PALABUHANRATU,
KEONG MACAN DAN JODANG : KEKAYAAN ALAM DALAM PERSPEKTIF MITOLOGI DAN ILMIAH.
(Oleh
: Sukma Budi Prasetyati, S.Pi)
Eksotisme
Teluk Palabuhanratu
Palabuhanratu adalah sebuah Kecamatan yang juga
menjadi Ibukota Kabupaten Sukabumi. Terletak sekitar 60 km di Selatan Kota
Sukabumi, disini terdapat sebuah teluk yang berhadapan langsung dengan Samudera
Hindia. Teluk Palabuhanratu memiliki dasar perairan seperti mangkuk berbentuk
cekungan yang berdinding curam dan tajam. Ombaknya tergolong tinggi dan
bertenaga kuat. Tak heran, di sepanjang pantai yang berada di sekitar Teluk Palabuhanratu
terdapat larangan berenang bagi wisatawan yang sedang berkunjung.
Perpaduan tebing-tebing karang terjal, ombak yang
tinggi serta cagar alam yang ada di sekitarnya menjadikan Palabuhanratu terpilih
sebagai salah satu dari sembilan Kawasan Wisata Unggulan (KWU) tingkat Provinsi
Jawa Barat berdasarkan keunikan lokasi dan tingginya intensitas kunjungan
wisatawan. Kecamatan yang secara administrasi berbatasan dengan Teluk
Palabuhanratu terdiri dari empat kecamatan, yaitu Cisolok, Cikakak,
Palabuhanratu dan Simpenan
Cover buku Kearifan Lokal: Dari Tano Batak ke Maluku, Editor: Andin H. Taryoto |
Kawasan Teluk Palabuhanratu
merupakan salah satu kawasan yang rawan bencana. Bencana yang berpotensi
terjadi antara lain banjir, tanah longsor, pergerakan tanah, gempa bumi, dan
tsunami (Kabupaten Sukabumi, 2009). Jika dilihat dari potensi bahaya, maka
bahaya primer (primary hazard) yang terdapat di kawasan ini ialah gempa
bumi, dengan bahaya ikutan (secondary hazard) berupa tsunami, longsoran
tanah, dan gerakan tanah. Hal ini terjadi karena kawasan Palabuhanratu terletak
di jalur Patahan (Sesar) Cimandiri yang membuatnya rawan terhadap gempa bumi.
Sumber ancaman tsunami disebabkan oleh pertemuan pergerakan lempeng (zona
subduksi) Indo-Australian dengan Lempeng Eurasia di bagian barat daya Pulau
Jawa [1].
Mitologi masyarakat
Sunda di Kabupaten Sukabumi menyebutkan bahwa pesisir Palabuhanratu merupakan
bagian dari kekuasaan Ratu Laut Selatan. Sebagian masyarakat di wilayah pantai
Selatan pulau Jawa termasuk Palabuhanratu di dalamnya masih mempercayai legenda
Sang Ratu yang dihubungkan dengan Lara Kadita. Seorang putri cantik jelita
kesayangan Prabu Siliwangi yang terbuang akibat konspirasi selir-selir istana
yang saling memperebutkan tahta putra mahkota. Jika berkunjung ke pantai
Palabuhanratu terdapat himbauan bagi wisatawan agar tak mengenakan baju
berwarna hijau. Konon kabarnya, warna hijau adalah warna kesukaan Sang Ratu.
Setiap bulan April,
nelayan di teluk Palabuhanratu selalu mengadakan upacara adat Labuh Saji. Upacara adat ini dianggap
sebagai ungkapan rasa syukur para nelayan kepada Tuhan yang memberi
kesejahteraan dan keberkahan kepada mereka. Meski sarat dengan mitos-mitos yang
bagi sebagian masyarakat terutama masyarakat muslim dianggap sebagai khurafat, upacara adat labuh saji masih
dilakukan hingga hari ini. (Tulisan ini merupakan sepenggal Karya Ilmiah yang diterbitkan dalam bentuk buku Kearifan Lokal: Dari Tano Batak ke Maluku) silahkan unduh melalui link ini untuk membaca secara lengkap!
[1] Paramesti, Chrisantum Aji. 2011. Kesiapsiagaan Masyarakat Kawasan Teluk
Palabuhanratu terhadap Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota. Volume 22; No. 2; Halaman 113 – 128.
0 komentar:
Posting Komentar