Peningkatan sektor industri yang didukung oleh sektor
pertanian selalu mendapat perhatian besar dari pemerintah. Diantara sekian
banyak subsektor
pertanian, subsektor perikanan telah menjadi andalan dalam meningkatkan devisa
negara.
Slamet Novianto, S.Pi, M.Si; Ketua Umum FKP3D Indonesia |
Seiring dengan kebijakan pembangunan perikanan dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan, bahwa prioritas pembangunan perikanan adalah adanya
pemerataan dalam hal kesejahteraan pelaku usaha perikanan. Khusus untuk
perikanan tangkap, kementerian juga berkomitmen melarang pengusaha asing
melakukan usaha penangkapan. Hal ini tentu saja memberikan peluang yang cukup
laus kepada para pelaku usaha perikanan tangkap dari dalam negeri untuk melakukan
penangkapan dan memanfaatkan sumberdaya ikan sebesar-besarnya.
Adapun pada sektor perikanan budidaya, yang paling
diandalkan dalam peningkatan devisa negara adalah komoditas udang. Hal ini
dikarenakan udang merupakan komoditas makanan laut yang menduduki peringkat ke dua yang paling digemari di dunia. Secara
konsisten komoditas udang telah memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap
total ekspor perikanan Indonesia.
Sebagai produk ekspor maka kualitas dan kuantitas produksi
perikanan menjadi hal amat penting dalam menjaga kesinambungan
permintaan produk perikanan dari negara-negara pengimpor. Kualitas dan kuantitas produk perikanan sangatlah bergantung pada kualitas dan kuantitas dari
kesinambungan bibit, transfer teknologi,
alat produksi dan sistem yang digunakan.
Tantangan yang dihadapi para pelaku usaha perikanan
adalah dikarenakan sebagian besar para pelaku usaha perikanan Indonesia
berskala kecil dan menengah (UKM) mereka rata-rata tidak mampu memanfaatkan
sumberdaya yang ada secara maksimal untuk menghasilkan produk perikanan. Jika
menggunakan pendekatan input-proses-output, maka telah terjadi
ketidakseimbangan pada tahap ”proses” yang mengakibatkan ”output” menjadi tidak
maksimal padahal ”input”-nya tersedia sangat melimpah. Keterbatasan teknologi
dan kemampuan dalam mengakses permodalan bagi para pelaku usaha berskala kecil
dan menengah merupakan kendala terbesar dalam upaya peningkatan produksi
perikanan.
Telaah tersebut diatas menunjukkan bahwa produksi perikanan pada skala usaha kecil dan
menengah amat bergantung pada teknologi dan akses permodalan. Perlu adanya
katalisator yang mampu mendorong agar para pelaku usaha berskala kecil dan
menengah dapat mengakses teknologi dan permodalan sehingga mampu naik kelas
menjadi pengusaha berskala besar.
Katalisator yang diharapkan mampu memeceh kebutuan dalam
pelambatan produksi perikanan adalah penyuluhan perikanan. Meningkatnya produktifitas penyuluh
perikanan dalam hal kuantitas dan kualitas adalah kunci sukses
meningkatnya hasil produksi perikanan. Penyuluh
perikanan yang terdiri dari penyuluh perikanan PNS, Penyuluh Perikanan Bantu,
Penyuluh Perikanan Swadaya dan Penyuluh Perikanan Swasta akan menjadi
ujung tombak yang bisa diandalkan dalam peningkatan produksi
perikanan.
Pengalaman
bekerja pada perusahaan swasta mengajarkan bahwa sebagus apapun laporan, tidak
berarti apa-apa jika penjualan, produksi ataupun jasa yang diberikan mengalami
penurunan. Baik dari sisi jumlah maupun market
share. Penyuluh swasta hingga saat ini belum pernah melakukan koordinasi
kerja di lapangan. Ambil contoh, perusahaan swasta yang bergerak di pakan udang
biasanya memiliki tim penyuluhan yang terdiri dari sales pakan, sales
obat-obatan, technical service
aquacultuture, technical service laboratorium lapangan dan teknisi
pendamping. Jika koordinasi bisa dilakukan tentunya percepatan pembangunan
perikanan bisa terjadi. Indikator kesuksesan tenaga lapangan perusahaan adalah
saat perusahaan bisa menghasilkan pemasukan melalui pelayanan yang terbaik.
