8 Jun 2020

Undangan Terbuka Untuk Penyuluh Perikanan; Webinar Kiat Sukses Penyuluh Perikanan Menyongsong Era New Normal

Dalam rangka mempersiapkan penyuluh perikanan memasuki Normal Baru menghadapi pandemi Covid-19 Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia Sulawesi Selatan Bekerjasama dan didukung sepenuhnya oleh Media Komunikas Penyuluh Perikanan KKP akan meyelenggarakan kegiatan Webinar dengan Tema "Kiat Sukses Penyuluh Perikanan Menyongsong Era New Normal"

Acara webinar rencana akan diselenggarakan pada Sabtu, 13 Juni 2020 dengan Keynote Speaker Lilly Aprilia Pregiwati, S.Pi, M.Si, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta para narasumber yang berkompeten. Kami mengundang seluruh penyuluh perikanan di Nusantara untuk berpartisipasi dalam acara tersebut dengan melakukan pendaftaran terlebih dahulu melalui link:



Peserta yang telah mendaftar dan mengikuti acara webinar akan diberikan e-Sertifikat dan juga akan disediakan doorprize menarik selama acara berlangsung. Jadi tunggu apa lagi, silahkan daftarkan diri anda dan dapatkan benefit yang menarik dari acara  tersebut.
Baca Selengkapnya...

28 Des 2018

Penyuluh Perikanan Kabupaten Purbalingga Berpartisipasi dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Peningkatan Ketahanan Pangan

Purbalingga, 28 Desember 2018. Penyuluh perikanan satminkal BPPP Tegal yang bertugas di kabupaten Purbalingga hari ini ikut berpartisipasi dalam rapat koordinasi dan sinkronisasi program peningkatan ketahanan pangan tahun 2019 Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Purbalingga. Peran serta aktif penyuluh perikanan BPPP Tegal yang bertugas di kabupaten Purbalingga dalam Rakor tersebut atas undangan langsung dari Kepala DKPP Kabupaten Purbalingga.
Penyuluh perikanan Satminkal BPPP Tegal yang bertugas di Kabupaten Purbalingga mengikuti Rakor Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Dalam sambutannya, kepala DKPP Purbalingga yang diwakili oleh kepala bidang Distribusi dan Ketersediaan Pangan, Ir. Arif Khaerudin, M.Si memaparkan bahwa pada tahun 2019 terdapat dua kegiatan dibidang perikanan yang dirasa perlu mendapat pendampingan dari penyuluh perikanan yaitu program pengembangan perikanan budidaya yang meliputi program percontohan budidaya lele secara intensif sebanyak 10 paket dan percontohan budidaya gurame sebanyak 4 paket. Semua kegiatan diatas bersumber dari dana alokasi khusus bidang perikanan.

Kegiatan yang kedua yaitu kegiatan pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan berupa pelatihan pengolahan ikan dan diversifikasi produk perikanan sebanyak 10 paket. Dari program-program diatas, penyuluh peikanan dapat menjabarkan dan memasukkan dalam programa penyuluhan perikanan yang saat ini memang sedang disusun oleh penyuluh perikanan.

Bantuan paket bahan pangan berupa beras dan ikan lele di bidang akses pangan juga menjadi konsen bagi penyuluh perikanan terutama dalam akses dan penyediaan ikan lele guna mendukung program tersebut. Penyuluh perikanan diharapkan mampu menfasilitasi pelaku utama bidang usaha budidaya lele dalam penyediaan lele segar konsumsi sesuai permintaan, serta menjaga ketersediaannya.
Baca Selengkapnya...

14 Des 2017

Perencanaan Usaha Budidaya Pembesaran Belut Sawah Pada Media Kolam Terpal

Oleh  :
Hendy Dwi Setiawan, S.PKP *)
*) Penyuluh Perikanan Pertama di Puslatluh KP, BRSDM KP; wilayah penugasan Kabupaten Way Kanan, Lampung


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belut merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang, bertubuh licin dan hanya memiliki sirip punggung saja. Belut biasanya suka memakan ikan-ikan yang masih berukuran kecil. Habitat alami belut adalah rawa-rawa, sungai-sungai kecil dan sawah.
Sebagian besar penduduk Indonesia khususnya masyarakat Lampung, sudah sejak lama mengenal dan menggemari masakan dari olahan daging belut.  Akan tetapi untuk mendapatkan daging belut segar masih relatif sulit, karena keterbatasan ketersediaan belut segar di pasaran, baik di pasar tradisional, pasar modern maupun pasar swalayan.  Hal ini dikarenakan belut sawah yang dijual sebagian besar merupakan hasil dari tangkapan di alam, bukan dari hasil budidaya.  Kondisi ini diperparah dengan keadaan sawah yang merupakan habitat alami belut sawah yang semakin hari semakin mengkhawatirkan dampak dari penggunaan pestisida kimiawi yang telah berlangsung sejak lama, sehingga jumlah belut sawah yang hidup di habitatnya akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu. 
Hewan licin mirip ular ini jika dilihat sekilas akan tampak menyeramkan atau menjijikkan, akan tetapi belut mempuyai potensi nilai ekonomis yang tinggi.  Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin meningkatnya permintaan konsumen terhadap komoditas belut sawah dari tahun ke tahun.  Prospek bisnis belut tidak hanya cemerlang di dalam negeri saja, tetapi juga untuk pasar di luar negeri sebagai komoditas ekspor.  Licinnya belut seakan-akan menjadi simbol bahwa menjalani usaha agribisnis belut dapat mendatangkan banyak keuntungan (Muktiani, 2010).

Tujuan
Tujuan disusunnya laporan perencanaan usaha perikanan ini adalah antara lain :
  1. Mengetahui hal-hal yang harus dipersiapkan dalam rencana budidaya pembesaran belut sawah;
  2. Memberikan gambaran perencanaan dalam usaha perikanan budidaya pembesaran belut sawah sehingga dapat diketahui kelayakan usaha ini;

Perumusan Masalah
Mengingat kandungan gizi daging belut yang cukup tinggi dan prospek harga jual yang relatif menguntungkan, pertanyaan yang kemudian muncul adalah : apakah usaha agribisnis pembesaran belut sawah di media kolam terpal dapat dilakukan dari segi analisis faktor teknis dan non-teknis? Jika dapat dilakukan, apakah usaha agribisnis pembesaran belut sawah di media kolam terpal layak untuk diusahakan?  Dengan demikian artikel ini ditulis untuk memaparkan tentang jenis dan karakteristik belut sawah (Monopterus albus), teknis budidaya pembesaran belut sawah di media  kolam terpal, serta kelayakan usaha agribisnis pembesaran belut sawah di media  kolam terpal.  Di akhir pembahasan akan dipaparkan pula hambatan atau masalah yang mungkin terjadi dalam usaha agribisnis tersebut serta alternatif solusi pemecahan masalahnya.
 
