11 Feb 2017

Telaah Keberadaan Penyuluh Perikanan Setelah Disyahkannya UU No 23 Tahun 2014 Mengenai Pemerintahan Daerah

Peningkatan sektor industri yang didukung oleh sektor pertanian selalu mendapat perhatian besar dari pemerintah. Diantara sekian banyak subsektor pertanian, subsektor perikanan telah menjadi andalan dalam meningkatkan devisa negara.
Slamet Novianto, S.Pi, M.Si; Ketua Umum FKP3D Indonesia
Seiring dengan kebijakan pembangunan perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa prioritas pembangunan perikanan adalah adanya pemerataan dalam hal kesejahteraan pelaku usaha perikanan. Khusus untuk perikanan tangkap, kementerian juga berkomitmen melarang pengusaha asing melakukan usaha penangkapan. Hal ini tentu saja memberikan peluang yang cukup laus kepada para pelaku usaha perikanan tangkap dari dalam negeri untuk melakukan penangkapan dan memanfaatkan sumberdaya ikan sebesar-besarnya.

Adapun pada sektor perikanan budidaya, yang paling diandalkan dalam peningkatan devisa negara adalah komoditas udang. Hal ini dikarenakan udang merupakan komoditas makanan laut yang menduduki peringkat ke dua yang paling digemari di dunia. Secara konsisten komoditas udang telah memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap total ekspor perikanan Indonesia.

Sebagai produk ekspor maka kualitas dan kuantitas produksi perikanan menjadi hal amat penting dalam menjaga kesinambungan permintaan produk perikanan dari negara-negara pengimpor. Kualitas dan kuantitas produk perikanan sangatlah bergantung pada kualitas dan kuantitas dari kesinambungan bibit, transfer teknologi,  alat produksi dan sistem yang digunakan.

Tantangan yang dihadapi para pelaku usaha perikanan adalah dikarenakan sebagian besar para pelaku usaha perikanan Indonesia berskala kecil dan menengah (UKM) mereka rata-rata tidak mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara maksimal untuk menghasilkan produk perikanan. Jika menggunakan pendekatan input-proses-output, maka telah terjadi ketidakseimbangan pada tahap ”proses” yang mengakibatkan ”output” menjadi tidak maksimal padahal ”input”-nya tersedia sangat melimpah. Keterbatasan teknologi dan kemampuan dalam mengakses permodalan bagi para pelaku usaha berskala kecil dan menengah merupakan kendala terbesar dalam upaya peningkatan produksi perikanan.

Telaah tersebut diatas menunjukkan bahwa produksi perikanan pada skala usaha kecil dan menengah amat bergantung pada teknologi dan akses permodalan. Perlu adanya katalisator yang mampu mendorong agar para pelaku usaha berskala kecil dan menengah dapat mengakses teknologi dan permodalan sehingga mampu naik kelas menjadi pengusaha berskala besar.

Katalisator yang diharapkan mampu memeceh kebutuan dalam pelambatan produksi perikanan adalah penyuluhan perikanan. Meningkatnya produktifitas penyuluh perikanan dalam hal kuantitas dan kualitas adalah kunci sukses meningkatnya hasil produksi perikanan. Penyuluh perikanan yang terdiri dari penyuluh perikanan PNS, Penyuluh Perikanan Bantu, Penyuluh Perikanan Swadaya dan Penyuluh Perikanan Swasta akan menjadi ujung tombak yang bisa diandalkan dalam peningkatan produksi perikanan.

Pengalaman bekerja pada perusahaan swasta mengajarkan bahwa sebagus apapun laporan, tidak berarti apa-apa jika penjualan, produksi ataupun jasa yang diberikan mengalami penurunan. Baik dari sisi jumlah maupun market share. Penyuluh swasta hingga saat ini belum pernah melakukan koordinasi kerja di lapangan. Ambil contoh, perusahaan swasta yang bergerak di pakan udang biasanya memiliki tim penyuluhan yang terdiri dari sales pakan, sales obat-obatan, technical service aquacultuture, technical service laboratorium lapangan dan teknisi pendamping. Jika koordinasi bisa dilakukan tentunya percepatan pembangunan perikanan bisa terjadi. Indikator kesuksesan tenaga lapangan perusahaan adalah saat perusahaan bisa menghasilkan pemasukan melalui pelayanan yang terbaik. Pelayanan terbaik tanpa pemasukan adalah pemborosan dan pemasukan tanpa pelayanan terbaik adalah sia-sia karena pasti tidak akan bertahan lama. Mereka selalu berbasis angka dalam menerapkan manajemen usaha mereka. Angka–angka ini menjadi pandu bagi perusahaan swasta untuk efektifitas dan efisiensi.  Jika kosep ini diterapkan di pemerintahan, khususnya di bidang penyuluhan perikanan, tentu bisa. Namun tentu saja tak harus ditelan bulat-bulat. Minimal ada 3 hal yang harus dilakukan yakni ATM yaitu Adopsi, Tiru dan Modifikasi.