Pelayanan terbaik tanpa pemasukan adalah pemborosan dan pemasukan tanpa
pelayanan terbaik adalah sia-sia karena pasti tidak akan bertahan lama. Mereka
selalu berbasis angka dalam menerapkan manajemen usaha mereka. Angka–angka ini
menjadi pandu bagi perusahaan swasta untuk efektifitas dan efisiensi. Jika kosep ini diterapkan di pemerintahan,
khususnya di bidang penyuluhan perikanan, tentu bisa. Namun tentu saja tak
harus ditelan bulat-bulat. Minimal ada 3 hal yang harus dilakukan yakni ATM yaitu
Adopsi, Tiru dan Modifikasi.
Berikut
adalah macam-macam PNS Pusat berdasarkan UU ASN No 5 Tahun 2014 dimana secara
umum, Pegawai Negeri terdiri atas PNS, TNI, POLRI, serta anggota pekerja BUMN
dan BUMD. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil terbagi atas PNS Pusat dan PNS Daerah.
PNS Pusat yaitu:
1.
Pegawai
Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Non Departemen,
Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan.
2.
Pegawai
Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan.
3.
Pegawai
Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada daerah otonom.
4.
Pegawai
Negeri Pusat Pusat yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan
diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti perusahaan umum,
yayasan, dan lain-lain.
5.
Pegawai
Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas negara lain, seperti hakim pada
pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan lain-lain. (sumber : Wikipedia)
Status
penyuluh perikanan setelah menjadi PNS Pusat adalah seperti pada point pertama,
PNS jabatan fungsional yang bekerja pada Kementerian KP. Jangan diperbantukan
ataupun dipekerjakan. Jika diperbantukan ataupun dipekerjakan ke daerah maka
luhkan hanya akan menjadi stempel dinas dalam setiap pengambilan kebijakan yang
kadang tidak sejalan dengan kebijakan KKP. Luhkan tak berdaya dan banyak data
lapangan yang berbeda karena perbedaan kepentingan antara luhkan dengan dinas. Hal
ini diperparah dengan keengganan pemda dalam hal ini dinas untuk menganggarkan
kegiatan penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Kondisi inilah yang membuat
program KKP di daerah menjadi banyak yang sia-sia karena berupa titipan,
aspirasi, tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan ujung-ujungnya tidak
menimbulkan efek pembangunan perikanan yang signifikan.
Indikator kesukesan pembangunan di Indonesia
berupa angka pertumbuhan. Perikanan sebagai subsektor pertanian dalam
perhitungan statistik BPS tentu memberikan andil yang nyata. Jumlah pelaku
usaha perikanan, alat produksi, jumlah produksi, serapan modal, tingkat
konsumsi pelaku usaha, nilai tukar pelaku usaha menjadi unsur yang ikut
mempengaruhi angka indikator kesuksesan pembangunan secara nasional. Semua
unsur kinerja yang mendukung bergeraknya pertumbuhan perikanan bisa
di-angka-kan. Ambil contoh di pertanian nilai tukar petani menjadi tolok ukur
dalam menentukan kondisi petani. Demikian juga pelaku usaha perikanan. Di
bidang perikanan, produktifitas perikanan juga haruslah di-angka-kan. Hasil
produksi, nilai tukar nelayan dan pembudidaya, pendapatan pelaku usaha, dan
lain-lain. Sebagai sektor seharusnya perikanan tidak diikutkan di pertanian
untuk angka statistika pembangunannya. BPS harus melakukan penghitungan
statistik tersendiri sebagai indikator keberhasilan KKP dalam pembangunan.
Langkah
awal ada di data kependudukan. Demi memudahkan peng-angka-an tersebut, di KTP
masing-masing penduduk diterangkan jenis pekerjaan yang spesifik. Semisal jika
mata pencaharian utamanya petani, maka jelas menjadi tanggung jawab kementerian
pertanian untuk peningkatan kesejahteraannya. Nelayan, jelas tanggung-jawab
kementerian KP. Jika multiprofesi maka mata pencaharian utama menjadi pekerjaan
yang tertera di KTP suami dan pekerjaan sambilan menjadi pekerjaan yang tertera
di KTP istri ataupun anak dari suami multiprofesi tersebut. Jika tukang ojek
misalnya dan pekerjaan sampingannya beternak kambing, maka peternak menjadi
pekerjaan utamanya. Hal ini dikarenakan tukang ojek tidak memiliki kementerian
khusus yang membinanya. Logis. Dengan demikian total jumlah penduduk Indonesia
dipetakan berdasarkan mata pencahariannya. Di tingkat desa, memudahkan
perangkat desa dan penyuluh dalam pembinaannnya. Di tingkat nasional, data
nelayan, petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan bisa terpetakan dengan
valid. Tidak ada lagi cerita perbedaan versi jumlah nelayan antara KKP dengan
HNSI sebagai misal.
