waktu diatas 4-6 jam maka kepiting tersebut akan mengeras kembali dan apabila itu terjadi maka kepiting akan dengan mudah keluar dari sekat karena organ morfologinya sudah utuh atau normal kembali.

Setelah dilakukan pemanenan kepiting maka pasca panen yang dilakuan adalah disimpan dalam keranjang ataupun dalam plastik yang selanjutnya dimasukkan dalam freezer. Kepiting lunakpun siap untuk dipasarkan.

Pada rumput laut yaitu dilakukan panen setelah 2 bulan masa pemeliharaan dalam hal ini untuk panen yang diperuntukkan untuk benih (rumput laut basah) dengan memasukkannya ke dalam karung dan untuk rumput laut kering dengan mengerinkannya terlebih dahulu

Pemasaran
Untuk pemasaran kepiting cangkang lunak ini sangat luas. Pemasaran diwilayah Makassar sendiri belum bisa dipenuhi. Secara umum, harga pasaran dalam negeri Rp 85.000-Rp 100.000 Sedangkan untuk pasar eksport, kepiting sebelumnya ditampung dipabrik (coll storage) di Kawasan Industri Makasar (KIM) setelah dilakukan pemeriksaan dan memenuhi syarat ekspor, baru dikirim menggunakan kontainer. Kelebihan kepiting lunak ini adalah seluruh organ tubuhnya lunak sehingga dapat dimakan secara keseluruhan tanpa harus susah payah memisahkan antara daging dan cangkangnya. Oleh karena itu, harganya juga lebih mahal dibandingkan dengan kepiting biasa.

Untuk rumput laut dipasarkan tergantung permintaan yaitu bisa di jual dalam bentuk basah (peruntukan benih) ataupun dikeringkan terlebih dahulu yang selanjutnya dikemas dalam karung untuk di jual ke perusahaan (peruntukan bahan baku).

Juknis Tambak Percontohan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo
Dikirim Oleh:
Andi Bambang Suriansyah, S.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Wajo
Baca Selengkapnya...