Belut Sawah

ANALISA PELUANG PASAR
Keunggulan Jenis Komoditas
Ada beberapa asumsi yang memberikan keunggulan bagi budidaya pembesaran belut sawah diantaranya yaitu : (1) pemeliharaan belut sawah relatif mudah, (2) kebutuhan masyarakat akan daging belut relatif cukup tinggi, (3) jumlah pembudidaya ikan belut sawah di Lampung masih relatif sedikit, (4) intensitas serangan hama dan penyakit belut sawah relatif rendah, (5) daging belut sawah kaya akan gizi, dan (6) produknya tidak terpengaruh oleh waktu, artinya jika pada hari tersebut tidak laku untuk di jual maka belut tersebut tidak akan mati akan tetapi dapat di jual pada lain waktu.  Kandungan gizi pada belut sawah relatif lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya.  Sebagai contoh, nilai energi konsumsi belut sebesar 303 kkal/100 gram, sedangkan nilai energi telur hanya 162 kkal/100 gram dan nilai energi daging sapi sebesar 207 kkal/100 gram; sementara nilai protein pada belut sebesar 18,4 gram/100 gram,   sedangkan protein daging sapi sebesar 18,8 gram/100gram dan protein telur sebesar 12,8 gram/100 gram).  Seperti jenis ikan lainnya, nilai cerna protein pada belut juga sangat tinggi, sehingga sangat cocok untuk sumber protein bagi semua kelompok usia, dari balita hingga usia lanjut (Taufik dan Saparinto, 2008).

Keunggulan Harga Komoditi
Pada saat ini, harga belut sawah untuk pasar Lampung masih berfluktuasi antara Rp. 20.000 hingga Rp. 30.000 per kilogramnya.  Hal ini berarti komoditas belut sawah masih cukup menjanjikan untuk dikembangkan dan dibudidayakan.
Belut sawah merupakan salah satu bahan pangan protein hewani yang sudah sejak lama dikonsumsi dan digemari oleh masyarakat luas. Akan tetapi, hingga saat ini guna memenuhi kebutuhan tersebut masih mengandalkan belut sawah dari hasil tangkapan di alam.  Kondisi terkini dari habitat asli belut sawah semakin lama semakin mengkhawatirkan dampak dari penggunaan pestisida kimiawi di lahan sawah yang telah berlangsung sejak lama, sehingga jumlah belut sawah yang hidup di habitatnya akan semakin berkurang seiring berjalannya waktu.  Guna menjaga eksistensi belut sawah serta memenuhi permintaan kebutuhan konsumen, maka perlu dilakukan upaya-upaya pembudidayaan belut sawah, mulai dari pembenihannya hingga pembesarannya.

IDENTIFIKASI PROSES PRODUKSI
Jenis dan Karakteristik Belut Sawah
Sedikitnya ada 3 (tiga) jenis belut yang berkembang dan dikenal oleh masyarakat Indonesia yaitu : Syinbranchus bengalensis, Macrotrema calligans dan Monopterus albus (Fluta alba).  Ketiga jenis belut tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan dalam famili Syinbranchidae dan ordo Syinbranchoidea (Muktiani, 2010). 
Karateristik belut dapat identifikasi dari habitatnya maupun dari fisiknya.   Ditinjau dari habitatnya, belut mempunyai genus dan spesies yang sedikit, tetapi memiliki habitat hidup yang cukup luas, mulai dari perairan tawar hingga perairan payau atau asin.  Belut hidup pada perairan yang dangkal tidak lebih dari 150 cm, dengan dasar lumpur, tanah liat berair, seperti di sawah, tepian rawa, danau atau sungai atau genangan air lainnya (Taufik dan Saparianto, 2008).
            Dilihat dari kondisi fisiknya, belut merupakan hewan karnivora, yaitu pemakan hewan lain (hewan pemakan daging).  Ciri-ciri hewan karnivora adalah : memiliki gigi yang runcing, memiliki lambung yang besar, usus pendek tebal dan elastis.  Belut termasuk hewan yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal).  Belut juga termasuk hewan hemaprodit protogoni, yaitu mengalami perubahan kelamin dalam masa hidupnya.  Awal kehidupan belut muda berkelamin betina, kemudian akan berubah menjadi jantan.  Belut betina berwarna lebih cerah, sedangkan belut jantan warna tubuhnya lebih gelap keabu-abuan. 

Proses Pembesaran Belut Sawah
          Proses pembesaran belut sawah terdiri atas 4 tahap, yaitu tahap penyiapan sarana dan peralatan, tahap penyiapan benih, tahap perlakukan dan perawatan benih, serta tahap pemeliharaan  pembesaran.  Setelah itu belut dapat dipanen untuk dipasarkan kepada konsumen.  Berikut pemaparan dari setiap tahapan tersebut.

Penyiapan Sarana dan Peralatan
Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya pembesaran belut sawah harus dibedakan antara lain : kolam pendederan (untuk benih belut berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm) dan kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8 cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-50 cm. Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya dibedakan oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut.  Ukuran kolam untuk kolam pendederan (ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/ m2,  kolam belut remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m2 dan untuk kolam belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m2 serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya tampungnya 50 ekor/m2, hingga panjang belut siap panen berukuran 30-50 cm.
Pembuatan kolam terpal dalam usaha budidaya pembesaran belut sawah hanya digunakan untuk menampung media yang disusun dari beberapa bahan organik untuk kelangsungan hidup belut sawah.  Pembuatan kolam terpal dilakukan dengan cara membuat kerangka dari kayu dan papan berbentuk kotak (balok tanpa tutup) kemudian pasang terpal dengan paku.  Setelah kolam terpal selesai dibuat, maka sebaiknya terpal dicuci dan dibilas dahulu dengan air bersih agar bau dan kandungan kimiawi pada terpal baru dapat hilang.  Setelah itu, kolam terpal dapat diisi dan disusun dengan media hidup belut. Media hidup belut sawah dalam kolam terpal terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk kandang, sekam padi dan jerami padi. Cara pembuatan medianya yaitu, kolam yang masih kosong untuk lapisan pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun dengan pupuk kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik selesai dibuat dengan ketebalan seluruhnya sekitar 30 cm,   air yang mengandung bahan organik dapat dialirkan ke dalam kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm.  Pada proses itu media dasar kolam sudah selesai, tinggal media tersebut dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah.
Dalam proses penyiapan media, banyak peralatan yang digunakan. Peralatan lain yang diperlukan dalam tahapan ini antara lain  media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat penangkapan yang diperlukan, serta ember plastik untuk menampung benih belut sementara. 

Penyiapan Benih
Proses penyiapan benih diawali dengan menyiapkan anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif.  Ukuran benih belut sawah yang diperlukan berkisar antara 5-8 cm.  Benih belut tersebut dipelihara selama empat bulan dalam dua tahapan dengan masing-masing tahapannya selama dua bulan.
Benih belut sawah dapat diperoleh dari hasil pembenihan (jika sudah ada) atau bisa juga benih belut sawah yang diperoleh dari sarang-sarang benih yang ada di alam yang ditangkap menggunakan tangan atau alat tangkap bubu.  Benih belut yang akan digunakan dalam usaha agribisnis pembesaran belut sawah sebaiknya bukan benih belut sawah yang berasal dari tangkapan menggunakan alat setrum listrik, karena benih belut akan terluka dan/ atau mandul serta biasanya benih belut tersebut akan lambat pertumbuhannya.
Benih belut yang berukuran 5-8 cm  dapat segera ditempatkan di media pada kolam terpal dengan syarat setelah media untuk kelangsungan hidup belut dipastikan sudah siap (matang).  Media yang dapat dinyatakan siap ditebar benih belut (matang) adalah media yang sudah tidak panas ketika kita celupkan tangan kita ke dalam media tersebut dan media tersebut sudah terdapat jasad-jasad renik seperti cacing tanah dan lainnya.  Apabila benih belut masih berukuran 2-3 cm, maka benih belut tersebut ditempatkan di kolam pendederan calon benih terlebih dahulu selama kurang lebih satu bulan sampai anak belut tersebut berukuran 5-8 cm. 