Kementerian
teknis bisa fokus dalam membina sentra-sentra produksi. Di KKP, direktorat
teknis fokus membangun infrastruktur dan memperkuat asset-asset pelaku usaha.
Penguatan asset-asset pelaku usaha mutlak untuk modal awal pembinaan
selanjutnya. Penguatan ini bisa melalui sertifikasi tanah massal berbiaya murah
bekerja sama dengan BPN, pengakuan alat produksi perikanan sebagai agunan yang
layak, dan lain-lain. Jika memang benar-benar miskin dan tak memiliki asset
sama sekali, namun bermata pencaharian di sektor perikanan maka KKP melalui
bidang penyuluhan perikanan, bekerjasama dengan BAZIS ataupun badan amal yang
lain memberikan program binaan pemberian modal berbasis angka (akuntabilitas
dan monitoring) melalui inkubator UMKM.
KKP haruslah memiliki kendali penuh terhadap setiap
program perikanan KKP di daerah. Koordinasi antara Dirjen-dirjen KKP dengan Badan yang menangani
penyuluhan perikanan harus terjalin solid. Suplai data, statistik perikanan,
informasi kondisi wilayah, kearifan lokal, dan sinergisitas pembangunan
perikanan di daerah dengan dinas perikanan terkaitselama ini sudah dilakukan
oleh luhkan. Masalahnya data ini tidak mengalir ke KKP. Jika aliran data ini
lancar, maka berdasarkan suplai data dari luhkandan sinergisitas luhkan dengan
dinas, Dirjen-dirjen KP dapat membuat program perikanan yang tepat sasaran,
berguna, mensejahterakan dan berkesinambungan. Dinas perikanan setempat yang
mengeksekusi program dan luhkan yang monitoring sebelum, selama dan setelah
program. Program berorientasi titipan, aspirasi, maupun proyek dapat
diminimalisir.
Luhkan berada di KKP dan dimungkinkan untuk
memiliki jaringan hingga tingkat kecamatan. Keberadaan Penyuluh Perikanan di masing-masing
kecamatan wajib membuat Posluhkan. Penyuluh perikanan harus dekat dengan
masyarakat perikanan setempat. Penyuluh perikanan mendapatkan tunjangan terpencil
atau bisa juga tunjangan tempat tinggal yang digunakan untuk menyewa rumah
sebagai posluhkan dekat sentra produksi perikanan. Bisa ditinggali oleh luhkan jika dibutuhkan. Pembangunan
posluhkan bisa dilakukan jika tanah hibah sudah didapat. Luhkan bisa membangun demfarm, pembibitan ikan, rumah
teknologi perikanan dan lain-lain di posluhkan. Melalui Posluhkan (Pos
Penyuluhan Perikanan) di masing-masing kecamatan koordinasi antara luhkan PNS,
swadaya, dan swasta terjalin. Semua stake
holder perikanan terdata dan bisa dikumpulkan di posluhkan jika dibutuhkan.
Setiap ada program perikanan sebelum, selama dan setelahnya selalu dilakukan
musyawarah untuk menggali kearifan lokal.
Pembinaan
SDM berikut insentif dan program yang menyertainya menjadi domain Badan terkait
SDM di KKP. Sudah bukan jamannya lagi, disaat jargon kerja, kerja dan kerja
insentif dan program ke masyarakat masih berupa bantuan langsung yang memiliki
tingkat efektifitas rendah. Segala bentuk bantuan harus berupa kredit atau
pinjaman tanpa bunga dengan agunan. Agunan ini mutlak untuk memastikan
pengembalian pinjaman. Bisa dikata UMKM menjadi soko guru perekonomian
Indonesia saat ini. Terbukti di 1998 saat badai krisis moneter melanda hanya
pengusaha UMKM yang bisa bertahan dan setia. Pengusaha besar dan konglomerasi
banyak yang tumbang dan berkhianat.
