23 Nov 2016

Distorsi Tugas dan Wewenang Penyuluh Perikanan; Telaah Tupoksi Penyuluh Perikanan Sebelum Pemberlakuan UU 23 Tahun 2014

Hakikatnya, kata penyuluh merujuk pada subyek yang bertanggungjawab terhadap kegiatan penyuluhan. Penyuluhan itu sendiri, menilik dari berbagai sumber, mengandung makna sebuah kegiatan pembelajaran non-formal yang dilakukan kepada sekumpulan masyarakat tertentu yang bertujuan mengangkat harkat hidupnya agar menjadi lebih baik dengan mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya sendiri.
Ilustrasi: Penyuluh perikanan bahu membahu bersama pelaku utama dalam membuat kolam ikan
Secara awam, masyarakat luas sering mengasosiasikan penyuluhan sebagai suatu kegiatan pemberdayaan dalam kelompok masyarakat yang 'terbelakang', jauh dari peradaban, dan dilakukan secara sukarela. Seringkali, untuk melakukan kegiatan pemberdayaan tersebut, diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik waktu, tenaga, maupun dana.

Penyuluh dan Penyuluhan Perikanan
Penyuluh perikanan (baca: Penyuluh Perikanan PNS) merupakan PNS yang secara khusus diberi tugas, tangungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pajabat yang berwenang pada satuan organinasi lingkup perikanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Jika dilihat, sangat jelas bahwa kegiatan penyuluhan terhadap masyarakat kelautan perikanan menjadi satu-satuan domain kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang penyuluh perikanan.

Saat ini, pada era reformasi dan otonomi daerah, penyuluh perikanan bekerja dan bertangungjawab langsung kepada Bupati atau Gubernur melalui pejabat yang diberi wewenang dalam hal ini biasanya kepada badan pelaksana penyuluhan (sesuai amanat UU No 16 Tahun 2006) dan bila disuatu daerah tidak ada badan pelaksana penyuluhan maka wewenang tersebut diberikan kepada kepala dinas yang menangani kegiatan perikanan.

Pengertian penyuluh dan penyuluhan diatas, setidaknya bisa memberikan sedikit gambaran, yang menurut hemat kami, penyuluhan adalah salah satu kegiatan yang sangat strategis. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan dan rata-rata mereka merupakan golongan dengan pendidikan rendah. Sentuhan kegiatan penyuluhan dirasa sangat cocok guna membantu mereka untuk terlepas dari ketidakberdayaan dan meningkatkan taraf hidupnya.

Secara khusus, dibidang perikanan, kegiatan penyuluhan menjadi sangat penting manakala kita melihat bahwa pelaku utama kegiatan kelautan dan perikanan sebagian besar adalah masyarakat menengah kebawah yang sangat minim pengetahuan. Mereka hidup dibawah garis kemiskinan dan bekerja dengan mengandalkan pengetahuan yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Tuntutan jaman dan perkembangan teknologi seakan menjadi hal yang asing dan dianggap menyalahi tradisi nenek moyang yang telah lama mereka yakini kebenarannya. Jika introduksi teknologi dilakukan dengan cara yang salah, maka teknologi yang diperkenalkan kepada masyarakat kelautan dan perikanan hanya akan menjadi barang rongsokan yang tidak berguna. Penolakan akan terjadi manakala introduksi teknologi dipaksakan penerapannya tanpa dilakukan upaya-upaya persuasif sebelumnya.

Pada kasus ini, penyuluh perikanan, sesuai dengan tugas dan fungsinya mempunyai peran yang penting dalam melakukan upaya-upaya persuasif. Penyuluh perikanan akan mengambil peran dengan melakukan pendekatan andragogi dalam upaya pemerapan teknologi baru agar bisa diterima dan tidak menimbulkan gejolak yang berlebihan di masyarakat. Penyuluh perikanan yang pekerjaannya memang menyatu dan selalu bersama pelaku utama akan tahu persis kondisi sosial budaya yang ada sehingga dapat dengan tepat menentukan stategi dan upaya persuasif dalam rangka penerapan teknologi baru.

Pendekatan Korporasi vs Pendekatan Humanis
Pada kasus yang lain, pelaku utama kelautan dan perikanan seringkali hanya menjadi obyek dari berbagai program dan kebijakan pemerintah daerah yang ternyata seringkali tidak sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Pelaku utama kelautan dan perikanan selalu menjadi kelinci percobaan bagi program-progam pemerintah daerah yang menghabiskan banyak anggaran. Tetapi ternyata, hasilnya tidak mampu memberikan jawaban solutif bagi kebutuhan dan kemauan pelaku utama kelautan dan perikanan.