Perlakuan dan Perawatan Benih
Benih belut sawah harus diperlakukan secermat mungkin agar tidak banyak yang hilang.  Air yang digunakan sebaiknya air yang bersih dan lebih baik lagi dengan air yang mengalir. 
Dalam merawat benih belut sawah pada budidaya pembesaran, perlu diperhatikan pula hama dan penyakit yang bisa mengganggu kehidupan belut.   Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang belut antara lain : berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air dan ikan gabus.  Adapun di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering menyerang hanya katak dan kucing.  Pemeliharaan belut secara intensif biasanya tidak banyak diserang hama.  Namun penyakit juga sering mengincar keberlangsungan hidup belut.  Penyakit yang umum menyerang belut adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung, 2010).

Pemeliharaan Pembesaran
          Pemeliharaan pembesaran belut terdiri dari pemupukan, pemberian pakan dan pemeliharaan kolam dan tambak.  Pada proses pemupukan, jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran yang subur.  Selain itu pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu bahan organik utama.           
          Pakan yang diberikan dapat berupa makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat besar atau belatung.  Makanan tersebut diberikan setiap 10 hari sekali.
          Pemanenan belut dapat dilakukan setelah belut berumur 3 – 5 bulan.  Hal ini bergantung dari permintaan ukuran konsumen di pasaran.  Konsumen di pasaran lokal biasanya lebih menyukai belut yang dipanen berumur 3 – 4 bulan, sedangkan pasar ekspor ke manca negara biasanya belut yang berumur 5 – 6 bulan.  Belut yang dipanen dapat berupa 2 jenis komoditas yaitu benih yang dijual untuk budidaya pembesaran dan belut ukuran konsumsi (besarnya dan panjangnya sesuai dengan permintaan konsumen). Cara Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan antara lain : bubu (posong), jala bermata lembut, pancing atau dengan cara pengeringan air kolam dan pembongkaran media sehingga belut tinggal diambil saja menggunakan tangan secara manual.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa usaha agribisnis budidaya pembesaran belut sawah merupakan teknik budidaya ikan yang tidak terlalu rumit.  Hal ini dikarenakan budidaya belut sawah dapat dilakukan pada lahan yang sempit, tanpa harus meluangkan waktu khusus untuk budidaya, tanpa pembelian pakan buatan yang harganya relatif mahal dan pembuatan media hidup belut yang dapat dipergunakan kembali pada siklus produksi selanjutnya.

IDENTIFIKASI KELAYAKAN USAHA
Analisis kelayakan rencana usaha agribisnis budidaya pembesaran belut sawah di media  kolam terpal dengan asumsi sebagai berikut :
1.    Jenis belut yang dibesarkan adalah belut sawah (Monopterus albus)
2.    Pembesaran dilakukan menggunakan media yang disusun pada wadah budidaya kolam terpal berukuran 4 x 6 meter dengan luas kolam sebesar 24 m2 sebanyak 3 (tiga) unit.
3.    Benih belut sawah yang ditebar berukuran 5 – 8 cm dengan populasi tebar sebanyak 2400 ekor.  Padat penebaran pada tahap pembesaran I adalah 100 ekor/ m2, sedangkan pada tahap pembesaran II adalah 50 ekor/m2.
4.    Pemeliharaan dilakukan selama kurun waktu 4 bulan (terbagi atas tahap pembesaran I selama 2 bulan dan tahap pembesaran II selama 2 bulan) dengan tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate / SR) sebesar 90% dengan tingkat kematian (mortalitas) sebesar 5 – 10%.
5.    Perkiraan hasil panen per siklus budidaya dapat diperoleh sebanyak 108 kilogram belut segar (dengan asumsi 90% x 2400 ekor x 50 gram/ ekor).  Harga penjualan belut rata-rata pada saat panen sebesar Rp 25.000,-
6.    Masa pakai kolam terpal selama 4 tahun, masa pakai media hidup belut selama 1 tahun dan masa pakai perlengkapan lainnya adalah 5 tahun.
7.    Usaha agribisnis budidaya pembesaran belut sawah dijalankan sendiri oleh pemilik beserta keluarganya, tanpa dibantu oleh pegawai.
8.    Siklus budidaya dengan menggunakan 3 (tiga) unit kolam terpal, maka 1 unit digunakan untuk pembesaran tahap pertama dengan padat tebar 100 ekor/ m2 (Kolam A) dan 2 unit kolam terpal lainnya digunakan untuk pembesaran tahap kedua dengan padat tebar 50 ekor/ m2 (Kolam B dan Kolam C).  Pada saat kolam B dan kolam C sudah panen, maka benih di kolam A sudah siap untuk dipindahkan ke kolam B dan kolam C, karena kolam A sudah ditebar beberapa hari setelah dipindah ke kolam B dan kolam C pada 2 bulan sebelumnya dan begitu pula seterusnya.  Dengan demikian dalam 1 (satu) tahun budidaya dapat panen sebanyak 5 kali dengan masa pemeliharaan selama 4 bulan dengan sistem budidaya terpadu (tumpang sari).

Proyeksi Keuangan Selama 1 Tahun
1. Biaya Investasi
a. Biaya pembuatan kolam terpal 3 unit                         
1). Bambu; jari-jari 5 cm, p=6-8 m (25 bh@Rp 8.000)                        Rp     200.000
2). Kayu Jati; diameter 10cm, p=1,5 m (20 bh@Rp 15.000)               Rp     300.000
3). Terpal; tebal ukuran 6x8 m (3 bh @ Rp 215.000)                          Rp     645.000
4). Paku; berbagai ukuran         (1 Paket)                                            Rp       50.000
5). Biaya upah tukang (6 HOK @ Rp 80.000)                                     Rp     480.000
            Total Biaya Pembuatan Kolam Terpal 3 unit                                Rp  1.675.000
b. Mesin Pompa Air (1 unit @ Rp 350.000)                                             Rp     350.000
c. Selang air (50 m @ Rp 6.000)                                                              Rp     300.000
d. Paranet/ Shading net (75 m2 @ Rp 5.000)                                          Rp     375.000
e. Biaya pemasangan listrik PLN 900 VA (1 paket)                                 Rp  2.500.000
f. Tangki air 225 Liter           (1 unit)                                                         Rp     450.000
g. Biaya pembuatan menara tangki air (1 paket )                                    Rp     850.000
            Total Biaya Investasi                                                                  Rp  6.500.000

2. Biaya Tetap Selama 1 Tahun
a. Penyusutan kolam terpal  (1/4 x Rp 1.675.000)                                 Rp     418.750
b. Penyusutan mesin pompa air (1/5 x Rp 350.000)                              Rp       70.000
c. Penyusutan selang air (1/5 x Rp 300.000)                                         Rp       60.000
d. Penyusutan paranet/ shading net (1/5 x Rp 375.000)                        Rp       75.000
e. Penyusutan bak tong penampung air (1/5 x Rp 300.000)                  Rp       60.000
f. Penyusutan menara tangki air (1/5 x Rp 850.000)                              Rp     170.000
            Total Biaya Tetap Selama 1 Tahun                                          Rp     853.750
                                   