Pemerintah
harus fokus membangun UMKM. KKP khususnya fokus membangun UMKM perikanan.
Penyuluh perikanan selaku mentor diharapkan memiliki tingkat ketrampilan yang
tinggi untuk membimbing dan mengawasi. Bimbingan dan pengawasan ini meliputi
seleksi alam yang dilakukan oleh penyuluh perikanan terhadap pelaku usaha yang
memang benar-benar bermental wirausaha atau ditumbuhkan agar bermental
wirausaha. Jika tidak atau belum memiliki mental wirausaha sebaiknya bimbingan
jangan diteruskan. Bentuk bimbingan dan pengawasan ini berupa;
1.
Peningkatan mental wirausaha
2.
Peningkatan kemampuan bisnis
3.
Peningkatan teknis ketrampilan
4.
Peningkatan kemampuan akses jaringan
Dengan
demikian sebaiknya penyuluh perikanan juga teruji dengan memiliki kemampuan
mengelola bisnis. Penyuluh perikanan bersekutu dengan rekan seprofesi membentuk
koperasi ataupun badan hukum lain yang sehat dalam berbisnis. Laboratorium alam inilah yang nantinya
menjadi tempat belajar. Selama penyuluh perikanan tidak teruji dengan memiliki
kemampuan berbisnis, kemampuan penyuluh perikanan selaku mentor juga
dipertanyakan. Pemerintah memfasilitasi penyuluh perikanan agar memiliki
koperasi ataupun badan usaha yang bisa dijadikan rujukan. Penyuluh perikanan
membangun teamwork di wilayah
masing-masing. Di tingkat kecamatan, kabupaten, profinsi, hingga nasional.
Bersama-sama mencari dan menumbuh-kembangkan pengusaha dan calon pengusaha
tangguh perikanan. Semua ini bergerak dengan indikator angka. Omzet, jumlah
produksi, pertumbuhan, jumlah lembaga, jumlah pinjaman, dan lain-lain.
Angka-angka inilah yang menjadi indikator bersama-sama. Semua stake holder perikanan bisa dipastikan
bekerja keras. Bagaimana dengan kredit macet? Nol persen, karena semua ada
agunannya.
Luhkan swadaya diusahakan ada di
masing-masing desa sentra perikanan. Penyuluh perikanan dan Posluhkan ini
menginduk kepada UPT KKP terdekat, semisal SUPM, Akademi, BDA, STP ataupun BPPP.
Penyuluh swasta dilibatkan saat rakor di UPT KKP. Link and match antara akademisi, peneliti, pelaku utama dan pelaku
usaha akan terjalin. Di UPT-UPT KKP inilah muara administratur luhkan berada. Setiap kali ada program perikanan
KKP, korwil luhkan (koordinator wilayah penyuluh
perikanan), korluhkan (koordinator penyuluh perikanan) dan luhkan menjadi
bagian tim program yang memonitoring sebelum, selama dan
setelah program.
Pembinaan luhkan berjenjang. Korwil luhkan
bersama-sama dinas perikanan provinsi membentuk tim yang mengurusi pembinaan,
angka kredit, sarana prasarana, lalu lintas data, dan lain-lain ditingkat
provinsi. Koordinator luhkan kabupaten/kota tetap memiliki wilayah binaan
kecamatan jika dibutuhkan. Korluhkan dengan dinas perikanan kab/kota membentuk
tim yang mengurusi pembinaan, angka kredit, sarana prasarana, lalu lintas data,
dan lain-lain ditingkat kab/kota. KKP selaku penanggungjawab penyelenggaraan
penyuluhan perikanan menjadi muara dari lalu lintas ini.
Mekanisme kerja luhkan sama
seperti pada mekanisme kerja luhkan sebelum dipusatkan. Meskipun
luhkan tidak diperbantukan ataupun dipekerjakan di dinas namun koordinasi
kerjanya tetap dengan dinas. Karena dinas adalah eksekutor program, bukan di BP4K.
Legalitas dokumen yang dibuat oleh luhkan disyahkan oleh dinas, baik itu KaUPT
Dinas atau Kadis ataupun oleh UPT KKP induk posluhkan tersebut. Rapat
koordinasi luhkan di tingkat kecamatan setiap minggu, rakor tingkat kabupaten
per bulan dan rakor tingkat korwil per triwulan. Setiap rakor meliputi update
data, koordinasi program, pelatihan, dan lain-lain.