Berikut adalah macam-macam PNS Pusat berdasarkan UU ASN No 5 Tahun 2014 dimana secara umum, Pegawai Negeri terdiri atas PNS, TNI, POLRI, serta anggota pekerja BUMN dan BUMD. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil terbagi atas PNS Pusat dan PNS Daerah. PNS Pusat yaitu:

1.      Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen, Lembaga Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga tertinggi/Tinggi Negara, dan kepaniteraan pengadilan.
2.      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada perusahaan jawatan.
3.      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada daerah otonom.
4.      Pegawai Negeri Pusat Pusat yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti perusahaan umum, yayasan, dan lain-lain.
5.      Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas negara lain, seperti hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan lain-lain. (sumber : Wikipedia)

Status penyuluh perikanan setelah menjadi PNS Pusat adalah seperti pada point pertama, PNS jabatan fungsional yang bekerja pada Kementerian KP. Jangan diperbantukan ataupun dipekerjakan. Jika diperbantukan ataupun dipekerjakan ke daerah maka luhkan hanya akan menjadi stempel dinas dalam setiap pengambilan kebijakan yang kadang tidak sejalan dengan kebijakan KKP. Luhkan tak berdaya dan banyak data lapangan yang berbeda karena perbedaan kepentingan antara luhkan dengan dinas. Hal ini diperparah dengan keengganan pemda dalam hal ini dinas untuk menganggarkan kegiatan penyelenggaraan penyuluhan perikanan. Kondisi inilah yang membuat program KKP di daerah menjadi banyak yang sia-sia karena berupa titipan, aspirasi, tidak tepat sasaran, tidak berkesinambungan dan ujung-ujungnya tidak menimbulkan efek pembangunan perikanan yang signifikan.

Indikator kesukesan pembangunan di Indonesia berupa angka pertumbuhan. Perikanan sebagai subsektor pertanian dalam perhitungan statistik BPS tentu memberikan andil yang nyata. Jumlah pelaku usaha perikanan, alat produksi, jumlah produksi, serapan modal, tingkat konsumsi pelaku usaha, nilai tukar pelaku usaha menjadi unsur yang ikut mempengaruhi angka indikator kesuksesan pembangunan secara nasional. Semua unsur kinerja yang mendukung bergeraknya pertumbuhan perikanan bisa di-angka-kan. Ambil contoh di pertanian nilai tukar petani menjadi tolok ukur dalam menentukan kondisi petani. Demikian juga pelaku usaha perikanan. Di bidang perikanan, produktifitas perikanan juga haruslah di-angka-kan. Hasil produksi, nilai tukar nelayan dan pembudidaya, pendapatan pelaku usaha, dan lain-lain. Sebagai sektor seharusnya perikanan tidak diikutkan di pertanian untuk angka statistika pembangunannya. BPS harus melakukan penghitungan statistik tersendiri sebagai indikator keberhasilan KKP dalam pembangunan.

Langkah awal ada di data kependudukan. Demi memudahkan peng-angka-an tersebut, di KTP masing-masing penduduk diterangkan jenis pekerjaan yang spesifik. Semisal jika mata pencaharian utamanya petani, maka jelas menjadi tanggung jawab kementerian pertanian untuk peningkatan kesejahteraannya. Nelayan, jelas tanggung-jawab kementerian KP. Jika multiprofesi maka mata pencaharian utama menjadi pekerjaan yang tertera di KTP suami dan pekerjaan sambilan menjadi pekerjaan yang tertera di KTP istri ataupun anak dari suami multiprofesi tersebut. Jika tukang ojek misalnya dan pekerjaan sampingannya beternak kambing, maka peternak menjadi pekerjaan utamanya. Hal ini dikarenakan tukang ojek tidak memiliki kementerian khusus yang membinanya. Logis. Dengan demikian total jumlah penduduk Indonesia dipetakan berdasarkan mata pencahariannya. Di tingkat desa, memudahkan perangkat desa dan penyuluh dalam pembinaannnya. Di tingkat nasional, data nelayan, petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan bisa terpetakan dengan valid. Tidak ada lagi cerita perbedaan versi jumlah nelayan antara KKP dengan HNSI sebagai misal.