3. Biaya Variabel (Biaya Tidak Tetap)
a. Media budidaya (3 paket)                                                                  Rp  1.350.000
b. Benih belut sawah ukuran 5-8 cm       (12000 ekor; 60 Kg)              Rp  3.000.000
c. Pakan tambahan; jangkrik, belalang, belatung dll. (5 paket)             Rp     500.000
d. Vaksin dan Obat-obatan (5 paket)                                                     Rp     300.000
e. Tagihan listrik PLN          (12x15 kwh @ Rp 800)                              Rp     144.000
            Total Biaya Variabel (Biaya Tidak Tetap)                               Rp  5.294.000

4. Biaya Operasional Selama 1 Tahun
Biaya Operasional   = Total biaya tetap + Total biaya variabel            
                                                = Rp  853.750 + Rp 5.294.000
                                                = Rp 6.147.750
5. Pendapatan Per Tahun
            = Jumlah belut yang dipanen x Harga jual rata-rata                
            = (5 x 108 Kg) x Rp 25.000/Kg                  
            = 540 Kg x Rp 25.000/Kg               
            = Rp 13.500.000                 

6. Keuntungan Per Tahun
= Pendapatan - Biaya Operasional                     
= Rp 13.500.000 - Rp 6.147.750              
            = Rp 7.352.250                    
                                   
7. Keuntungan Per Bulan
            = Keuntungan 1 Tahun / 12 Bulan                     
            = Rp 7.352.250 / 12 bulan             
            = Rp  612.687,5                   
                                   
Analisis Kelayakan Usaha
1. Cash Flow
            = Laba bersih per tahun + Modal Investasi                    
            = Rp 7.352.250 + Rp 6.500.000                
            = Rp13.852.250                  

2. RC Ratio
            = Total pendapatan / Total Biaya Operasional              
            = Rp 13.500.000 / Rp 6.147.750               
            = 2,196                      

3. Pay Back Periode
            = Total Biaya Investasi / Laba usaha per bulan            
            = Rp 6.500.000 / Rp 612.687                    
            = 10,61          
4. Break Event Point (BEP)         
a. BEP Harga Produksi                            
            = Total biaya operasional / Jumlah produksi                 
            = Rp 6.147.750 / 540 Kg                
            = Rp 11.384,7
                                   
b. BEP Volume Produksi                        
            = Total biaya operasional / (Harga per unit - Biaya variabel per unit)                        = Rp 6.147.750 / (Rp 25.000 - (Rp 5.294.000/540 kg))                   
            = Rp 6.147.750 / (Rp 25.000 - Rp 9.804)            
            = Rp 6.147.750 / Rp 15.196                      
            = 404,56 Kg

Berdasarkan uraian analisis kelayakan usaha agribisnis budidaya pembesaran belut sawah (Monopterus albus) di media kolam terpal dapat disimpulkan bahwa pendapatan bersih per tahun dapat mencapai Rp  13.500.000,- sehingga pendapatan bersih per bulan adalah sebesar Rp 612.687.  Berdasarkan hasil perhitungan RC Ratio yang bernilai 2,196 maka usaha pembesaran belut sawah dinyatakan layak karena nilai R/C lebih lebih dari 1,0.  Nilai R/C sebesar 2,196 berarti bahwa setiap biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp 1.000,- maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.196,-.  Nilai Break Event Point (BEP) harga produksi sebesar Rp 11.385,-/kilogram, artinya titik impas pada usaha pembesaran belut sawah ini akan tercapai dengan harga jual belut sawah ukuran konsumsi pada saat panen sebesar Rp 11.385,- per kilogramnya.  Sedangkan nilai Break Event Point (BEP) volume produksi sebesar 404,56 artinya titik impas pada usaha pembesaran belut sawah ini akan tercapai pada saat produksi belut konsumsi terjual sebanyak 404,56 kilogram.

IDENTIFIKASI AKSES PERMODALAN
Dalam rangka peningkatan usaha produksi budidaya pembesaran belut sawah perlu disertai dengan penguatan modal sehingga budidaya pembesaran belut sawah bisa meningkatkan produksinya dan mampu memenuhi permintaan pasar.  Oleh karena itu dibutuhkan suntikan dana atau tambahan modal ada beberapa akses permodalan yang bisa digunakan antara lain :
  1. Dengan menggunakan pinjaman dari Perbankan dengan program KKPE (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi) merupakan program pemerintah untuk membantu usaha bidang pertanian dan perikanan dalam peningkatan skala usahanya yaitu dengan memberikan bunga 0.5 % perbulan dengan angsuran sesuai dengan jangka musim tanam (mengangsur 3 – 4 bulan sekali).
  2. Bantuan pinjaman bank dengan program KUR (Kredit Usaha Rakyat) pada dasarnya sama dengan program KKPE namun untuk program KUR bisa diakses dan difasilitasi oleh bank pemerintah BNI/BRI dengan bunga 9% per tahun.
  3. Bantuan berupa dana bergulir ataupun hibah dari pemerintah sebagai dana stimulan bagi pelaku utama untuk meningkatkan usaha budidaya perikanan

PENUTUP
Kesimpulan
         Berdasarkan uraian analisis kelayakan usaha budidaya belut sawah di media  kolam terpal, maka dapat disimpulkan bahwa budidaya pembesaran belut sawah di media  kolam terpal sangat mudah dilakukan dan tidak membutuhkan modal investasi yang relatif besar, sehingga memungkinkan pembudidaya ikan untuk membudidayakannya.  Selain itu usaha budidaya belut sawah di media  kolam terpal layak diusahakan oleh pembudidaya ikan, karena memberikan penghasilan per bulan lebih dari setengah juta rupiah (Rp 612.687,-/bulan) dan panen sebanyak 5 kali dalam 1 tahun. 
         Untuk meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan belut, maka disarankan pada pembudidaya ikan untuk memperluas skala usaha agribisnis budidaya belut padi sawah di media  kolam terpal, sehingga produksi meningkat dan pendapatan pembudidaya ikan belut meningkat.  Selain itu, salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah harus dipastikan bahwa benih belut sawah yang akan dibudidayakan merupakan benih belut hasil pembenihan (jika sudah ada) atau hasil tangkapan dengan cara yang benar seperti menggunakan tangan atau dengan alat tangkap bubu, tetapi bukan benih belut yang berasal dari tangkapan menggunakan alat setrum listrik.  Guna mendukung keberhasilan dan keberlanjutan usaha agribisnis budidaya pembesaran belut sawah, kebutuhan benih belut sawah yang hingga saat ini masih mengandalkan dari hasil tangkapan alam, maka diperlukan alternatif melalui kegiatan penelitian dan pengembangan usaha budidaya pembenihan belut sawah.  Terakhir, perlu adanya pembinaan dari dinas terkait untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada pembudidaya belut, sehingga mereka memperoleh informasi tentang inovasi budidaya pembesaran belut sawah di media kolam terpal.