Penyuluh
perikanan secara
sadar ataupun tidak sadar saat ini kondisinya sudah berbasis angka. Hal ini
bisa dilihat melalui pangkat golongan dan angka kredit yang jelas-jelas
berbasis angka. Namun hal ini belum mencerminkan kualitas dan kapasitas dari
penyuluh perikanan yang bersangkutan. Ambil contoh, penyuluh perikanan yang
pangkatnya tinggi, angka kreditnya tinggi; yang terbayang di benak hanyalah
penyuluh perikanan yang sudah berumur setengah baya. Apakah tingginya angka
tersebut mencerminkan kualitas, integritas dan kapasitas dari penyuluh
perikanan tersebut? Tunggu dulu. Fakta lapangan terkadang membuktikan lain.
Seharusnya, ketinggian pangkat, dan angka kredit berbanding lurus dengan
pertumbuhan pembangunan perikanan yang berada di wilayah binaannya. Pangkat
golongan tinggi bisa juga mencerminkan luasan cakupan tanggung-jawab wilayah
binaannya. Pangkat tinggi selayaknya berada di kabupaten ataupun profinsi dan
nasional dengan luasan cakupan tanggung-jawab yang lebih besar. Jangan sampai
ada ironi, pangkat rendah, wewenang luas. Timpang. Pendek kata, angka yang
tinggi seharusnya mencerminkan kehebatan dari pemilik angka tersebut. Bagaimana
caranya? Hanya manajemen penyuluhan perikanan berbasis angka jawabannya. Semua
angka yang mencerminkan kondisi pertumbuhan pembangunan perikanan wilayah
binaan harus berbanding lurus dengan pangkat dan angka kredit penyuluh
perikanan yang bersangkutan.
Dokumen angka kredit
sebaiknya didigitalkan. Buat skema dan mekanime angka kredit yang
digital. Luhkan dibiasakan dengan statistik, olah data, photo, video, karya
ilmiah, dan presentasi digital. Lalu lintas data melalui internet. Mengurangi
kertas. Ramah lingkungan. Setiap kali ada kenaikan pangkat melalui sidang
presentasi dengan tim penguji dari korluhkan dan dinas kab/kota ataupun korwil
luhkan dengan dinas prov dan juga tim pusluh KP. Berikut adalah jenjang
keberadaan penyuluh perikanan;
1. Luhkan swadaya di desa sentra
2. Luhkan PNS atau PPB di Kecamatan
(Posluhkan)
3. Tim korluhkan di Kabupaten/kota
(Dinas Perikanan)
5. UPT KKP terdekat (Tim SDMKP yang
ditempatkan) koordinasi luhkan swasta
UPT KKP menjadi sentral muara pembinaan penyuluhan perikanan. Disinilah
semua muara administrasi penyuluhan perikanan. UPT KKP ini pasti mengikuti
potensi wilayah setempat. Mereka juga punya petugas perikanan fungsional yang
berbasis wilayah sehingga bisa berkoordinasi langsung dengan penyuluh
perikanan. Ambil contoh di Lampung, terdapat BBPBL Lampung yang fokus mengurusi
budidaya laut. Mereka memiliki petugas pengawas benih, petugas pengendali hama
penyakit ikan dan lain-lain. Sangat mudah berkoordinasi karena berada di satu
rumah. Mengenai absensi sidik jari yang selama ini menjadi perdebatan
mekanismenya bisa dilakukan seminggu sekali di UPT KKP terdekat. Selanjutnya
UPT melalui Ka UPT KKP memberikan surat tugas untuk satu minggu ke depan. Atau bisa juga dwimingguan
atau bulanan, tergantung kebutuhan. Evaluasi dilakukan bulanan untuk
perhitungan angka kredit dan tukin. Mekanisme perhitungan tukin berdasarkan
capaian angka kredit perbulannya. Berdasarkan prosentase dari Sasaran Kinerja
Pegawai Bulanan.
Pola pembinaan luhkan berdasarkan
unjuk kinerja. Nilai unjuk kinerja berbanding lurus dengan tunjangan kinerja.