Kementerian teknis bisa fokus dalam membina sentra-sentra produksi. Di KKP, direktorat teknis fokus membangun infrastruktur dan memperkuat asset-asset pelaku usaha. Penguatan asset-asset pelaku usaha mutlak untuk modal awal pembinaan selanjutnya. Penguatan ini bisa melalui sertifikasi tanah massal berbiaya murah bekerja sama dengan BPN, pengakuan alat produksi perikanan sebagai agunan yang layak, dan lain-lain. Jika memang benar-benar miskin dan tak memiliki asset sama sekali, namun bermata pencaharian di sektor perikanan maka KKP melalui bidang penyuluhan perikanan, bekerjasama dengan BAZIS ataupun badan amal yang lain memberikan program binaan pemberian modal berbasis angka (akuntabilitas dan monitoring) melalui inkubator UMKM.

KKP haruslah memiliki kendali penuh terhadap setiap program perikanan KKP di daerah. Koordinasi antara Dirjen-dirjen KKP dengan Badan yang menangani penyuluhan perikanan harus terjalin solid. Suplai data, statistik perikanan, informasi kondisi wilayah, kearifan lokal, dan sinergisitas pembangunan perikanan di daerah dengan dinas perikanan terkaitselama ini sudah dilakukan oleh luhkan. Masalahnya data ini tidak mengalir ke KKP. Jika aliran data ini lancar, maka berdasarkan suplai data dari luhkandan sinergisitas luhkan dengan dinas, Dirjen-dirjen KP dapat membuat program perikanan yang tepat sasaran, berguna, mensejahterakan dan berkesinambungan. Dinas perikanan setempat yang mengeksekusi program dan luhkan yang monitoring sebelum, selama dan setelah program. Program berorientasi titipan, aspirasi, maupun proyek dapat diminimalisir.

Luhkan berada di KKP dan dimungkinkan untuk memiliki jaringan hingga tingkat kecamatan. Keberadaan Penyuluh Perikanan di masing-masing kecamatan wajib membuat Posluhkan. Penyuluh perikanan harus dekat dengan masyarakat perikanan setempat. Penyuluh perikanan mendapatkan tunjangan terpencil atau bisa juga tunjangan tempat tinggal yang digunakan untuk menyewa rumah sebagai posluhkan dekat sentra produksi perikanan. Bisa ditinggali oleh luhkan jika dibutuhkan. Pembangunan posluhkan bisa dilakukan jika tanah hibah sudah didapat. Luhkan bisa membangun demfarm, pembibitan ikan, rumah teknologi perikanan dan lain-lain di posluhkan. Melalui Posluhkan (Pos Penyuluhan Perikanan) di masing-masing kecamatan koordinasi antara luhkan PNS, swadaya, dan swasta terjalin. Semua stake holder perikanan terdata dan bisa dikumpulkan di posluhkan jika dibutuhkan. Setiap ada program perikanan sebelum, selama dan setelahnya selalu dilakukan musyawarah untuk menggali kearifan lokal.

Pembinaan SDM berikut insentif dan program yang menyertainya menjadi domain Badan terkait SDM di KKP. Sudah bukan jamannya lagi, disaat jargon kerja, kerja dan kerja insentif dan program ke masyarakat masih berupa bantuan langsung yang memiliki tingkat efektifitas rendah. Segala bentuk bantuan harus berupa kredit atau pinjaman tanpa bunga dengan agunan. Agunan ini mutlak untuk memastikan pengembalian pinjaman. Bisa dikata UMKM menjadi soko guru perekonomian Indonesia saat ini. Terbukti di 1998 saat badai krisis moneter melanda hanya pengusaha UMKM yang bisa bertahan dan setia. Pengusaha besar dan konglomerasi banyak yang tumbang dan berkhianat.

