3 Jan 2017

PALABUHANRATU, KEONG MACAN DAN JODANG : KEKAYAAN ALAM DALAM PERSPEKTIF MITOLOGI DAN ILMIAH

PALABUHANRATU, KEONG MACAN DAN JODANG : KEKAYAAN ALAM DALAM PERSPEKTIF MITOLOGI DAN ILMIAH.
(Oleh : Sukma Budi Prasetyati, S.Pi)

Eksotisme Teluk Palabuhanratu
Palabuhanratu adalah sebuah Kecamatan yang juga menjadi Ibukota Kabupaten Sukabumi. Terletak sekitar 60 km di Selatan Kota Sukabumi, disini terdapat sebuah teluk yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Teluk Palabuhanratu memiliki dasar perairan seperti mangkuk berbentuk cekungan yang berdinding curam dan tajam. Ombaknya tergolong tinggi dan bertenaga kuat. Tak heran, di sepanjang pantai yang berada di sekitar Teluk Palabuhanratu terdapat larangan berenang bagi wisatawan yang sedang berkunjung.
Cover buku Kearifan Lokal: Dari Tano Batak ke Maluku, Editor: Andin H. Taryoto
Perpaduan tebing-tebing karang terjal, ombak yang tinggi serta cagar alam yang ada di sekitarnya menjadikan Palabuhanratu terpilih sebagai salah satu dari sembilan Kawasan Wisata Unggulan (KWU) tingkat Provinsi Jawa Barat berdasarkan keunikan lokasi dan tingginya intensitas kunjungan wisatawan. Kecamatan yang secara administrasi berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu terdiri dari empat kecamatan, yaitu Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu dan Simpenan
Kawasan Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu kawasan yang rawan bencana. Bencana yang berpotensi terjadi antara lain banjir, tanah longsor, pergerakan tanah, gempa bumi, dan tsunami (Kabupaten Sukabumi, 2009). Jika dilihat dari potensi bahaya, maka bahaya primer (primary hazard) yang terdapat di kawasan ini ialah gempa bumi, dengan bahaya ikutan (secondary hazard) berupa tsunami, longsoran tanah, dan gerakan tanah. Hal ini terjadi karena kawasan Palabuhanratu terletak di jalur Patahan (Sesar) Cimandiri yang membuatnya rawan terhadap gempa bumi. Sumber ancaman tsunami disebabkan oleh pertemuan pergerakan lempeng (zona subduksi) Indo-Australian dengan Lempeng Eurasia di bagian barat daya Pulau Jawa [1].
Mitologi masyarakat Sunda di Kabupaten Sukabumi menyebutkan bahwa pesisir Palabuhanratu merupakan bagian dari kekuasaan Ratu Laut Selatan. Sebagian masyarakat di wilayah pantai Selatan pulau Jawa termasuk Palabuhanratu di dalamnya masih mempercayai legenda Sang Ratu yang dihubungkan dengan Lara Kadita. Seorang putri cantik jelita kesayangan Prabu Siliwangi yang terbuang akibat konspirasi selir-selir istana yang saling memperebutkan tahta putra mahkota. Jika berkunjung ke pantai Palabuhanratu terdapat himbauan bagi wisatawan agar tak mengenakan baju berwarna hijau. Konon kabarnya, warna hijau adalah warna kesukaan Sang Ratu.
Setiap bulan April, nelayan di teluk Palabuhanratu selalu mengadakan upacara adat Labuh Saji. Upacara adat ini dianggap sebagai ungkapan rasa syukur para nelayan kepada Tuhan yang memberi kesejahteraan dan keberkahan kepada mereka. Meski sarat dengan mitos-mitos yang bagi sebagian masyarakat terutama masyarakat muslim dianggap sebagai khurafat, upacara adat labuh saji masih dilakukan hingga hari ini. (Tulisan ini merupakan sepenggal Karya Ilmiah yang diterbitkan dalam bentuk buku Kearifan Lokal: Dari Tano Batak ke Maluku) silahkan unduh melalui link ini untuk membaca secara lengkap!




[1] Paramesti, Chrisantum Aji. 2011. Kesiapsiagaan Masyarakat Kawasan Teluk Palabuhanratu terhadap Bencana Gempa Bumi dan Tsunami. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Volume 22; No. 2; Halaman 113 – 128.
Share:  

0 komentar:

Posting Komentar