Pendekatan korporasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan programnya ternyata tidak pernah mampu mengangkat pelaku utama kelautan dan perikanan dari kelas masyarakat yang paling bawah. Program-program pemerintah daerah yang menghabiskan anggaran tidak sedikit itu seakan hanya bisa menjadi justifikasi bahwa instansi terkait mempunyai serapan anggaran yang tinggi dan mejadi indikator penting bagi kinerja birokrasi.

Pada kenyataannya, banyak daerah yang menghabiskan anggarannya dengan tanpa perencanaan yang matang. Jika ditelisik, penyerapan anggaran seringkali dipaksakan dengan tanpa bisa diukur. Perencanaan yang amburadul dan tidak terukur tentu menyebabkan program tidak berjalan sesuai dengan tujuannya.

Dalam hal ini, sekali lagi, peran penyuluh perikanan menjadi sangat diperlukan! Pendekatan humanis yang selalu menjadi pegangan bagi penyuluh perikanan dalam menjalankan tugasnya sangat cocok untuk diterapkan. Perencanaan program yang matang, jelas dan terukur merupakan salah satu domain penyuluh perikanan.

Penyuluh perikanan, dengan penguasaan wilayah binaan yang mumpuni akan mampu melakukan penggalian potensi wilayah, keadaan, dan permasalahan yang ada pada masyarakat dan para pelaku utama kelautan perikanan dengan tepat dan presisi. Dengan penguasaan wilayah binaan akan menghindarkan eror yang berlebihan dalam melakukan analisa kebutuhan. Analisa kebutuhan dan permasalahan yang ada pada masyarakat kelautan perikanan inilah yang nantinya bisa dipergunakan oleh birokrat dalam merencanakan program dan kebijakannya secara jelas dan terukur sehingga tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

Distorsi Tupoksi Penyuluh Perikanan
Sesuai dengan amanah UU Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Keberadaan penyuluh ditingkat kabupaten/ kota secara ideal berada pada badan pelaksana penyuluhan (bapeluh) sedangkan di tingkat provinsi penyuluh berada pada badan koordinasi penyuluhan (bakorluh).

Tetapi, selama UU Nomor 16 tahun 2006 diberlakukan, masih banyak kabupaten/ kota dan provinsi yang tidak mau membentuk bakorlu atau bepeluh. Daerah dengan dalih otonomi, merasa tidak wajib untuk membentuk bapeluh ataupun bakorluh. Efek dari ego otonomi yang berlebihan tersebut mengakibatkan kegiatan penyuluhan perikanan tidak berjalan dengan optimal.

Ketika suatu daerah kabupaten/ kota tidak mempunyai bapeluh, biasanya penyuluh perikanan berkantor (baca:satminkal) pada dinas teknis yang menangani kegiatan perikanan. Pemasalahan yang kemudian muncul adalah bahwa penyuluh perikanan yang berkantor di dinas teknis, tidak bisa menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyuluh perikanan dikarenakan dibebani tugas-tugas pengadministrasian (peng-SPJ-an).

Lucunya lagi, seringkali, kepala dinas lebih percaya diri menggunakan staff-nya untuk melakukan tugas-tugas penyuluhan, alih-alih berkoordinasi dengan penyuluh perikanan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Penyuluh ditukar posisinya menjadi staff dengan dalih minim pengalaman tetapi lebih menguasai komputer! (tugas peng-SPJ-an).

Distorsi tugas dan wewenang penyuluh perikanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan perikanan ini dilakukan dengan dalih bahwa mereka mendapat tugas dari pimpinan unit kerja/ kepada dinas yang tentunya harus dilaksanakan. Jika ditelisik, sebenarnya, secara struktur tidak pernah ada hubungan/ garis komando antara seorang pejabat struktural dengan penyuluh perikanan yang notabene adalah seorang pejabat fungsional.

Hubungan antar penyuluh dan pimpinan unit kerja/ kepada dinas adalah sebenarnya hubungan koordinasi. Keduanya setara, duduk sama tinggi dan berdiri sama rendah. Tidak bisa yang satu memerintah yang lain dan juga sebaliknya. Akan tetapi, kenyataan dilapangan tidaklah demikian. Kepala dinas seringkali mempekerjakan penyuluh perikanan untuk melaksanakan kegiatan yang bukan menjadi tupoksinya.

Bisa dipastikan bahwa mereka, para penyuluh perikanan, tidak berdaya untuk menolak perintah kepala dinas. Padahal sudah jelas bahwa tugas tersebut sama sekali bukan menjadi tupoksinya. Hal ini bisa terjadi karena selama ini, mekanisme pelaporan yang dilakukan oleh seorang penyuluh perikanan dalam menjalankan pekerjaannya harus melalui penandatanganan dan pengesahan oleh kepala dinas. Hubungan semacam ini menjadi rancu, sekaligus menjadi sejata bagi seorang pejabat struktural untuk memberikan tugas kepada penyuluh perikanan walaupun tidak sesuai tupoksinya.