Pemerintah harus fokus membangun UMKM. KKP khususnya fokus membangun UMKM perikanan. Penyuluh perikanan selaku mentor diharapkan memiliki tingkat ketrampilan yang tinggi untuk membimbing dan mengawasi. Bimbingan dan pengawasan ini meliputi seleksi alam yang dilakukan oleh penyuluh perikanan terhadap pelaku usaha yang memang benar-benar bermental wirausaha atau ditumbuhkan agar bermental wirausaha. Jika tidak atau belum memiliki mental wirausaha sebaiknya bimbingan jangan diteruskan. Bentuk bimbingan dan pengawasan ini berupa;

1.      Peningkatan mental wirausaha
2.      Peningkatan kemampuan bisnis
3.      Peningkatan teknis ketrampilan
4.      Peningkatan kemampuan akses jaringan

Dengan demikian sebaiknya penyuluh perikanan juga teruji dengan memiliki kemampuan mengelola bisnis. Penyuluh perikanan bersekutu dengan rekan seprofesi membentuk koperasi ataupun badan hukum lain yang sehat dalam berbisnis.  Laboratorium alam inilah yang nantinya menjadi tempat belajar. Selama penyuluh perikanan tidak teruji dengan memiliki kemampuan berbisnis, kemampuan penyuluh perikanan selaku mentor juga dipertanyakan. Pemerintah memfasilitasi penyuluh perikanan agar memiliki koperasi ataupun badan usaha yang bisa dijadikan rujukan. Penyuluh perikanan membangun teamwork di wilayah masing-masing. Di tingkat kecamatan, kabupaten, profinsi, hingga nasional. Bersama-sama mencari dan menumbuh-kembangkan pengusaha dan calon pengusaha tangguh perikanan. Semua ini bergerak dengan indikator angka. Omzet, jumlah produksi, pertumbuhan, jumlah lembaga, jumlah pinjaman, dan lain-lain. Angka-angka inilah yang menjadi indikator bersama-sama. Semua stake holder perikanan bisa dipastikan bekerja keras. Bagaimana dengan kredit macet? Nol persen, karena semua ada agunannya.

Luhkan swadaya diusahakan ada di masing-masing desa sentra perikanan. Penyuluh perikanan dan Posluhkan ini menginduk kepada UPT KKP terdekat, semisal SUPM, Akademi, BDA, STP ataupun BPPP. Penyuluh swasta dilibatkan saat rakor di UPT KKP. Link and match antara akademisi, peneliti, pelaku utama dan pelaku usaha akan terjalin. Di UPT-UPT KKP inilah muara administratur luhkan berada. Setiap kali ada program perikanan KKP, korwil luhkan (koordinator wilayah penyuluh perikanan), korluhkan (koordinator penyuluh perikanan) dan luhkan menjadi bagian tim program yang memonitoring sebelum, selama dan setelah program.

Pembinaan luhkan berjenjang. Korwil luhkan bersama-sama dinas perikanan provinsi membentuk tim yang mengurusi pembinaan, angka kredit, sarana prasarana, lalu lintas data, dan lain-lain ditingkat provinsi. Koordinator luhkan kabupaten/kota tetap memiliki wilayah binaan kecamatan jika dibutuhkan. Korluhkan dengan dinas perikanan kab/kota membentuk tim yang mengurusi pembinaan, angka kredit, sarana prasarana, lalu lintas data, dan lain-lain ditingkat kab/kota. KKP selaku penanggungjawab penyelenggaraan penyuluhan perikanan menjadi muara dari lalu lintas ini.

Mekanisme kerja luhkan sama seperti pada mekanisme kerja luhkan sebelum dipusatkan. Meskipun luhkan tidak diperbantukan ataupun dipekerjakan di dinas namun koordinasi kerjanya tetap dengan dinas. Karena dinas adalah eksekutor program, bukan di BP4K. Legalitas dokumen yang dibuat oleh luhkan disyahkan oleh dinas, baik itu KaUPT Dinas atau Kadis ataupun oleh UPT KKP induk posluhkan tersebut. Rapat koordinasi luhkan di tingkat kecamatan setiap minggu, rakor tingkat kabupaten per bulan dan rakor tingkat korwil per triwulan. Setiap rakor meliputi update data, koordinasi program, pelatihan, dan lain-lain.