Daftar Pustaka

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung, 2010. Petunjuk Pemeliharaan Belut Sawah. Bandar Lampung : Sekretariat Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung.

Muktiani. 2008. Menggeluti Bisnis Belut. Yogjakarta : Pustaka Baru Press


Taufik A. dan Saparinto C. 2008. Usaha Pembesaran Belut. Surabaya : Penebar Swadaya.
Baca Selengkapnya...

15 Agu 2017

Bagi Mu Negeri, Jiwa Raga Ku; Sebuah refleksi perjalanan penyuluhan, Penyuluh Perikanan di HUT RI Ke-72

Mamasuki usia Kemerdekaan Negara REPUBLIK INDONESIA yang ke 72 Penyuluhan Perikanan  telah banyak mengalami  pasang surut dan terpaan kemajuan kebijakan. Terkadang, berkembang seiring dengan kebijakan yang memihak dan terkadang pula tergerus dengan kebijakan yang bertentangan, tapi itu bukan sebuah anomali untuk merontokan semangat penyuluh dan penyuluhan.

Lika liku penyuluhan Perikanan Negeri ini terasa asik untuk direnungi. Berbagai kemajuan yang telah dicapai baik tenaga penyuluh, sarana penyuluhan, metode penyuluhan sampai dengan pembiayaan, tidaklah lepas dari upaya kerja keras Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Penyuluh Periknan dan potret nelayan tradisional di Maluku
Kemajuan Pembangunan Perikanan dan Kelautan terutama pembangunan sumber daya manusia perikanan yang telah dicapai saat ini, tidak dapat dilepaspisahkan dari kerja keras dari semua unsur penyuluhan baik pusat pengembangan penyuluhan, badan koordinasi penyuluhan maupun Pemerintah Kabupaten/Kota dan semua elemen yang berkait dengan dunia penyuluhan, yang lebih utama lagi peran penyuluh yang merupakan garda terdepan dalam membina dan membimbing  nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan.
   
Indonesia merupakan Negara KEPULAUAN yang terbentang dari Sabang di ujung Pulau Sumatra sampai Merauke di ujung Timur Pulau Irian,  dengan jumlah pulau besar maupun kecil sebanyak 17.504 buah yang terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia dan diapit oleh Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.  Luas perairan laut Indonesia yang dapat di manfaatkan yaitu 5,8 jt km2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pembangunan perikanan secara Nasional mempunyai sasaran secara kuantitatif antara lain pencapaian target produksi penyediaan ikan untuk kebutuhan dalam Negeri, tujuan eksport dan penyerapan tenaga kerja. Untuk mendukung program tersebut di butuhkan sumber daya manusia perikanan yang tangguh dan terampil untuk mengelola potensi perikanan yang ada, baik  penangkapan, budidaya maupun pengolahan. Kondisi ini perlu dipacu agar kita tidak menjadi penonton setia di Negeri sendiri.

Untuk membimbing dan membina nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan dibutuhkan tenaga Penyuluh Aparatur Sipil Negara, Penyuluh Bantu, Penyuluh Pendamping maupun Penyuluh Swadaya, kesemuanya ini  berkolaborasi guna menghasilkan instrumen Profesionalisme Penyuluh Indonesia.

Provinsi Maluku merupakan Provinsi Kepulauan dengan luas wilayah 712479,65km, sebagai Provinsi Kepulauan, Provinsi Maluku juga memiliki pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga sebut saja pulau Lirang dan Kisar yang berbatas langsung dengan Negara tetangga Republik Demokratik Timor Leste, Pulau Marsela dan Pulau Luang yang berbatas langsung dengan Negara Australia dan juga Kepulauan Aru. Selain pulau-pulau yang berbatasan degan Negara tetangga ada juga pulau-pulau besar dan kecil yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar sehingga provinsi ini ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN),  Walaupun sampai saat ini hanyalah sebatas janji "SURGA" bagi masyarakat Maluku. Potensi perikanan bukan saja tergantung pada penangkapan namun, sektor budidaya juga memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.

Dalam pemanfaatan potensi perikanan baik tangkap, budidaya maupun pengolahan yang tersedia dibutuhkan keterampilan dan pengetahuan terutama nelayan, pembudidaya dan pengolah hasil perikanan, guna mewujudkan kesemuanya penyuluhan dan penyuluh memainkan peran yang cukup strategis dalam membina dan membimbing nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan dalam menjalankan usahanya, baik bersifat perorangan ataupun kelompok yang pada akhirnya akan menghasilkan Usaha Mikro Kecil Menengah maupun Pengusaha Besar dan Koperasi Perikanan.

Peran strategis penyuluh perikanan dalam membina pelaku utama tentulah tidak sekedarnya, tetapi dibutuhkan sarana penyuluhan, metode, materi penyuluhan, dan tentunya pembiayaan. Penyuluh yang kompeten dibidangnya, adalah penyuluh yang menguasai bidangnya dan mampu berkompetisi dengan pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.

Peran penyuluh yang dimaksudkan disini yaitu: bagaimana seorang penyuluh dapat mengarahkan nelayan, pembudidaya, pengolah ikan atau yang biasa dikenal dengan sebutan pelaku utama mulai dari mendengar melihat dan mampu untuk melakukan. Karena sesungguhnya, roh dari penyuluhan itu sendiri adalah bagimana merubah sikap, minat dan ketrampilan pelaku utama. Dari tidak tau menjadi tau, dari tidak suka menjadi suka, dan pada akhirnya dapat melakukan.  Profesionalisme penyuluh memerlukan adanya pengembangan  kompetensi diri yang seiring dengan perkembanagan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan menjadikan pelaku utama sebagai teman seperjalan.

31 tahun berprofefesi sebagai penyuluh merupakan perjalanan panjang yang di mulai dari jaman orde baru yang saat itu ngetren dengan program BIMAS sampai dengan jaman reformasi disaat yang bikin repot lagi. Kisah dari perjalanan ini kadang mengasyikan, terkadang pula menjengkelkan dan melelahkan karena penyuluhan sendiri merupakan sebuah sistim pendidikan non-formal yang tidak  terbatas ruang dan waktu dengan tidak memandang tingkat pendidikan, jenis kelamin serta usia. Kondisi ini merupakan sebuah kenyataan yang mau tidak mau, suka tidak suka harus di hadapi oleh seorang penyuluh, pada tataran inilah profesionalisme penyuluh dibutuhkan. Pengalaman membuktikan sepanjang berkarir sebagai penyuluh telah banyak mengorbitkan pelaku utama menjadi pelaku usaha yang maju dan tangguh sehingga menjadi pengusaha yang mandiri, sukses, baik di bidang penangkapan maupun budidaya, hal ini selain memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahtraan pelaku utama, juga dalam meningkatakan serta menggerakan perekonomian daerah, menekan laju inflasi, menambah pendapatan asli daerah maupun pendapatan negara, membuka lapangan kerja dan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat.

Penyuluhan memegang peranan penting dalam sektor perikanan terutama pengembangan sumberdaya manusia, dengan adanya sumberdaya manusia yang tangguh dan terampil dalam mengelola potensi yang ada, akan berdampak pada peningkatan produksi yang sekaligus membuka lapangan kerja serta memberikan kesempatan kerja terutama bagi masyarakat pedesaan, dan sekaligus dapat menekan lajunya urban masyarakat dari Desa ke Kota. Telah banyak hasil karya nyata penyuluh dalam membangun Negeri ini namun terkadang hasil karya tenggelam dalam berbagai kepentingan.