Bagaimana mungkin penyuluh menolak perintah seorang kepala dinas jika 'nasib mereka' yang menentukan adalah kepala dinas? Bisa jadi, mereka yang 'maaf' pandai mengambil hati seorang kepala dinas akan lebih mudah memperoleh tandatangan dan pengesahan pelaporannya walaupun dia tidak cakap dilapangan dibandingkan dengan penyuluh lain yang cakap dalam menjalankan tupoksinya, akan tetapi sering menolak perintah kepala dinas yang tidak berhubungan dengan tupoksinya.

Lalu bagaimana penyuluh perikanan yang berkantor di badan penyuluhan? Apakah bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik? Idealnya, sesuai dengan amanah Undang-undang, penyuluh memang bernaung pada badan penyuluhan. Penyuluh yang berada dibadan penyuluhan secara umum, relatif telah dapat melaksanakan tugas dan fungsi penyuluh dalam melaksanakan tupoksinya.

Akan tetapi, tidak berarti penyuluh perikanan yang berada pada badan penyuluhan tanpa masalah. Biasanya, masalah yang terjadi adalah ketika seorang penyuluh perikanan tidak terlalu difungsikan sebagai penyuluh perikanan, tetapi justru diperbantukan (baca: dipaksa) untuk mendampingi dan melakukan penyuluhan pada sektor lain. (baca: pertanian).

Permasalahan lain yang timbul adalah terkait pendanaan. Jika diibaratkan, penyuluh perikanan yang berada di badan bagaikan sebuah senapan AK-47 tapi tanpa amunisi. Minimnya pendanaan membuat penyuluh perikanan terlihat mandul. Dilapangan, penyuluh perikanan tak mampu berbuat banyak untuk berakselerasi, mereka kalah pamor dengan staff bidang perikanan yang 'difungsikan sebagai penyuluh'yang dibekali dengan senjata lengkap dan amunisi penuh!

Sadar ataupun tidak, mereka yang 'berkantor' di dinas tidak pernah bisa sepenuh hati menjadi penyuluh sejati! Aktivitas pembinaan terhadap pelaku utama yang terkadang mengharuskan penyuluh mendampinginya selama 24 jam akan sulit terjadi jika penyuluh lebih sering duduk dibelakang meja untuk menyelesaikan tugas peng-SPJ-an dari atasan (Baca: kepala dinas). Sedangkan mereka yang berkantor di bapeluh seringkali disepelekan karena hanya bisa bermodalkan 'omdo' tanpa didukung pendanaan yang ideal.

Uraian diatas menunjukkan bahwa betapa besarnya tugas dan kewajiban yang harus diemban oleh seorang penyuluh perikanan, dan akan sangat sulit untuk terwujud, sekiranya totalitas pekerjaannya sebagai penyuluh terdistorsi oleh tugas lain yang bukan tupoksinya (baca: peng-SPJ-an dan pemaksaan). Satu-satunya cara untuk menjaga totalitas penyuluh perikanan dalam menjalankan tupoksinya adalah dengan menempatkan penyuluh perikanan pada lembaga penyuluhan yang merupakan representasi langsung dari pusat (baca:KKP) yang tidak terdistorsi di masing-masing daerah.
Sumber utama: kompasiana.com/myna

Marbowo Leksono, S.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama pada Bapeluh Purbalingga, yang sebentar lagi akan dibubarkan :)
Share:  

4 komentar:

  1. Bagus..cerdas mencerahkan. Kalau kita sering mendengar kemiskinan terstruktur..disinilah akan kita dapati pembodohan terstruktur. Kkp bermain politik anggaran dibalik dalih manajemen korporasi, mencampakkan penyuluhan hanya agar postur anggaran terlihat cantik.

    BalasHapus
  2. Suri teladan malah menjadi contoh teladan untuk "melanggar UU"

    BalasHapus
  3. ini sebenarnya yang menjadi menggelitik ketika KKP mempertanyakan kinerja LUHKAN PNS DAERAH! bagaimana mungkin KKP bisa mengukur kinerja LUHKAN PNS DAERAH yang notabena adalah pegawai daerah dan bertangungjawab kepada kepala Daerah. Sebagai luhkan daerah kita selamanya hanya bertanggungjawab kepada kepala daerah dan KKP tidak punya hak untuk menilai kinerja luhkan pns daerah!!

    Note:
    KKP juga tidak berhak meminta laporan apapun dari penyuluh perikanan daerah.

    BalasHapus