FKP3D, Korwil Barat - Mochamad Nurdin, S.Pi, M.Si lahir di Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat) pada tanggal 13 Juli 1983. Pada Tahun 2005 telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Perikanan (S1) di Institut Pertanian Bogor pada Jurusan Teknologi Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selanjutnya pada Tahun 2014 telah menyelesaikan pendidikan Magister Sains (S2) di Institut Pertanian Bogor pada Mayor Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana.
Berhasil meraih juara III dalam lomba karya ilmiah perikanan tingkat provinsi Jawa Barat tahun 2015 dan terakhir, berhasil berada pada peringkat III penyuluh perikanan teladan kabupaten Bogor. Nurdin, merupakan seorang penyuluh perikanan yang tergolong produktif dalam menulis dan melakukan publikasi.
Tercatat sudah puluhan karya ilmiah yang telah dipublikasikannya, baik dalam bentuk jurnal ilmiah maupun prosiding pada seminar nasional dan regional. Melalui media terdengar, sudah beberapa kali karya Nurdin disiarkan melalui RRI dan Radio Siaran Swata lainnya. Sementara, untuk urusan media tertayang, Nurdin juga termasuk penyuluh yang berhasil membagikan karyanya kepada pemirsa diseluruh tanah air dengan ditayangkannya beberapa liputan oleh stasiun televisi nasional.
TVRI telah meliput kegiatan budidaya ikan lele sangkuriang oleh kelompok pembudidaya ikan Sinapeul, Desa Pancawati-Kecamatan Caringin yang notabene merupakan kegiatan yang dilakukan Nurdin pada kelompok binaannya. Kemudian kegiatan yang lainnya, Teknologi Yumina Bumina oleh kelompok pembudidaya ikan Rahmatan III, Desa Palasari-Kecamatan Cijeruk juga telah ditayangkan di KompasTV pada acara “Sapa Indonesia”.
Yang paling berkesan dan membanggakan bagi Nurdin adalah ketika Dia berhasil mewakili Indonesia dalam kegiatan Technical Workshop Advancing Aquaponics: An Effecient Use of Limited Resources pada tahun 2015 dan dilanjut dengan kegiatan Workshop Advancing Aquaponics pada tahun 2016. Kegiatan tersebut adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh FAO dan KKP yang diikuti oleh 15 perwakilan dari negara-negara di dunia.
Sebagai seorang penyuluh, menulis bagi Nurdin adalah kegiatan setengah wajib. Apalagi bagi penyuluh yang berada dalam jabatan Penyuluh Ahli. Menulis merupakan kegiatan pengembangan profesi bagi penyuluh perikanan yang sebaiknya dibiasakan. “Kemampuan menulis harus selalu diasah”, terang Nurdin. “Kita harus membuat target yang terukur untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah” lanjutnya.
Tentang kondisi terkini, terkait carut-marutnya penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional, Nurdin hanya bisa berharap agar segera dicarikan penyelesaiannya. “Imbasnya bukan hanya pada penyuluh perikanan saja, tetapi berpengaruh juga terhadap keberlanjutan pembinaan ribuan kelompok pelaku utama di Seluruh Indonesia yang selama ini dibina oleh penyuluh perikanan” jelas Nurdin.
Seperti saya misalnya, “dampak dari berlakunya UU 23 Tahun 2014, membuat saya distafkan dan diperbantukan di Dinas Ketahanan Pangan kabupaten Bobor, padahal menurut UU tersebut seharusnya penyuluh perikanan sudah menjadi pegawai pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan-red)". Karena kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan hanya menjadi kewenangan pusat dan faktanya sampai saat ini penyuluh perikanan masih belum ditarik kepusat, daerah akhirnya 'menstafkan' saya" jelas Nurdin.
"Hal ini tentu saja menyebabkan tupoksi saya sebagai penyuluh perikanan nyaris tidak bisa dilakukan, yang berarti akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan puluhan kelompok yang biasa saya bina", lanjutnya.