Semisal dalam 1 bulan bisa menaikkan 4 kelas kelompok, bisa menambah jumlah
kelompok, membuat karya tulis, bisa membuat laporan tepat waktu semua ini
dibuat dupaknya dan dihitung perbulan. Unjuk kinerja berdasarkan pencapaian
angka kredit, laporan data perkembangan penyuluhan.Tunjangan kinerja
berdasarkan target prosentase angka kredit yang tercapai per bulan. Skema penilaian
angka kredit harus direvisi dan nantinya harus berbanding lurus dengan kemajuan
perikanan, seperti bertambahnya jumlah pelaku usaha, bertambahnya besarnya
omzet, bertambahnya kelompok, bertambahnya kelompok naik kelas, ada kelompok
yang berprestasi, meningkatnya pendapatan, menjadi rujukan, percontohan usaha,
dan lain-lain. Evaluasi tukin dilakukan oleh oleh tim yang sama dalam evaluasi
angka kredit.
Korwil luhkan dan korluhkan harus
mendapatkan penghargaan yang lebih mengingat korluhkan dan korwil luhkan memiliki beban kerja yang lebih berat. Sudah
seharusnya koluhkan atau korwilluhkan diisi oleh luhkan dengan pangkat
tertinggi. Luhkan madya keatas. Ada tunjangan korluhkan dan korwil luhkan. Apabila
ada luhkan yang nyleneh, lalu lintas data tidak lancar, ataupun hal lain harus
segera bertindak, memiliki daya tekan, mem-backup-nya
dan bisa memastikan kelancarannya. Sudah sepantasnya diisi oleh personil yang
terbukti mumpuni, dibuktikan dengan prestasi kerja, bukan hanya sekedar karena
pangkat ataupun senioritas.
Reward dan punishment luhkan harus transparan, terukur dan berbanding lurus
dengan kemajuan perikanan. Reward ini
secara otomatis hadir melalui kenaikan pangkat, diangkat menjadi koordinator, diangkat di tempat lain lingkup KKP dan tentu saja tunjangan kinerja
berikut tunjangan-tunjangan lainnya. Reward ini untuk mudahnya bisa dihitung
berdasarkan angka kredit yang bisa dikumpulkan dalam satu bulan. Dievaluasi dan
disyahkan oleh tim evaluasi angka kredit dan dilaporkan ke korwil luhkan
diteruskan ke UPT KKP setiap bulan. Punishment
diberikan kepada luhkan yang malas dalam bekerja. Hasil pekerjaan luhkan
setelah dievaluasi selalu kurang dan ternyata tidak cocok lokasi bisa pindah
wilayah binaan, dipaksa mengajukan pindah struktural, surat teguran, dan
lain-lain.
Oleh:
Slamet Novianto, S.Pi, M.Si
Ketum Forum Komunikasi Penyuluh
Perikanan PNS Daerah Indonesia (FKP3D Indonesia)
Bahan bacaan:
Ahyari, A. (1977). Perencanaan
dan Pengawasan Aktifitas Perusahaan. Yogyakarta: BPFE UGM
Assauri, S.
(1999).Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: LPEE-UI.
Elwood, B.
S. (1993). Manajemen Produksi dan Operasi
Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga. Edisi ke-7.
Gibson,
Ivancevich, dan Donnely (1990). Organisasi
danManajemen (diterjemahkan oleh Djoerban Wahid). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Handoko, T.
H. (1996). Manajemen. Yogyakarta: BPFE UGM. Edisi terbaru
Herjanto, E.
(2004). Manajemen Produksi dan Operasi.
Jakarta: Grasindo. Edisi terbaru.
Iswanto, Y (2006). ManajemenSumberDayaManusia.
Jakarta: PenerbitUniversitasTerbuka.
Prasetya,
H & Lukiastuti, F. (2009). Manajemen
Operasi. Yogyakarta: Yayasan Penerbit MedPress.
PT. CP Bahari. (2008). VisidanMisi Perusahaan.Makalah yang tidak dipublikasikan.
PT. CP Bahari. (2007).
PerjanjianKerjaBersama.Makalah yang tidak dipublikasikan.
Schroder, R.
G. (1992). Managemen Operasi jilid 1 dan
2. Jakarta: Erlangga. Edisi terbaru
Subagyo, P.
(2000). Manajemen Operasi. Yogyakarta: BPFE UGM. Edisi terbaru
Soedjadi, F.X. (1976). Manajemen Analisis. Yogyakarta: BPFE UGM.
Soedjadi, F.X. (1989). Organization and Methods, Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen.
Jakarta: Penerbit PT. Toko Buku Gunung Agung.