Penyuluh perikanan secara sadar ataupun tidak sadar saat ini kondisinya sudah berbasis angka. Hal ini bisa dilihat melalui pangkat golongan dan angka kredit yang jelas-jelas berbasis angka. Namun hal ini belum mencerminkan kualitas dan kapasitas dari penyuluh perikanan yang bersangkutan. Ambil contoh, penyuluh perikanan yang pangkatnya tinggi, angka kreditnya tinggi; yang terbayang di benak hanyalah penyuluh perikanan yang sudah berumur setengah baya. Apakah tingginya angka tersebut mencerminkan kualitas, integritas dan kapasitas dari penyuluh perikanan tersebut? Tunggu dulu. Fakta lapangan terkadang membuktikan lain. Seharusnya, ketinggian pangkat, dan angka kredit berbanding lurus dengan pertumbuhan pembangunan perikanan yang berada di wilayah binaannya. Pangkat golongan tinggi bisa juga mencerminkan luasan cakupan tanggung-jawab wilayah binaannya. Pangkat tinggi selayaknya berada di kabupaten ataupun profinsi dan nasional dengan luasan cakupan tanggung-jawab yang lebih besar. Jangan sampai ada ironi, pangkat rendah, wewenang luas. Timpang. Pendek kata, angka yang tinggi seharusnya mencerminkan kehebatan dari pemilik angka tersebut. Bagaimana caranya? Hanya manajemen penyuluhan perikanan berbasis angka jawabannya. Semua angka yang mencerminkan kondisi pertumbuhan pembangunan perikanan wilayah binaan harus berbanding lurus dengan pangkat dan angka kredit penyuluh perikanan yang bersangkutan.

Dokumen angka kredit sebaiknya didigitalkan. Buat skema dan mekanime angka kredit yang digital. Luhkan dibiasakan dengan statistik, olah data, photo, video, karya ilmiah, dan presentasi digital. Lalu lintas data melalui internet. Mengurangi kertas. Ramah lingkungan. Setiap kali ada kenaikan pangkat melalui sidang presentasi dengan tim penguji dari korluhkan dan dinas kab/kota ataupun korwil luhkan dengan dinas prov dan juga tim pusluh KP. Berikut adalah jenjang keberadaan penyuluh perikanan;

1.      Luhkan swadaya di desa sentra
2.      Luhkan PNS atau PPB di Kecamatan (Posluhkan)
3.      Tim korluhkan di Kabupaten/kota (Dinas Perikanan)
4.      Tim korwilluhkan di provinsi (Dinas Perikanan Prov)
5.      UPT KKP terdekat (Tim SDMKP yang ditempatkan) koordinasi luhkan swasta

UPT KKP menjadi sentral muara pembinaan penyuluhan perikanan. Disinilah semua muara administrasi penyuluhan perikanan. UPT KKP ini pasti mengikuti potensi wilayah setempat. Mereka juga punya petugas perikanan fungsional yang berbasis wilayah sehingga bisa berkoordinasi langsung dengan penyuluh perikanan. Ambil contoh di Lampung, terdapat BBPBL Lampung yang fokus mengurusi budidaya laut. Mereka memiliki petugas pengawas benih, petugas pengendali hama penyakit ikan dan lain-lain. Sangat mudah berkoordinasi karena berada di satu rumah. Mengenai absensi sidik jari yang selama ini menjadi perdebatan mekanismenya bisa dilakukan seminggu sekali di UPT KKP terdekat. Selanjutnya UPT melalui Ka UPT KKP memberikan surat tugas untuk satu  minggu ke depan. Atau bisa juga dwimingguan atau bulanan, tergantung kebutuhan. Evaluasi dilakukan bulanan untuk perhitungan angka kredit dan tukin. Mekanisme perhitungan tukin berdasarkan capaian angka kredit perbulannya. Berdasarkan prosentase dari Sasaran Kinerja Pegawai Bulanan.