Nurdin berharap polemik tetang penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional segera berakhir sehingga penyuluh perikanan bisa menjalankan tupoksinya secara maksimal dalam rangka pembinaan pelaku utama perikanan. Dia juga mengharapkan kepada pihak-pihak terkait untuk taat dan tunduk dalam menjalankan amanat UU 23 Tahun 2014, sehingg nasib penyuluh perikanan tidak terkatung-katung.
Berhasil meraih juara III dalam lomba karya ilmiah perikanan tingkat provinsi Jawa Barat tahun 2015 dan terakhir, berhasil berada pada peringkat III penyuluh perikanan teladan kabupaten Bogor. Nurdin, merupakan seorang penyuluh perikanan yang tergolong produktif dalam menulis dan melakukan publikasi.
Tercatat sudah puluhan karya ilmiah yang telah dipublikasikannya, baik dalam bentuk jurnal ilmiah maupun prosiding pada seminar nasional dan regional. Melalui media terdengar, sudah beberapa kali karya Nurdin disiarkan melalui RRI dan Radio Siaran Swata lainnya. Sementara, untuk urusan media tertayang, Nurdin juga termasuk penyuluh yang berhasil membagikan karyanya kepada pemirsa diseluruh tanah air dengan ditayangkannya beberapa liputan oleh stasiun televisi nasional.
TVRI telah meliput kegiatan budidaya ikan lele sangkuriang oleh kelompok pembudidaya ikan Sinapeul, Desa Pancawati-Kecamatan Caringin yang notabene merupakan kegiatan yang dilakukan Nurdin pada kelompok binaannya. Kemudian kegiatan yang lainnya, Teknologi Yumina Bumina oleh kelompok pembudidaya ikan Rahmatan III, Desa Palasari-Kecamatan Cijeruk juga telah ditayangkan di KompasTV pada acara “Sapa Indonesia”.
Mochamad Nurdin pada acara Sapa Indonesia di KompasTV |
Sebagai seorang penyuluh, menulis bagi Nurdin adalah kegiatan setengah wajib. Apalagi bagi penyuluh yang berada dalam jabatan Penyuluh Ahli. Menulis merupakan kegiatan pengembangan profesi bagi penyuluh perikanan yang sebaiknya dibiasakan. “Kemampuan menulis harus selalu diasah”, terang Nurdin. “Kita harus membuat target yang terukur untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah” lanjutnya.
Tentang kondisi terkini, terkait carut-marutnya penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional, Nurdin hanya bisa berharap agar segera dicarikan penyelesaiannya. “Imbasnya bukan hanya pada penyuluh perikanan saja, tetapi berpengaruh juga terhadap keberlanjutan pembinaan ribuan kelompok pelaku utama di Seluruh Indonesia yang selama ini dibina oleh penyuluh perikanan” jelas Nurdin.
Seperti saya misalnya, “dampak dari berlakunya UU 23 Tahun 2014, membuat saya distafkan dan diperbantukan di Dinas Ketahanan Pangan kabupaten Bobor, padahal menurut UU tersebut seharusnya penyuluh perikanan sudah menjadi pegawai pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan-red)". Karena kewenangan penyelenggaraan penyuluhan perikanan hanya menjadi kewenangan pusat dan faktanya sampai saat ini penyuluh perikanan masih belum ditarik kepusat, daerah akhirnya 'menstafkan' saya" jelas Nurdin.
"Hal ini tentu saja menyebabkan tupoksi saya sebagai penyuluh perikanan nyaris tidak bisa dilakukan, yang berarti akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan puluhan kelompok yang biasa saya bina", lanjutnya.
Nurdin berharap polemik tetang penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional segera berakhir sehingga penyuluh perikanan bisa menjalankan tupoksinya secara maksimal dalam rangka pembinaan pelaku utama perikanan. Dia juga mengharapkan kepada pihak-pihak terkait untuk taat dan tunduk dalam menjalankan amanat UU 23 Tahun 2014, sehingg nasib penyuluh perikanan tidak terkatung-katung.
0 komentar:
Posting Komentar