Hasil karya penyuluh perikanan bukan hanya hasil karya yang sifatnya lokal maupun nasional namun sampai pada tataran kerjasama antar Negara. Masih segar dalam ingatan saya betapa getolnya perjuangan Almarhum Bapak Sumardi Suriyatna yang memeperjuangkan kepentingan penyuluh sampai sampai menginspirasikan pemberian Reward bagi penyuluh berprestasi sebagai bentuk penghargaan atas semangat jerih juang penyuluh yang tetap bersemangat sampai saat ini. Jayalah Penyuluh dan Penyuluhan -Ku. MERDEKAAAA !!!

Oleh :  Agus Haurissa, S.Pi
Penyuluh Perikanan Kota Ambon
Baca Selengkapnya...

5 Mei 2017

Eksistensi Peran Penyuluh Perikanan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016

Eksistensi Peran Penyuluh Perikanan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016
(Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam)
Sukma Budi Prasetyati *) **)

Pada April 2016, Pemerintah menetapkan Undang-undang No. 7 tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Adanya perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam bertujuan untuk: 1) menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; 2) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan; 3) meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam; 4) menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan; 5) menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; 6) melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan 7) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum.
Penyuluhan: Salah satu peran penyuluh perikanan dalam rangka pembedayaan masyarakan pesisir melalui penyuluhan
Keberadaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai entitas penting dalam struktur masyarakat Indonesia menjadi alasan kuat adanya perlindungan dan pemberdayaan terhadap komunitas tersebut. Peran Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat signifikan untuk mengimplementasikan peraturan yang telah ditetapkan. Setidaknya terdapat 8 (delapan) strategi yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk urusan perlindungan yaitu : 1) penyediaan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 2) kemudahan memperoleh sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 3) adanya jaminan kepastian usaha; 4) adanya jaminan resiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan dan pergaraman; 5) menghapuskan praktik ekonomi biaya tinggi; 6) pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman; 7) adanya jaminan keamanan dan keselamatan; dan 8) tersedianya fasilitasi dan bantuan hukum. Adapun strategi pemberdayaan dilakukan melalui : pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan pendampingan; kemitraan usaha; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi; serta penguatan kelembagaan.

Di antara pasal-pasal yang tercantum, UU no 7 tahun 2016 secara spesifik menyebutkan tentang strategi pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan yaitu Pasal 12 ayat 3. Kemudian pada pasal 49, Undang-undang tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pemilik kewenangan untuk menyediakan fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan serta petambak garam. Di antara fasilitas yang dimaksud adalah pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh. Hal ini berbanding lurus dengan amanat Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada lampiran Y yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional merupakan kewenangan pemerintah pusat. Penyediaan tenaga penyuluh oleh Pemerintah Pusat diharapkan dapat memenuhi perintah Undang-undang yakni 3 (tiga) orang penyuluh perikanan dalam 1 (satu) kawasan potensi kelautan dan perikanan. Tenaga penyuluh tersebut harus memiliki kompetensi di bidang usaha perikanan dan atau usaha pergaraman.

Khusus mengenai pemberdayaan melalui penyuluhan, kelembagaan dan status ketenagaan penyuluh perikanan sedang dalam proses peralihan dari daerah ke pusat sesuai perintah UU No. 23 tahun 2014. Proses peralihan yang seharusnya selesai dilakukan per oktober 2016, tertunda karena berbagai alasan. Lahirnya UU No. 7 tahun 2016 yang sejatinya mengatur perlindungan dan pemberdayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam, adalah memperkuat fungsi penyuluhan sebagai salah satu bagian dari pemberdayaan terhadap masyarakat perikanan dan kelautan. Pemerintah memahami bahwa nelayan, pembudidaya Ikan, dan petambak garam telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan perdesaan. Sehingga menjadi hal yang sangat wajar jika Pemerintah menyiapkan anggaran baik yang bersumber dari APBN, APBD maupun dana lain yang sah menurut aturan perundang-undangan untuk menjamin perlindungan dan pemberdayaan terhadap komunitas tersebut. Bahkan pada pasal 24 Undang-undang No. 7 tahun 2016, terbuka peluang bagi Pemerintah untuk memberikan subsidi yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Presiden.

Mari terus ingatkan Pemerintah agar taat dalam menjalankan setiap produk aturan yang telah dibuatnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Undang-undang No. 7/2016 telah berlaku sejak tanggal ditetapkannya. Akan tetapi pelaksanaannya mungkin masih memerlukan dorongan dan dukungan dari stake holder yang terlibat di dalamnya, termasuk salah satunya adalah Penyuluh Perikanan Indonesia. Amanah (2007) menyatakan bahwa komunitas petani, nelayan, dan peternak sangat bergantung pada eksistensi penyuluh dan keberlanjutan program penyuluhan. Kesulitan yang dihadapi komunitas tersebut di lapangan, bukan semata karena faktor teknis, tetapi persoalan yang lebih kompleks, seperti penanganan aspek resiko dan ketidakpastian, pengembangan jaringan pemasaran atau kerjasama dengan sektor swasta, pengorganisasian sumber daya manusia, dan peningkatan mutu produk. (Soe’17)

*) Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta
**) Penyuluh Perikanan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Referensi :
Amanah, Siti. 2007. Makna Penyuluhan dan Transformasi Perilaku Manusia. Jurnal Penyuluhan. Vol. 3 No. 1. Institut Pertanian Bogor.

Link Download Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 dapat dilihat di: http://www.penyuluhperikanan.id/p/download-undang-undang.html
Baca Selengkapnya...

14 Apr 2017

Identifikasi Ikan Air Tawar Indonesia

Berikut kami difusikan hasil review tentang Diversitas freshwaterfishes Indonesia

Saat ini, Indonesia memiliki kekayaan ikan air tawar (valid): 1.240 spesies, 301 genus, 85 famili, dan 21 Ordo.
Identifikasi ikan air tawar Indonesia
Pada konteks ini, yang dimaksud dengan Indonesia’s freshwaterfishes (native and non-native species) include all obligates, introduced and diadrome forms.

Famili Cyprinidae (246 species), Gobiidae (129 species) and Osphronemidae (82 species) termasuk 3 besar famili most specious. 

Interestingly, _Rasbora_ (56 species), _Melanotaenia_ (53 species) and _Betta_ (52 species) are the three top specious genera.

Insyaallah produk saintifik ini memberikan manfaat  sebagai field guide identifikasi (level genus), yang mudah dipahami oleh semua kalangan, dan dapat dibawa ke mana saja (version: file PDF).

Filenya dapat diunduh di: http://bit.ly/2pcFbpV

Salam kedaulatan diversitas ikan Indonesia

Sumber: Lab BIOVASI STP Jakarta
Baca Selengkapnya...

7 Apr 2017

Menegaskan Eksistensi Penyuluhan Perikanan dalam Peraturan Perundang-Undangan RI

Undang-undang No. 7 Tahun 2016
Tujuan pembangunan perikanan dan kelautan sesungguhnya diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besarnya kesejahteraan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Selama ini komunitas tersebut telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Perikanan dan kelautan serta pembangunan ekonomi masyarakat pesisir dan perdesaan. Namun demikian, keberadaan mereka sangat bergantung pada sumber daya Ikan, kondisi lingkungan, sarana dan prasarana, kepastian usaha, akses permodalan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sehingga membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah payung hukum yang menjamin eksistensi komunitas nelayan,pembudidaya ikan serta petambak garam dalam melakukan usaha perikanan dan kelautan.

Medio April 2016, Pemerintah mengesahkan Undang-undang nomor 7 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak garam . Setelah sebelumnya pada pada tahun 2013 Pemerintah telah terlebih dahulu menetapkan Undang-undang No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Perlindungan adalah segala upaya untuk membantu Nelayan, Pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam menghadapi permasalahan kesulitan melakukan usaha Perikanan atau usaha pergaraman. Sedangkan pemberdayaan adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam untuk melaksanakan usaha secara lebih baik

Undang-undang no 7/2016 ini bertujuan untuk: 1) menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; 2) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan; 3) meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam; 4) menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan; 5) menumbuhkembangkan sistem dan kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; 6) melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan 7) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum.

Keberadaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai entitas penting dalam struktur masyarakat Indonesia menjadi alasan kuat adanya perlindungan dan pemberdayaan terhadap komunitas tersebut. Peran Pemerintah, baik pusat maupun daerah, sangat signifikan untuk mengimplementasikan peraturan yang telah ditetapkan. Setidaknya terdapat 8 (delapan) strategi yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk urusan perlindungan yaitu : 1) penyediaan prasarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 2) kemudahan memperoleh sarana usaha perikanan dan usaha pergaraman; 3) adanya jaminan kepastian usaha; 4) adanya jaminan resiko penangkapan ikan, pembudidayaan ikan dan pergaraman; 5) menghapuskan praktik ekonomi biaya tinggi; 6) pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman; 7) adanya jaminan keamanan dan keselamatan; dan 8) tersedianya fasilitasi dan bantuan hukum. Adapun strategi pemberdayaan dilakukan melalui : pendidikan dan pelatihan; penyuluhan dan pendampingan; kemitraan usaha; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi; serta penguatan kelembagaan.

Pembahasan mengenai pemberdayaan, tidak dapat dilepaskan dari penyuluhan. Sebab penyuluhan merupakan proses pemberdayaan masyarakat. Inti dari kegiatan penyuluhan adalah memberdayakan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan tersebut terkandung pemahaman bahwa proses tersebut diarahkan pada terwujudnya masyarakat yang beradab dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan terbaik untuk kesejahteraannya sendiri. Amanah menyatakan bahwa komunitas petani, nelayan, dan peternak sangat bergantung pada eksistensi penyuluh dan keberlanjutan program penyuluhan. Kesulitan yang dihadapi komunitas tersebut di lapangan, bukan semata karena faktor teknis, tetapi persoalan yang lebih kompleks, seperti penanganan aspek resiko dan ketidakpastian, pengembangan jaringan pemasaran atau kerjasama dengan sektor swasta, pengorganisasian sumber daya manusia, dan peningkatan mutu produk.

Eksistensi Penyuluhan Perikanan dalam Peraturan Perundang-undangan RI
UU No. 7 tahun 2016 secara spesifik menyebutkan tentang strategi pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan dan pendampingan yaitu Pasal 12 ayat 3. Adapun pada pasal 49, Undang-undang tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Pusat sebagai pemilik kewenangan untuk menyediakan fasilitas penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan, pembudidaya ikan serta petambak garam. Di antara fasilitas yang dimaksud adalah pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh. Penyediaan tenaga penyuluh paling sedikit terdiri atas 3 (tiga) orang penyuluh dalam 1 (satu) kawasan potensi kelautan dan perikanan. Penyuluh perikanan harus memiliki kompetensi di bidang usaha perikanan dan atau usaha pergaraman.

Selain Undang-undang No. 7 tahun 2016, sebelumnya telah ada UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; Undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan; UU No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah, yang kesemuanya mengatur tentang penyuluhan perikanan. Diaturnya penyuluhan dalam beberapa Undang-undang tersebut menunjukkan peran pentingnya dalam pembangunan masyarakat perikanan dan kelautan. Penyuluhan merupakan bagian dari pendidikan yakni pendidikan non formal dimana daya jangkau pelayanannya kepada masyarakat lebih luas dibandingkan pendidikan formal. Pendidikan formal hanya menjangkau kelas-kelas masyarakat dalam rentang usia tertentu serta dibatasi ruang belajar. Adapun sasaran penyuluhan, tidak dibatasi oleh usia maupun profesi tertentu dan dapat dilakukan dimanapun serta kapanpun.

Menatap Era Baru Penyuluhan Perikanan
Dalam perspektif peraturan, penyuluhan sangat dibutuhkan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas SDM utamanya pada masyarakat kelautan dan perikanan. Sebab kualitas SDM adalah salah satu prasyarat yang menentukan nasib sebuah Negara dan eksistensinya di masa yang akan datang. Di masa lalu penyuluhan dianggap sebagai aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi keuangan daerah, tidak bisa dilihat secara cepat hasilnya, dan hanya dilihat kepentingannya di saat genting seperti saat mitigasi bencana atau ketika ada wabah penyakit melanda. Berbagai persoalan menjadi kendala dalam kegiatan penyuluhan, diantaranya: 1) adanya kesalahan persepsi pada para penyelenggara penyuluhan di daerah; 2) citra penyuluhan dianggap masih kurang baik; 3) apriori di kalangan masyarakat tertentu terhadap penyuluhan; 4) di masa lalu penyuluhan terwarnai oleh muatan politik organisasi politik tertentu; dan 5) di era otonomi penyuluhan ditinggalkan oleh sebagian penguasa di daerah karena tidak jelas dan tidak tampak secara langsung.

Sejak diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka urusan penyelenggaraan penyuluhan perikanan selanjutnya menjadi urusan Pemerintah Pusat yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan. Setelah melalui serangkaian proses identifikasi dan verifikasi P3D (Personel, Pendanaan, Prasarana dan Dokumen), maka sejak Oktober 2016, seharusnya seluruh penyuluh perikanan pengangkatan daerah secara status akan berubah menjadi penyuluh pusat. Namun sayangnya, Kementrian Kelautan dan Perikanan termasuk salah satu Kementrian yang terlambat dalam mengimplementasikan Undang-undang tersebut. Periode dua tahun sebagaimana yang diamanatkan undang-undang, belum terealisasi hingga saai ini. Menjelang akhir 2016, beredar kabar bahwa KKP belum menganggarkan untuk penyuluhan perikanan. Hal tersebut menjadikan Kemendagri selaku Kementrian yang bertanggungjawab atas pelaksanaan UU No. 23/2014 membuat Surat Edaran kepada Pemda agar Pemda tetap mengalokasikan APBD nya untuk kegiatan penyuluhan pada tahun 2017, sedangkan gaji para penyuluh dialokasikan melalui DAU.

Berkaca dari pengalaman di masa lalu dimana penyuluhan lebih banyak dimanfaatkan sebagai alat pencapaian target kuantitatif semacam produksi komoditas, sehingga kurang difokuskan kepada perbaikan mutu hidup petani dan keluarganya, maka seyogyanya kini peran penyuluh dikembalikan ke asalnya. Penyuluh berperan dalam membantu manusia agar dapat menolong dirinya sendiri. Artinya penyuluhan diarahkan untuk menyelesaikan akar permasalahan, tidak semata pada gejala yang muncul di permukaan. Contohnya adalah, persoalan klasik kekurangan modal tentu bukan membagi-bagikan dana sebagai solusinya. Lebih jauh, penyuluhan hendaknya tidak terkotak-kotak pada sektor atau komoditas, tapi lebih ditujukan pada pengembangan mutu hidup manusia dan lingkungannya. Hal ini mempertegas bahwa output penyuluhan tidak berada dalam ranah peningkatan produksi atau peningkatan kesejahteraan. Penyuluhan adalah salah satu komponen (hanya salah satu) dari beberapa komponen yang menunjang peningkatan produksi dan pendapatan. Komponen lain yaitu modal, iklim usaha, kebijakan pemerintah dan pasar.
Penyuluh sebagai motivator dan konsultan perikanan bagi pelaku utama
Tantangan yang dihadapi sektor kelautan dan perikanan sangatlah kompleks, baik pada sub sektor budidaya, penangkapan, pengembangan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, pun pada sub sektor pengolahan dan pemasaran hasil perikanan serta usaha pergaraman. Kondisi sumber daya alam saat ini berubah dengan drastis, diantaranya sebagai efek perubahan iklim. Belum lagi adanya perilaku eksploitatif yang cenderung destruktif dalam memanfaatkan potensi pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Hal ini telah mempersulit kehidupan rumah tangga masyarakat perikanan. Penyuluhan perikanan harus mampu menjawab tantangan ini dengan berperan sebagai motivator, partner, konsultan, fasilitator perubahan, dan penasehat bagi masyarakat. Tugas sebagai fasilitator, motivator, dan dinamisator bahkan sebagai agent of change tidak dapat digantikan oleh profesi-profesi yang lain. Karena penyuluh memiliki kompleksitas dalam pelaksanaan tugasnya.

Dari sisi ketenagaan, dengan menyadari pentingnya keberadaan penyuluh, pemerintah harus segera mencabut kebijakan moratorium PNS. Jika alasannya adalah karena keterbatasan anggaran, Pemerintah wajib melakukan evaluasi terhadap alokasi pos pemasukan dan pengeluaran APBN. Biaya-biaya bunga atas hutang LN hendaknya dipangkas dan dialihkan untuk pembangunan SDM Indonesia melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah juga harus memiliki pemetaan kawasan-kawasan potensial perikanan yang mendukung tercapainya program prioritas, sehingga memiliki landasan dalam penempatan SDM dan jumlah penyuluh perikanan di sebuah wilayah. Peningkatan kompetensi penyuluh perikanan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta uji kompetensi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Kelautan dan Perikanan.

Penyuluh Perikanan harus didekatkan kepada sumber-sumber pengembangan teknologi yakni Perguruan Tinggi maupun Lembaga-lembaga Penelitian. Sehingga dalam proses diseminasi teknologi secara partisipatif kepada pelaku utama binaannya, penyuluh perikanan memiliki modal yang memadai. Aksesnya harus dipermudah dan didukung dengan anggaran yang cukup. Sehingga penyuluh perikanan betul-betul mampu menjadi role model bagi masyarakat. Secara spesifik, penyuluh perikanan dapat mengembangkan kekhususan kompetensinya sesuai bakat, minat, dan konsistensi bidang yang dimilikinya, bisa di bidang budidaya perairan, teknologi penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan pengembangan kelembagaan sosial-ekonomi perikanan. Pada level kepakaran, penyuluh perikanan memilih spesialisasi yang ditekuninya.

Pengembangan metode dan media dan kemampuan komunikasi, menjadi aspek penting dalam mewujudkan keberhasilan kegiatan penyuluhan. Faktor utama yang perlu diperhatikan adalah karakteristik sasaran. Metode partisipatif dengan melibatkan pelaku utama sejak proses perencanaan,pelaksanaan sampai evaluasi penyuluhan, sejauh ini yang paling efektif untuk mempercepat perubahan perilaku pada diri pelaku utama dan pelaku usaha.

Menyikapi perubahan kewenangan penyelenggaraan penyuluhan, maka kelembagaan penyuluhan perikanan yang dinilai efektif dan efisien serta mudah dalam pengelolaan kinerja penyuluh ke depannya meliputi :

  1. Di tingkat pusat, berupa badan yang menangani penyuluhan pada Kementrian Kelautan dan Perikanan;
  2. Di tingkat regional, berupa Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup KKP;
  3. Di tingkat provinsi, berupa sekretariat penyuluhan di bawah UPT yang dipimpin oleh Koordinator Penyuluh Provinsi; dan
  4. Di tingkat kabupaten/kota, berupa sekretariat penyuluhan di bawah UPT yang dipimpin oleh Koordinator Penyuluh Kabupaten/Kota.

Akhirnya, jika pemangku kebijakan menyadari pentingnya penyuluhan dalam pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas, semua upaya akan dikerahkan untuk mendukung keberhasilan penyuluhan. Tetapi jika pembangunan SDM tetap tidak mendapat prioritas sebagaimana pembangunan infrastruktur, maka sampai kapan pun penyuluhan akan tetap dianggap tidak berhasil sebab outcome-nya bukan berupa materi fisik. Penyuluhan adalah sebuah system yang terdiri dari sub-sistem sub-sistem penunjangnya. Sub-sistem tersebut antara lain adalah : 1) input yakni masyarakat sasaran; 2) proses yakni kegiatan penyuluhan. Dimana kegiatan tersebut ditentukan oleh komponen tenaga penyuluh yang kompeten, metode penyuluhan yang efektif, media penyuluhan yang komunikatif, serta ketersediaan anggaran penyuluhan yang memadai; 3) output yakni perubahan perilaku masyarakat yang terlayani oleh kegiatan penyuluhan; serta 4) outcome yakni pengaruh perubahan perilaku terhadap produksi dan kesejahteraan.

Dalam konteks sistem, komponen proses yakni penyuluh, metode, media dan anggaran penyuluhan akan sangat mempengaruhi kualitas output dan outcome yang dihasilkan oleh kegiatan penyuluhan. Oleh karenanya menjadi wajib bagi penyelenggara penyuluhan agar memastikan komponen-komponen tersebut berperan sebagaimana mestinya. Pelaksanaan Undang-undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu UU No. 23 tahun 2014 diharapkan menjadi katalisator bagi percepatan perubahan arah penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi lebih baik dan mampu memenuhi target pembangunan SDM Indonesia.

Oleh:
Sukma Budi Prasetyati, S.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Sukabumi

Referensi:
Undang-undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. LPP UNS. Surakarta.

Amanah, Siti. 2007. Makna Penyuluhan dan Transformasi Perilaku Manusia. Jurnal Penyuluhan. Vol. 3 No. 1. Institut Pertanian Bogor.

Anwas, Oos M. 2013. Pengaruh Pendidikan Formal, Pelatihan dan Intensitas Pertemuan terhadap Kompetensi Penyuluh Pertanian. Jurnal. Pustekkom kemdikbud. Banten.



Baca Selengkapnya...