Pola pembinaan luhkan berdasarkan unjuk kinerja. Nilai unjuk kinerja berbanding lurus dengan tunjangan kinerja. Semisal dalam 1 bulan bisa menaikkan 4 kelas kelompok, bisa menambah jumlah kelompok, membuat karya tulis, bisa membuat laporan tepat waktu semua ini dibuat dupaknya dan dihitung perbulan. Unjuk kinerja berdasarkan pencapaian angka kredit, laporan data perkembangan penyuluhan.Tunjangan kinerja berdasarkan target prosentase angka kredit yang tercapai per bulan. Skema penilaian angka kredit harus direvisi dan nantinya harus berbanding lurus dengan kemajuan perikanan, seperti bertambahnya jumlah pelaku usaha, bertambahnya besarnya omzet, bertambahnya kelompok, bertambahnya kelompok naik kelas, ada kelompok yang berprestasi, meningkatnya pendapatan, menjadi rujukan, percontohan usaha, dan lain-lain. Evaluasi tukin dilakukan oleh oleh tim yang sama dalam evaluasi angka kredit.

Korwil luhkan dan korluhkan harus mendapatkan penghargaan yang lebih mengingat korluhkan dan korwil luhkan memiliki beban kerja yang lebih berat. Sudah seharusnya koluhkan atau korwilluhkan diisi oleh luhkan dengan pangkat tertinggi. Luhkan madya keatas. Ada tunjangan korluhkan dan korwil luhkan. Apabila ada luhkan yang nyleneh, lalu lintas data tidak lancar, ataupun hal lain harus segera bertindak, memiliki daya tekan, mem-backup-nya dan bisa memastikan kelancarannya. Sudah sepantasnya diisi oleh personil yang terbukti mumpuni, dibuktikan dengan prestasi kerja, bukan hanya sekedar karena pangkat ataupun senioritas.

Reward dan punishment luhkan harus transparan, terukur dan berbanding lurus dengan kemajuan perikanan. Reward ini secara otomatis hadir melalui kenaikan pangkat, diangkat menjadi koordinator, diangkat di tempat lain lingkup KKP dan tentu saja tunjangan kinerja berikut tunjangan-tunjangan lainnya. Reward ini untuk mudahnya bisa dihitung berdasarkan angka kredit yang bisa dikumpulkan dalam satu bulan. Dievaluasi dan disyahkan oleh tim evaluasi angka kredit dan dilaporkan ke korwil luhkan diteruskan ke UPT KKP setiap bulan. Punishment diberikan kepada luhkan yang malas dalam bekerja. Hasil pekerjaan luhkan setelah dievaluasi selalu kurang dan ternyata tidak cocok lokasi bisa pindah wilayah binaan, dipaksa mengajukan pindah struktural, surat teguran, dan lain-lain.

Oleh:
Slamet Novianto, S.Pi, M.Si
Ketum Forum Komunikasi Penyuluh Perikanan PNS Daerah Indonesia (FKP3D Indonesia)

Bahan bacaan:
Ahyari, A. (1977). Perencanaan dan Pengawasan Aktifitas Perusahaan. Yogyakarta: BPFE UGM
Assauri, S. (1999).Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: LPEE-UI.
Elwood, B. S. (1993). Manajemen Produksi dan Operasi Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga. Edisi ke-7.
Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1990). Organisasi danManajemen (diterjemahkan oleh Djoerban Wahid). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Handoko, T. H. (1996). Manajemen. Yogyakarta: BPFE UGM. Edisi terbaru
Herjanto, E. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Grasindo. Edisi terbaru.
Iswanto, Y (2006). ManajemenSumberDayaManusia. Jakarta: PenerbitUniversitasTerbuka.
Prasetya, H & Lukiastuti, F. (2009). Manajemen Operasi. Yogyakarta: Yayasan Penerbit MedPress.
PT. CP Bahari. (2008). VisidanMisi Perusahaan.Makalah yang tidak dipublikasikan.
PT. CP Bahari. (2007). PerjanjianKerjaBersama.Makalah yang tidak dipublikasikan.
Schroder, R. G. (1992). Managemen Operasi jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga. Edisi terbaru
Subagyo, P. (2000). Manajemen Operasi. Yogyakarta: BPFE UGM. Edisi terbaru
Soedjadi, F.X. (1976). Manajemen Analisis. Yogyakarta: BPFE UGM.
Soedjadi, F.X. (1989). Organization and Methods, Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Jakarta: Penerbit PT. Toko Buku Gunung Agung.
Share:  

2 komentar: